ICE Breaking adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam suatu pembelajaran untuk menjadikan suasana belajar menjadi kondusif dan menyenangkan sehingga peserta didik dapat berkonsentrasi, tidak lagi mengantuk, tercipta rasa senang dalam dirinya sehingga dapat menerima materi pembelajaran dengan baik.
Seorang pengajar harus dapat memulai pembelajaran dengan awal yang baik, penuh semangat dan menyenangkan maka konsentrasi dan perhatian peserta didik akan terfokus pada pengajar, sehingga diharapkan peserta didik dapat mengerti materi pembelajaran yang dilaksanakan. Belajar tentunya akan melibatkan otak dalam proses berpikir. Ibu Hesty kristyaningrum, M. Pd selaku dosen Biologi Umum mengatakan bahwa “otak manusia terdiri dari dua hemisfer (bagian), yakni otak kiri dan otak kanan yang mempunyai fungsi yang berbeda”. Fungsi inilah yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Berdasarkan penelitian para ahli tentang cara kerja otak ditemukan bahwa ketika murid merasa senang maka hormon nerotransmitter dopamine akan dilepaskan dalam otak sehingga murid lebih bersemangat dan bergairah.
Senada dengan itu, ibu An Nur Ami Widodo, M. Pd mengatakan bahwa "pada saat anak belajar menjadi menyenangkan maka otak akan mekar dan berkembang seperti spons yang dapat membuat murid menyerap pelajaran dengan mudah dan cepat”. Semakin aktif para murid terlibat dalam kegiatan pembelajaran maka kemampuan otak mereka dalam menangkap materi pembelajaran juga akan semakin berkembang. Salah satu cara yang tepat untuk mewujudkan hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Ice Breaking dalam setiap proses belajar mengajar.
Dalam melaksanakan aktivitas ice breaking, pengajar harus terlebih dahulu mengetahui karakteristik ice breaking. Soenarno (2005:4) mengemukakan kerakteristik dari Ice Breaking yaitu: (1) Kalimat yang bisa menarik perhatian audiens dalam 11 menit pertama; (2) Adanya gerakan fisik yang mengandung perhatian peserta; (3) Peserta seminar atau peserta pelatihan dilibatkan dalam satu topik; (4) Adanya bunyi-bunyian yang merangsang pendengar peserta. (5) Anekdot yang bisa membuat semua peserta tertawa; (6) Perenungan yang menghendaki jawaban bersama; (7) Gerakan fisik yang bisa membangunkan peserta; (8) Momen yang bisa mengubah jalan pikiran peserta; (9) Aksentuasi suara yang menyedot perhatian peserta.
Karakteristik Ice Breaking sangat diperlukan dalam proses pembelajaran di kelas dengan tujuan dapat mengarahkan otak agar berada pada kondisi gelombang alpha, yaitu kondisi relaks yang dapat mendorong aliran energi kreativitas, perasaan segar dan sehat sehingga suasana akan kembali santai dan menyenangkan disamping itu juga menjaga stabiltas kondisi fisik dan psikis murid dalam memahami suatu informasi ketika belajar.
Dalam melaksanakan aktivitas ice breaking. Ada banyak macam Ice Breaking yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, mulai dari sekadar teka-teki, cerita-cerita lucu atau humor ringan yang memancing senyum, lagu-lagu atau nyanyian yang disertai gerakan tubuh (action song), sampai permainan-permainan berkelompok yang cukup menguras tenaga atau bahkan pikiran. Selain itu dapat juga dilakukan dengan melakukan senam otak (brain gym). Ice breaking dapat membawa suasana baru dalam pembelajaran khususnya saat belajar matematika atau yang lainya. Pemanfaatan ice breaking dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang maksimal.
Beberapa manfaat dari ice breaking menurut Fanani (2010:69) adalah:
(1) Menghilangkan kebosanan, kejemuan, kecemasan, dan keletihan karena bisa keluar dari rutinitas pelajaran dengan melakukan aktivitas gerak bebas dan cerita; (2) Melatih berpikir murid secara kreatif; (3) Mengembangkan dan mengoptimalkan otak dan kreativitas murid; (4) Melatih murid berinteraksi dalam kelompok dan bekerja sama dalam satu tim; (5) Melatih berpikir sistematis dan kreatif untuk memecahkan masalah. (6) Meningkatkan rasa percaya diri; (7) Melatih menentukan strategi matang; (8) Melatih kreativitas dengan bahan terbatas, konsentrasi, merekatkan hubungan interpersonal, dan; (10) Melatih untuk menghargai orang lain. Melihat manfaat tersebut sedikit banyaknya akan menghilangkan stigma negatif dari proses belajar sehingga pembelajaran yang terjadi tidak lagi menjadi momok bagi murid melainkan suatu hal yang menjadi kebutuhan dan sebagai aktivitas yang menyenangkan.
Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau bisa disebut hasil belajar. Terciptanya proses belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi belajar yang tinggi sehingga dapat menghasilkan hasil belajar yang berkualitas. Sejalan dengan hal tersebut, Bloom (Sudjana, 2006) memaparkan lebih lanjut mengenai ranah pembelajaran (domain) dari hasil belajar, yaitu: (1) Ranah afektif, merupakan aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek; (2) Ranah psikomotor, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan melakukan pekerjaan yang melibatkan anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik; (3) Ranah kognitif, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemapuan berpikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, kemampuan yang berkaitan dengan perolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:7) “Belajar merupakan tindakan dan perilaku yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berdasarkan beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika dalam sebuah penelitian adalah skor total yang menggambarkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran matematika pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Skor tersebut dapat diperoleh dari hasil pemberian tes hasil belajar pada mata pelajaran matematika.
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Selanjutnya faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik. Dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan murid belajar, terdapat juga faktor yang dapat dikatakan hampir sepenuhnya tergantung pada peserta didik. Faktor-faktor itu adalah kecerdasan anak, kesiapan anak dan bakat anak. Faktor yang sebagian penyebabnya hampir sepenuhnya tergantung pada guru, yaitu : kemapuan (kompetensi), suasana belajar, dan kepribadian guru. Kiranya dapat dikatakan bahwa keberhasilan peserta didik dalam belajar tergantung pada faktor dari dalam peserta didik dan faktor dari luar peserta didik.
Matematika secara umum didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari pola dari struktur, perubahan dan ruang. Maka secara informal dapat juga di sebut sebagai ilmu bilangan dan angka. Ibu An Nur Ami Widodo, M. Pd mengatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang suatu obyek melalui sebuah seni pemikiran tingkat tinggi dengan bahasa khusus, digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan dalam kehidupan”. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dijarkan di Sekolah. Baik Sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum. Seorang guru yang akan mengajarkan pelajaran kepada siswanya, hendaklah mengetahui dan memahami objek yang akan diajarkannya, yaitu matematika. Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum disebut Matematika Sekolah. Sering juga dikatakan bahwa Matematika adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari Matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi pada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Matematika yang dipilih? Matematika yang dipilih adalah matematika yang dapat menata nalar, membentuk kepribadian, menanamkan nilai-nilai, memecahkan masalah, dan melakukan tugas tertentu.
Penyajian atau penggunaan butir-butir matematika disekolah disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual peserta didik. Matematika sekolah berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan , dengan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya melalui bahan pengukuran dan geometri, sebuah aljabar dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel. Kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan dapat dicapai dalam belajar matematika adalah (1) pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan aplikasi konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah. (2) memiliki kemampuan untuk dikomunikasikan dengan gagasan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah. (3)Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi menyususn bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (4) Latar belakang kemampuan strategis dalam membuat (merumuskan), seperti, dan meyelesaikan model matematika dalam memecahkan masalah. (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kkehidupan Guru dituntut untuk dapat melibatkan murid secara aktif dalam suatu proses pembelajaran dengan harapan murid dapat mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal.
Matematika menjadi mata pelajaran yang paling ditakuti oleh sebagian besar siswa, karena dalam memahami materinya memerlukan adanya kejelian berpikir, ketelitian mengerjakan dan cukup banyak melakukan latihan-latihan baik dalam pembelajaran di sekolah maupun dalam belajar di rumah. Hal ini lah yang membuat peserta didik takut dalam Mempelajarinya. Ditambah lagi pada pembelajaran ini guru masih menggunakan teknik pembelajaran konvensional, sehingga guru akan terkesan lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung akibatnya pembelajaran menjadi kaku, tidak bervariasi dan kurang menyenangkan. Sementara pembelajaran dengan teknik Ice Breaking menawarkan suasana pembelajaran yang lebih variatif, kreatif dan menyenangkan sehingga murid tidak akan merasa takut atau bosan dalam mengikuti pembelajaran tersebut.
Windi (2019) dalam penelitiannya disuatu sekolah mengatakan bahwa “Penerapan Ice Breaking berpengaruh terhadap hasil belajar. hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata murid sebelum menggunakan Ice Breaking tergolong rendah yaitu 65,22% dan setelah menggunakan Ice Breaking nilai rata-rata yang diperoleh siswa tergolong tinggi yaitu 80,28%”. Hal ini membuktikan bahwa ice breaking berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik khususnya dalam pembelajaran matematika dan Ice Breaking diharapkan mampu menumbuhkan minat belajar bagi para peserta didik.
(Khasriyatun adalah Mahasiswa semester Universitas Peradaban Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Jurusan Pendidikan Matematika. Tinggal di Desa Winduaji, Kec. Paguyangan, Kab. Brebes)