Adi Winarso, saksi perjanjian pihak PT Sri Tanaya Megatama, Hendra, Asisten II Setda Kota Tegal, Suryaningsih Budiastuti SH dan notaris Siti Shopiah SH saat memberi penjelasan di Pansus. (Foto: Riyanto Jayeng)
PanturaNews (Tegal) - Perjanjian kerjasama pembangunan pusat perdagangan antara Pemkot Tegal, Jawa Tengah dengan PT Sri Tanaya Megatama di atas lahan eks terminal bus seluas 15. 125 M2 dengan Nomor 645.7/0013.B/IX/2002 tertanggal 16 September 2002 dipersoalkan Pansus I DPRD Kota Tegal.
Demikian disampaikan Ketua Pansus I DPRD Kota tegal, HM Nursholeh MPd, dalam rapat Pansus I yang dihadiri mantan Walikota Tegal, Adi Winarso S.Sos, saksi perjanjian pihak PT Sri Tanaya Megatama, Hendra, Asisten II Setda Kota Tegal, Suryaningsih Budiastuti SH dan notaris Siti Shopiah SH, Selasa 29 Maret 2011.
Menurut Nursholeh, dalam surat perjanjian disebutkan Pemkot Tegal yang dianggap sebagai pihak pertama telah menyertakan sebidang tanah seluas 400 M2 yang terdiri dari 3 sertifikat hak milik Nomor M 613, M 667 dan M 704 yang letaknya disebelah timur lahan eks terminal bus. Akan tetapi belakangan diketahui lahan seluas 400 M2 itu justru menjadi obyek sengketa yang pada akhirnya Pemkot Tegal menjadi Turut Tergugat atas gugatan Made Widiana sebagai direktur PT Bamas Satria.
“Sumber persoalan yang mencuat dalam kasus Pasifik Mall ini adalah sebidang tanah seluas 400 M2 yang terdiri dari 3 sertifikat hak milik. Sebab, Made Widiana yang mengklaim sebagai pemilik dari sebidang tanah itu mengaku belum menerima gantirugi sebagai kompensasi atas pembangunan Pasifik Mall sebagai relaisasi perjanjian Pemkot Tegal dengan PT Sri Tanaya Megatama. Pertanyaan kami, jika sebidang tanah seluas 400 M2 itu belum diselesaikan, mengapa pihak PT Sri Tanaya Megatama berani membangun Pasifik Mall diatasnya ?,” kata Nursholeh.
Pada kesempatan itu, perwakilan PT Sri Tanaya Megatama, Hendra, menyampaikan, bahwa sebelum perjanjian kerjasama dilakukan, pihaknya sudah memberi gantirugi sebesar Rp 5,5 milyar kepada Gatot Iswata, direktur PT Inti Griya selaku investor yang sebelumnya terikat perjanjian pembangunan eks terminal bus dengan Pemkot Tegal namun batal di tengah jalan.
Dijelaskan, pada 06 Mei 2002, antara PT Sri Tanaya Megatama dengan Pemkot Tegal telah menandatangani kesepakatan. Dalam pasal 4 nota kesepakatan itu disebutkan salah satunya, PT Sri Tanaya Megatama berkewajiban menyelesaikan gantirugi kepada PT Inti Griya Prima Sakti sebesar Rp 5,5 milyar dikurangi dengan segala kewajiban PT Inti Griya Prima sakti berupa pajak, retribusi dan biaya pelepasan tanah hak milik Nomor M 613, M 667 dan M 704 kepada Pemkot Tegal.
“Jadi kami sudah melakukan kewajiban seperti yang tertuang dalam poin pertama pasal 4 nota kesepakatan yakni memberikan uang gantirugi Rp 5,5 Miliar yang salah satunya untuk pelepasan tanah SHM tadi untuk selanjutnya diserahkan kepada Pemkot Tegal. Akan tetapi rupanya Gatot Iswata tidak melaksanakan kewajiban ini, sehingga sampai sekarang pemilik tanah masih menuntut uang tersebut. Maka karena kami merasa sudah memberi gantirugi, wajar saja kalau kemudian kami mendirikan bangunan diatasnya,” kata Hendra.
Hendra menambahkan, pemberian uang sebesar Rp 5,5 Milyar yang diperuntukan bagi penyelesaian tanah seluas 400 M2 kepada PT Inti Griya Prima Sakti langsung dibuat dalam bentuk surat pernyataan yang selanjutnya diinformasikan kepada Pemkot Tegal melalui faksimili. Hal senada disampaikan Suryaningsih Budiastuti SH yang pada saat peristiwa itu menjabat sebagai Kabag Hukum dan berkapasitas sebagai saksi perjanjian dari pihak Pemkot Tegal.
Menurut Budiastuti, atas dasar pemberitahuan dari pihak PT Sri Tanaya Megatama yang sudah menyelesaiakan urusan dengan Gatot Iswata, maka Pemkot Tegal membuat perjanjian kerjasama pembangunan dan pengelolaan pusat perdagangan dengan PT Sri Tanaya Megatama.
“Selanjutnya, surat perjanjian yang sudah ditandatangani oleh keduabelah pihak antara PT Sri Tanaya Megatama dan Pemkot Tegal yang diwakili oleh Walikota Tegal Adi Winarso S.sos didaftarkan ke notaris Siti Shopiah SH. Kami menilai mekanisme dan prosedur perjanjian sudah benar. Sebab saat itu atau setelahnya tidak mencuat adanya permasalahan. Kalaupun di kemudian hari timbul persoalan, itu sebatas menjadi urusan PT Sri Tanaya Megatama dengan direktur PT Inti Griya Prima Sakti yakni Gatot Iswata yang nyata-nyata belum melaksanakan kewajibannya untuk meyesaiakan masalah sebidang tanah seluas 400 M2,” tandas Budiastuti.