Kamis, 23/09/2021, 20:44:49
Pemilik Kapal dan Nelayan Kota Tegal Tolak kenaikan PHP 10 Persen
Oleh: H. Tambari Gustam

Ade (kanan), perwakilan pemilik kapal mendampingi pendataan kapal di kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Jongor Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah.

PADA saat kunjungan kerja ke Kota Tegal beberapa waktu lalu, Direktur Jendral Perikanan Tangkap, Ir Muhammad Zaini, MM bertemu dengan para pemilik Kapal dan Nelayan di salah satu rumah makan seafood di Kawasan Margadana, Kota Tegal.

Pada kesempatan itu, Zaeni, panggilan akrab dari Muhammad Zaini, seperti sedang mendengar keluhan Pemilik kapal dan Nelayan, sebab di acara makan siang, Zaeni membuka pertanyaan bagaimana jika penarikan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) dipungut pasca melaut.

Dengan kisaran berdasarkan besar kecilnya ukuran Gross Tone, misalnya dibawakan 10 kewenangan Kota/Kabuputen.  10 GT sampai 30 GT kewenangan Propinsi. Sedangakan 30 GT ke atas kewenangan pemerintah Pusat, termasuk dalam pembayaran Pungutan Hasil Perikanan.

Dalam kesempatan tanya jawab, Zaeni mencoba menanyakan apakah pungutan dibayar sebelum kapal melaut seperti yang sudah terlaksana selama ini, atau pembayarannya setelah kapal pulang melaut?.

H. Wasto, perwakilan pemilik kapal menjawab dengan tegas, "Sebaiknya seperti biasa saja, dibayar sebelum kapal melaut, sebab selama ini para pemilik kapal sudah terbiasa dengan aturan yang sudah ditetapkan sejak Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Rohmin Dahuri.

Pendapat H. Wasto dibenarkan oleh pemilik kapal lainnya, seperti H. Wanda, sangat setuju dengan pembayaran PHP dibayar sebelum kapal melaut, pada saat nelayan akan memperpanjang surat ijin penangkapan ikan.

Lebih lanjut H. Wanda menolak jika pembayaran PHP di pungut pasca melaut,  apalagi besaran PHP seperti yang disampaikan Zaeni, selaku Dirjen Perikanan Tangkap bahwa pembayaran PHP naik menjadi 10 persen.

Menurut Yusuf Al Baihaqi, salah satu pemilik kapal, ditengah wabah pandemi corona yang belum usai, mestinya KKP harus punya rasa keprihatinan terhadap nasib nelayan, bukan malah menaikkan Pungutan Hasil Perikanan.

Sebab penerimaan Negara bukan Pajak, pun pada hakekatnya juga pajak-pajak negara yang ditekankan pada masyarakat. Di tempat lain, pembayaran pajak-pajak kendaraan malah diturunkan, bahkan ada juga tidak dikenakan denda, tapi di KKP malah seperti dipaksa untuk bayar PHP sampai 10 persen.

Karena mendapat desakan para pemilik kapal, Zaeni menjelaskan bahwa pemberlakuan pembayaran PHP 10 persen baru diuji coba, sebab pelaksanaanya awal tahun 2023.

Saat ini sedang penjajakan, seperti belanja masalah, sekiranya nelayan dan pelaku usaha perikanan banyak yang menolak, secara otomatis akan dikembalikan lagi seperti peraturan yang lama, yaitu pembayaran PHP dibayar sebelum melaut, dan dibayarkan setahun sekali pada saat perpanjangan ijin.

Sungguh ironis dan sangat tidak adil, pada saat pertumbuhan ekonomi turun akibat pandemi, korporasi otomotif dan lainnya diberi insentif penghapusan PPNBM, PNBP perijinan dan hasil tangkapan nelayan dan serta produksi pembudidaya ikan malah dikenai kenaikan.

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita