DISIPLIN positif di sekolah dapat membatu peserta didik dalam menggali kekuatan, dan potensinya untuk tujuan yang bermakna.
Disiplin positif menggabungkan elemen ketegasan dengan penghargaan terhadap tumbuh kembang pribadi, kesejateraan emosional, dan motovasi internal, sehingga diharapkan akan lahir peserta didik yang merdeka.
Tujuan dalam disiplin positif, adalah menanamkan motivasi pada peserta didik untuk menjadi diri sendiri dan menghargai dirinya sendiri, dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Bagiamana konsep penerapan segitiga restitusi dalam disiplin positif di sekolah ? Gossen, 2004 dalam LMS Guru penggerak modul 1.4 Budaya positif memberikan pemaparannya segitia restitusi, adalah proses menciptakan kondisi bagi peserta didik untuk memperbaiki kesalahan mereka.
Sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Dengan pengertian ini kita dapat mengambil pesan jika seorang peserta didik melakukan kesalahan, dapat dipastikan bahwa dalam diri peserta didik ada karakter yang belum kuat.
Oleh karena itu guru perlu menggali informasi dari peserta didik tetang penyebab kesalahanya dan dapat membantu menguatkan karakter, sehingga siswa kembali kedalam komunitas dengan karakter yang lebih kuat. Dalam proses penggalian inforamsi guru perlu menerapkan pendekatan restitusi.
Segitiga restitusi membantu peserta didik untuk jujur pada diri sendiri, mampu merefleksi diri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan. Segita restitusi memberikan penawaran bukan paksaan. Langkah-langkah segitia restitusi antara lain:
-1) Menstabilakan identitas, Pada tahap ini bertujan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses. Hal yang perlu dilakuan dalam tahap ini adalah seorang guru memberikan pernyataan dengan kata-kata yang menyentuh emosi atau persaannya.
Misalnya: “ Di dunia tidak ada orang yang sempurna, semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, Saya juga pernah melakukan kesalahan.”atau kata-kata yang lain sesuai dengan kondisi peserta didik.
-2) Memvalidasi tindakan yang salah, tujuan dari tahap ini adalah mengetahuai dan menemukan kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Hal yang perlu dilakukan oleh guru dalam tahap ini adalah memberikan pertanyaan tentang alasan mengapa dia melakuan perbuatannya itu.
Pertanyaan yang bisa diberikan misalnya, “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu? “
-3) Menyakan keyakinan, dalam tahap ini tentu guru melewati tahapan pertama dan kedua, sehingga guru telah mampu menstabilkan peserta didik serta memahami kebutuhan dasar yang menjadi penyebab siswa melakukan kesalahan.
Pada tahap ketiga, guru mencoba memberikan pertanyaan tentang keyakinan (nilai-nilai universal) atau gambaran masa depan yang ideal yang ia inginkan. Misalnya: “ Kamu ingin menjadi orang seperi apa?“.
Dengan menyakan keyakian yang dimiliki oleh peserta didik, diharapkan mampu menggabarkan masa depan yang diingkannya. Sehingga peserta didik mampu menjadi pribadi yang merdeka, menyelesikan masalahnya dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.