pesona »
Jumat, 26/09/2025 08:38:35 Wib
Mengupas Tiga Puisi Tegalan Karya Apas Khafasi dalam Antologi Republik Tegalan

PanturaNews (Tegal) - Komunitas Sastrawan Tegalan (KST) sejak lahirnya pada 26 November 1994, menjadi tonggak penting dalam perkembangan kesusastraan daerah di Indonesia.

Bahasa Tegal yang awalnya dianggap remeh, hanya dipandang sebagai bahasa percakapan sehari-hari dan bahkan sempat dicemooh sebagai bahasa yang tidak layak dipakai dalam karya sastra, justru berkembang menjadi Sastra Tegalan yang produktif.

Dari waktu ke waktu, para sastrawan Tegal membuktikan bahwa karya berbahasa daerah tidak hanya pantas ditulis, tetapi juga mampu berbicara lantang mengenai persoalan kemanusiaan, politik, dan sosial. Kini, sudah lahir ratusan buku puisi, novel, naskah drama, dan cerita bersambung dalam bahasa Tegal. Karya-karya itu bahkan dipublikasikan secara luas, baik di media lokal maupun nasional.

Pengakuan akademis pun semakin nyata ketika Universitas Pancasakti (UPS) Tegal di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Taufiqulloh, M.Hum menjadikan Sastra Tegalan sebagai mata kuliah resmi. Dr. Tri Mulyono dipercaya mengampu mata kuliah tersebut, menandai legitimasi Sastra Tegalan dalam dunia pendidikan tinggi.

Kehadiran buku-buku berbasa Tegalan di perpustakaan UPS mempertegas bahwa karya sastra lokal tidak lagi dipandang sebelah mata, tetapi diterima sebagai warisan budaya yang hidup dan berkembang.

Salah satu upaya monumental untuk memperluas jangkauan Sastra Tegalan adalah penerbitan buku Republik Tegalan: Antologi Puisi oleh Balai Bahasa Jawa Tengah (2018). Buku ini menjadi ruang representasi bahwa puisi Tegalan dapat dikaji dan dinikmati tidak hanya di kalangan masyarakat Tegal, tetapi juga masyarakat Jawa Tengah, bahkan dunia.

Di dalam antologi ini, terdapat tiga puisi karya Apas Khafasi yang layak mendapat perhatian khusus, yaitu “Nging”, “Tuma”, dan “J vs P”. Ketiga puisi ini menampilkan kritik sosial, refleksi politik, serta permainan bahasa yang khas, menjadikan Sastra Tegalan semakin kaya makna.

NGING

Gawéané: Apas Khafasi

 

Ngingngingngingngingnging

bisané moniné ora ngang

atawa ngung

apa maning ngong

sing sèjèn karo ngéng

yaaa mbuuuh ya!

 

Nging, gara-gara gemiyèn

kedebag-kedebug démo reformasi

wuda sempakán mlayu-mlayu

muteri alun-alun ngromed puisi

dipabag polisi karo abri

 

Bek bek beg deg

digebug-gebugi bedhil

tangané enyong nangkis dadi sempol

untuné enyong rompol

kupingé enyong mili getih

nyong mlayu gloyoran

manjing gang ngarep pasar ésuk

warga wis pada runtung watu

nyamplong abri karo polisi sing

ngejar enyong céngap-céngap

 

Pet

klenger

barang éling

kupingé enyong moniné dadi

Ngingngingngingngingnging

 

Bandasari, 21-8-2018

 

 

TUMA

Gawéané: Apas Khafasi

 

Tuma tumaku ngumpet

èsih dhemen dolanan

pètak umpet, gobak sodor, jangka

lan nembang gundul-gundul pacul

cublek-cublek suweng, lir ilir karo

mlaku-mlaku sadawané rambutku

sing dadi suket

 

Tuma tumamu nglayab

nongkrong ongkang-ongkang neng

rambut klimisé cukong

njogèd dansa neng rambut uwané

ndoro

nggaya pamèr gengsi

ambisi rebutan krosi

sadawané rambutmu sing dadi

karpèt

 

Tumatumaku

tumatumamu

pada-pada tumané

pada-pada neng endas

ndasé ora pada neng isinè

 

Bandasari, 21-8-2018

 

J vs P

Gawéané: Apas Khafasi

 

“Cébong uteké kwalik”, ngromed Kamprèt karo

ngobral ayat-ayat dokrin

“Kamprèt sumbu tugel” tangkis Cébong karo

ngulas filsafat budayané

 

Cébong karo Kamprèt

pada-pada sedulur

pada uripé neng tlatah negri kiyé

pada baé benderané abang putih

 

Gara-gara sjèn pilihan

apa kudu pedot jakwirané

dadi ora ngopi bareng

 

Embuh sapa baé sing dadi

wong sing dipilih kaé

durung karuwan ngejak ngopi

njagong neng klasa bareng

kaya Kamprèt karo Cébong

gayeng yahèèèr

sadurungé J vs P

digawé géger ruwed

morat-marit sakarepé wudel

 

Bandasari, 21-8-2018

 

Ketiga puisi karya Apas Khafasi memperlihatkan kemampuan bahasa Tegal sebagai medium kritik sosial-politik yang tajam, dengan tetap menghadirkan nuansa humor dan kesederhanaan rakyat. 

