Ilustrasi
PanturaNews (Jakarta) - Praktik pemerasan pembuatan KTKLN kembali terjadi. Kali ini, menimpa tiga orang buruh migran asal Bali yang ingin bekerja ke Nigeria. Kasus ini terungkap, saat para buruh migrant mengadu ke Migrant Institute, Kamis 8 Mei 2014 lalu, bahwa mereka diduga diminta pungutan sebesar 300 dollar per kepala oleh BP3TKI Provinsi Bali, apabila ingin memperoleh KTKLN.
Dikatakan staff Advokasi dan Crisis Center Migrant Institute, Ayu Suratni, dalam aduannya salah satu TKI, Ni Nyoman Rediki mengungkapkan Kepala BP3TKI Bali berdalih, pungutan sebesar 300 dolar itu diperlukan sebagai biaya perlindungan TKI dan pelatihan yang nantinya bisa diikuti.
“Sedangkan jika tidak membayar biaya 300 dolar tersebut, mereka secara otomatis tidak bisa mengurus KTKLN di Bali. Ni Nyoman bahkan disuruh untuk mengurus KTKLN di daerah lain, jika tidak mau mengikuti aturan daerah Bali,” tutur Ayu, kemarin di Jakarta.
Menurut Ayu, untuk memperoleh KTKLN sebenarnya tidak dikenakan biaya apapun alias gratis. Hal itu sebagaimana Surat Edaran (SE) Kepala BNP2TKI, SE.04/KA/V/2011. Selain itu, berdasarkan UU No 39 tahun 2004 beserta aturan turunannya, lembaga resmi yang mengurusi dan mengeluarkan KTKLN adalah Badan Penempatan dan Perlindungan TKI Keluar Negeri (BNP2TKI), melalui kantor cabangnya yaitu BP3TKI yang ada di kota tingkat Provinsi.
“Setiap warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri, bisa membuat KTKLN di kantor BNP2TKI pusat atau BP3TKI provinsi manapun meski bukan daerah asalnya. Dan tidak diberlakukan diskriminasi pelayanan ataupun pungutan tambahan diluar Asuransi dan materai 6000, serta biaya fotokopi berkas-berkas saja,” terang Ayu.
Ditegaskan Ayu, berdasarkan aturan-aturan itu, maka seharusnya dalam membuat KTKLN, BP3TKI Bali tidak melakukan pungutan dalam bentuk apapun, meskipun BP3TKI beralasan untuk perlindungan dan pelatihan. “Ini salah satu modus pembodohan dan pemerasan dari BP3TKI Bali dan wajib diusut tuntas,” tandasnya.
Dijelaskan, berdasarkan aturannya, membuat KTKLN itu gratis. Buruh migran hanya mengeluarkan biaya materai 6000 dan asuransi Rp 300 ribu bila belum memiliki asuransi. Tapi yang sudah memiliki asuransi, hanya bayar materai 6000,” terang Ayu.
Menyikapi pengaduan dari para buruh migrant itu, kata Ayu, Migrant Institute menghimbau BNP2TKI Pusat untuk melakukan evaluasi dan monitoring secara menyeluruh kepada kantor BP3TKI tiap provinsi, untuk memastikan tidak ada lagi praktik pemerasan.
Selain itu, harus ada sanksi yang tegas kepada BP3TKI provinsi, khususnya di provinsi Bali, apabila terbutkti melakukan praktik pemerasan. BNP2TKI dan BP3TKI harus melakukan sosialisasi dan komunikasi secara terbuka dan akuntabel dalam melaksanakan penyaluran dan perlindungan kepada TKI.
Tiga TKI Ngaku Dimintai Biaya Pembuatan KTKLN
PanturaNews (Jakarta) - Praktik pemerasan pembuatan KTKLN kembali terjadi. Kali ini, menimpa tiga orang buruh migran asal Bali yang ingin bekerja ke Nigeria. Kasus ini terungkap, saat para buruh migrant mengadu ke Migrant Institute, Kamis 8 Mei 2014 lalu, bahwa mereka diduga diminta pungutan sebesar 300 dollar per kepala oleh BP3TKI Provinsi Bali, apabila ingin memperoleh KTKLN.
Dikatakan staff Advokasi dan Crisis Center Migrant Institute, Ayu Suratni, dalam aduannya salah satu TKI, Ni Nyoman Rediki mengungkapkan Kepala BP3TKI Bali berdalih, pungutan sebesar 300 dolar itu diperlukan sebagai biaya perlindungan TKI dan pelatihan yang nantinya bisa diikuti.
“Sedangkan jika tidak membayar biaya 300 dolar tersebut, mereka secara otomatis tidak bisa mengurus KTKLN di Bali. Ni Nyoman bahkan disuruh untuk mengurus KTKLN di daerah lain, jika tidak mau mengikuti aturan daerah Bali,” tutur Ayu, kemarin di Jakarta.
Menurut Ayu, untuk memperoleh KTKLN sebenarnya tidak dikenakan biaya apapun alias gratis. Hal itu sebagaimana Surat Edaran (SE) Kepala BNP2TKI, SE.04/KA/V/2011. Selain itu, berdasarkan UU No 39 tahun 2004 beserta aturan turunannya, lembaga resmi yang mengurusi dan mengeluarkan KTKLN adalah Badan Penempatan dan Perlindungan TKI Keluar Negeri (BNP2TKI), melalui kantor cabangnya yaitu BP3TKI yang ada di kota tingkat Provinsi.
“Setiap warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri, bisa membuat KTKLN di kantor BNP2TKI pusat atau BP3TKI provinsi manapun meski bukan daerah asalnya. Dan tidak diberlakukan diskriminasi pelayanan ataupun pungutan tambahan diluar Asuransi dan materai 6000, serta biaya fotokopi berkas-berkas saja,” terang Ayu.
Ditegaskan Ayu, berdasarkan aturan-aturan itu, maka seharusnya dalam membuat KTKLN, BP3TKI Bali tidak melakukan pungutan dalam bentuk apapun, meskipun BP3TKI beralasan untuk perlindungan dan pelatihan. “Ini salah satu modus pembodohan dan pemerasan dari BP3TKI Bali dan wajib diusut tuntas,” tandasnya.
Dijelaskan, berdasarkan aturannya, membuat KTKLN itu gratis. Buruh migran hanya mengeluarkan biaya materai 6000 dan asuransi Rp 300 ribu bila belum memiliki asuransi. Tapi yang sudah memiliki asuransi, hanya bayar materai 6000,” terang Ayu.
Menyikapi pengaduan dari para buruh migrant itu, kata Ayu, Migrant Institute menghimbau BNP2TKI Pusat untuk melakukan evaluasi dan monitoring secara menyeluruh kepada kantor BP3TKI tiap provinsi, untuk memastikan tidak ada lagi praktik pemerasan.
Selain itu, harus ada sanksi yang tegas kepada BP3TKI provinsi, khususnya di provinsi Bali, apabila terbutkti melakukan praktik pemerasan. BNP2TKI dan BP3TKI harus melakukan sosialisasi dan komunikasi secara terbuka dan akuntabel dalam melaksanakan penyaluran dan perlindungan kepada TKI.