Selasa, 17/01/2023, 21:48:00
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan Manusia
Oleh: Anan Sudiningtiyas
--None--

PERUBAHAN iklim adalah perubahan signifikan pada iklim, suhu, udara, dan curah hujan. Hal ini disebabkan oleh naiknya temperatur bumi akibat dari peningkatan konsentrasi gas rumah kaca pada Atmosfer Bumi, pergeseran ini mungkin bersifat alami.

Isu perubahan iklim sudah hangat dibicarakan mengingat dampaknya yang serius pada berbagai aspek kehidupan terutama kesehatan. Potensi negative atau risiko perubahan iklim terhadap kesehatan telah dipandang sebagai tantangan global yang dapat mengancam kehidupan manusia (wiby et al., 2009 Barnett 2010). Data pengamatan menunjukkan suhu permukaan rata-rata global meningkat sebesar 0,85 derajat celcius dalam 130 tahun terakhir.

Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperature bumi tetapi juga mengubah sistem iklim yang mempengaruhi berbagai aspek pada alam dan kehidupan manusia salah satunya kesehatan manusia. Risiko perubahan iklim global tidak hanya secara serius mempengaruhi aktivitas ekonomi, social, dan politik namun juga melibatkan serangkaian masalah kesehatan yang parah (McMichael et al., 2003). Dalam beberapa decade terakhir frekuensi kejadian penyakit semakin tinggi seperti DBD, malaria, diare.

Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan manusia dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung yaitu mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung berupa paparan langsung dari perubahan pola cuaca (temperatur, curah hujan, kenaikan muka air laut,dan peningkatan frekuensi cuaca ekstrim). Kejadian cuaca ekstrim dapat mengancam kesehatan manusia bahkan kematian. Selain itu mempengaruhi kesehatan manusia secara tidak langsung.

Mekanisme yang terjadi adalah perubahan iklim mempengaruhi faktor lingkungan seperti perubahan kualitas lingkungan (kualitas air, udara, dan makanan), penipisan ozon, penurunan sumber daya air, kehilangan fungsi ekosistem, dan degradasi lahan yang pada akhirnya factor-faktor tersebut akan mempengaruhi kesehatan manusia. Dampak tidak langsungnya berupa kematian dan kesakitan akibat penyakit terkait perubahan iklim dipicu oleh adanya perubahan suhu, pencemaran udara, penyakit bawaan, air dan makanan, serta penyakit bawaan ventor dan hewan pengerat, malnutrisi,dapat terjadi karena terganggunya sumber makanan dan panen (Susilawati et al., 2021).

Terdapat sejumlah penyakit yang diprediksi prevalensinya akan meningkat sebagai akibat perubahan iklim. WHO (2004) telah mengidentifikasi beberapa penyakit yang sangat besar kemungkinan karena perubahan iklim telah menyebabkan terjadinya wabah. Telah direkomendasikan memasang sistem peringatan dini untuk memonitor perubahan distribusi penyakit. Beberapa penyakit yang bukan wabah juga berhubungan dengan perubahan iklim.

Penggunaan teknologi dan pengindraan jarak jauh atau Geographical Information System (GIS) telah memungkinkan peningkatan pemetaan risiko beberapa penyakit, misalnya penyakit cacing perut. Terdapat sedikit variasi musim terhadap kejadian penyakit infeksi cacing, tetapi terdapat beberapa bukti bahwa kelembaban tanah adalah sangat penting (WHO, 2004) dan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim dan presipitasi air hujan.

Pemetaan risiko secara geografis (geographical risk mapping) kecacingan seperti schistizomiasis dan filariasis telah ditangani dengan penggunaan data temperatur, presipitasi dan vegetasi.

Penyakit diare merupakan penyebab signifikan kesakitan dan kematian secara global. Dua juta anak-anak meninggal setiap tahunnya di negara dengan penduduk berpenghasilan menengah ke bawah walaupun sudah ada peningkatan penggunaan oralit untuk terapinya. Kesakitan dan kematian tersebut berhubungan dengan pemakaian air yang tidak memenuhi syarat kesehatan serta higienis dan sanitasi lingkungan yang tidak memadai.

Walaupun demikian, diare juga masih menjadi masalah di negara dengan penduduk berpenghasilan menengah ke atas, karena diare tidak hanya berhubungan dengan higienis dan sanitasi lingkungan, tetapi juga berhubungan dengan praktek higienis dan keamanan pangan.

Terdapat variasi musiman dalam penyakit diare, dimana pada peningkatan temperatur berhubungan dengan peningkatan jumlah penderita diare yang masuk rumah sakit di semua belahan bumi ini. Studi yang dilakukan di Peru menunjukkan bahwa penderita diare yang masuk rumah sakit meningkat sebanyak 4% untuk setiap peningkatan temperatur 1 derajat celcius di musim kemarau, dan meningkat 12% untuk setiap peningkatan temperatur 1 derajat celcius di musim penghujan.