Puisi bertajuk Nging merekam jejak sejarah Reformasi 1998, ketika rakyat berhadapan langsung dengan represi aparat. Repetisi bunyi ngingngingnging merepresentasikan denging telinga akibat pukulan, peluru, atau trauma. Imaji tubuh yang luka dan berdarah menegaskan penderitaan rakyat. “Nging” adalah simbol suara penderitaan yang tidak bisa dihapus.

Puisi Tuma ini dijadikan metafora sosial. Pada bait pertama, tuma masih polos, suka bermain, dan sederhana. Namun, bait kedua menampilkan tuma yang menjelma simbol elit politik dan kapitalis: bergaya, pamer gengsi, dan berebut kursi kekuasaan. Kontras ini menjadi sindiran tajam bahwa dari sesuatu yang kecil bisa lahir kerakusan besar.

Sedang puisi berjudul J vs P lahir dari dinamika politik Pilpres, ketika istilah Cebong dan Kampret menjadi identitas dua kubu. Apas Khafasi menyoroti perpecahan akibat politik, padahal sejatinya mereka sama-sama rakyat Indonesia dengan bendera merah putih yang sama. Pesan kuatnya adalah ajakan menjaga persaudaraan dan tidak terjebak dalam fanatisme buta.

Dengan gaya bahasa lugas, ritmis, dan penuh permainan kata, Apas Khafasi membuktikan bahwa puisi Tegalan bukan sekadar ekspresi lokal, tetapi juga mampu membaca fenomena nasional.

Kesimpulan: Puisi-puisi karya Apas Khafasi dalam antologi Republik Tegalan memperlihatkan kekuatan Sastra Tegalan sebagai media kritik sosial dan refleksi politik.

“Nging” berbicara tentang trauma rakyat dalam arus reformasi. Puisi

“Tuma” menyindir kerakusan elit politik dan kapitalis. Senentara untuk puisi berjudul “J vs P” mengingatkan kita pada bahaya polarisasi politik yang merusak persaudaraan.

Melalui karya-karya ini, Sastra Tegalan menunjukkan kedewasaan estetik sekaligus relevansi sosial, sehingga layak ditempatkan sejajar dengan karya sastra daerah maupun nasional lainnya.

Berita Lainnya
Jumat, 26/09/2025 22:05:36 Wib
Aksi Swadaya Desa Tembongraja Tuai Simpati, Muncul Dugaan Ditunggangi Politik
Jumat, 26/09/2025 19:15:04 Wib
Ratusan Warga Songgom Terima Bantuan Wardoyo, Ini Pesan Bupati Mitha
Jumat, 26/09/2025 19:07:33 Wib
51 ASN Pemkab Brebes Pensiun, Pemkab Beri Penghargaan dan Tali Asih
Jumat, 26/09/2025 18:59:28 Wib
Program Anakku Sehat dan Cerdas Bawa Brebes Raih Apresiasi Bergengsi SEAMEO RECFON
Jumat, 26/09/2025 08:38:35 Wib
Mengupas Tiga Puisi Tegalan Karya Apas Khafasi dalam Antologi Republik Tegalan
Kamis, 25/09/2025 19:10:25 Wib
Demi Desa Lebih Baik, Plt Camat Tanjung Kawal Keuangan dan Aset Desa Lewat Monev
Kamis, 25/09/2025 18:25:34 Wib
Bangga! Atlet Sambo Brebes Persembahkan 13 Medali, Jadi Perolehan Terbanyak di Pra Porpov Jateng XVII
Kamis, 25/09/2025 06:39:45 Wib
PKM PM Bright Canvas: Kolaborasi Kecerdasan Spasial dan Seni untuk Ekspresi Diri Anak AMPK
Rabu, 24/09/2025 21:06:07 Wib
Tiga Nama Lolos Seleksi Terbuka Jabatan Sekda Brebes 2025, Tahroni Raih Nilai Tertinggi
Rabu, 24/09/2025 17:05:34 Wib
Kasihan! Demi Nafkah Keluarga, Penagih BPJS Difitnah Hipnotis Saat Epilepsi Kambuh
Rabu, 24/09/2025 16:38:36 Wib
Inovasi Pertanian di Sindangwangi: Lahan Terbengkalai Disulap Jadi Produktif dengan Budidaya Pohon Balsa
Rabu, 24/09/2025 14:15:39 Wib
Tak Disangka! Nongkrong di Kafe, Pria ini Justru Jadi Jalan ke Penjara
Rabu, 24/09/2025 12:45:01 Wib
Tragis! Pikap Terseret Ratusan Meter Usai Ditabrak KA Tawang Jaya, 2 Orang Tewas
Rabu, 24/09/2025 11:37:06 Wib
KONI Brebes Sosialisasikan Beasiswa Atlet, Kerja Sama dengan Universitas Harkat Tegal
Selasa, 23/09/2025 17:54:07 Wib
Selama 01Januari Hingga 23 September 2025, Satresnarkoba Polres Tegal Kota Ungkap 55 Kasus Narkoba
Perhatian

Wartawan PanturaNews dilengkapi indentitas yang tertera pada box redaksi, jika terjadi pemungutan uang dalam peliputan berita. Hubungi Kantor Redaksi:Jl. Ayam No 29 Randugunting Kota Tegal atau E-mail:redaksi@panturanews.com atau HP:081575522283