Di Fiji studi pada hal yang sama menunjukkan adanya peningkatan kasus bulanan 3% untuk setiap peningkatan temperatur per 1 derajat celcius (Singh et al., 2001). Perubahan iklim diprediksi berdampak terhadap penyakit diare seperti kolera, karena perubahan curah hujan menyebabkan banjir di musim penghujan yang berakibat epidemi dan sebaliknya terjadi kekeringan di musim kemarau. Perubahan ini juga berdampak terhadap penyediaan air bersih dan sanitasi yang kuat, serta juga tersedianya makanan yang higienis dan kemampuan menerapkan praktek higienis yang baik pada tempatnya.

Aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim terutama dengan pembakaran bahan bakar fosil ( seperti batu bara, minyak, dan gas ) yang menghasilkan gas yang memerangkap panas. Suhu yang lebih hangat dapat mengubah pola cuaca dan mengganggu keseimbangan alam yang normal. Hal ini menimbulkan banyak risiko bagi manusia dan semua bentuk kehidupan lain di bumi.

Bahaya tersebut dapat berpengaruh terhadap jalur kontaminasi mikroba, transmisi dinamis, angroekosistem, dan hidrologi serta social ekonomi dan demografi serta dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan.

Pengaruh Perubahan Iklim: Beberapa pengaruh perubahan iklim terhadap kesehatan manusia: -1. Cuaca panas berlebihan dapat memicu penyakit jantung. Apabila seseorang mengalami dehidrasi serta terpapar panas yang ekstrim maka dapat berpotensi memicu kerusakan pada otak. -2. Perubahan iklim mempercepat tumbuhnya penyakit yang berhubungan dengan air.

Tingginya curah hujan dapat mengancam suplai air bersih dan meningkatkan resiko penyakit seperti dehidrasi akut dan diare. Belum lagi masalah kontaminasi industrial yang dapat mempengaruhi kualitas air.

-3. Cuaca dingin ekstrim menyebabkan daya imun menurun. Pada masa pancaroba bukan hanya manusia yang tidak bisa selalu keluar rumah, akan tetapi bakteri-bakteri dalam tubuh juga akan terperangkap dan menyebabkan daya imun menurun.

-4. Hari cerah dan udara sejuk dapat meningkatkan mood. Perubahan cuaca juga berdampak bagi psikologis manusia. Cuaca cerah merangsang energy yang positif bagi tubuh dan otak kita.

-5. Cuaca ekstrim dapat menimbulkan penyakit psikologis. Bagi mereka yang tinggal di daerah rawan bencana alam tentunya akan banyak perubahan iklim serta traumatic tersendiri yang menimbulkan penyakit psikologis.

Pemanasan global yang terjadi menyebabkan perubahan iklim dan cuaca di seluruh dunia. Sebagian belahan dunia menjadi lebih kering, dan sebagian lagi menjadi lebih basah. Sebagian dunia ada yang menjadi lebih panas dan sebagian lagi menjadi lebih dingin. Semua itu mempengaruhi spesies yang hidup didalamnya, khususnya nyamuk yang sangat peka terhadap perubahan cuaca yang terjadi secara cepat.

Secara umum dapat dikatakan bahwa perubahan iklim meningkatkan curah hujan yang berdampak pada meningkatnya habitat larva nyamuk sehingga meningkatkan kepadatan populasi nyamuk. Peningkatan kelembapan juga meningkatkan agresivitas dan kemampuan nyamuk menghisap darah dan berkembang biak lebih cepat.

Nyamuk Anopheles betina sebagai vektor penyakit malaria menyebarkan parasit plasmodium dari satu orang ke orang lainnya menyebabkan demam akut yang berulang. Terdapat 1,1 juta kematian karena malaria setiap tahun terutama pada anak-anak. Malaria juga bertanggung jawab terhadap 40 juta kecacatan (disability adjusted life years atau DALYs) setiap tahunnya. Telah terdapat munculnya kembali malaria disejumlah area karena resistensi terhadap obat dan insektisida.

Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria dengan cara: -1. Peningkatan distribusi penyakit malaria, dimana saat ini epidemi malaria dibatasi oleh temperatur, sekarang mungkin terjadi di area yang baru.

-2. Menurunkan distribusi karena daerah ini menjadi terlalu kering untuk nyamuk untuk secara cukup jumlahnya menularkan penyakit.

-3. Peningkatan atau penurunan bulan-bulan penularan. -4. Meningkatkan risiko wabah lokal di daerah dimana penyakit malaria diberantas tetapi vektor masih terdapat, seperti di Inggris atau Amerika Serikat (Soedjajadi Keman et al., 2007).

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita