Kamis, 11/09/2014, 07:21:14
Yayasan SMK Maarif Tetap Larang Suami-Istri Mengajar
-Laporan Takwo Heriyanto

Siswa SMK saat demo karena kecewa dengan kebijakan yayasan (Foto: Dok/Takwo Heriyanto)

PanturaNews (Brebes) - Meski sudah didemo, Yayasan SMK Ma'arif 3 Larangan, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Jateng), tetap memberlakukan aturan mengenai larangan bagi suami istri yang mengajar di sekolah tersebut. Meski kebijakaan itu memicu sejumlah guru ramai-ramai memilih mengundurkan diri, tetapi pihak yayasan tetap memberlakukannya.

"Suami-istri yang mengajar di satu sekolah SMK Ma'arif 3 Larangan, maka salah satunya harus mengundurkan diri atau pindah ke sekolah lain," ujar salah satu Pengurus Yayasan SMK Ma'arif 3 Larangan, H Masykur, Kamis 11 September 2014.

Seperti diberitakan Panturanews.Com sebelumnya, ratusan siswa SMK Ma'arif NU 3 Larangan, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes melakukan aksi demo di lingkungan sekolahnya, Senin 8 September. Mereka berunjukrasa dengan membakar ban dan mencoba merusak sejumlah peralatan sekolah.

Aksi itu dipicu oleh kebijakan yayasan yang menyatakan terkait larangan suami istri yang bekerja menjadi guru di satu sekolah. Akibat kebijakan itu sebanyak 12 guru memilih mengundurkan diri sebagai rasa empati terhadap salah satu rekan mereka yang statusnya suami istri dan terkena kebijakan tersebut.

Dia menjelaskan, kebijakan yayasan terkait larangan suami istri yang mengajar dalam satu sekolah itu sebenarnya sudah ditetapkan sejak setahu lalu, dan pelaksanaannya baru tahun ini. Dalam setahun, kebijakan tersebut disosialisasikan secara terus menerus.

"Jadi tidak benar kalau aturan itu belum disosialisasikan. Aturan ini sudah setahun kami sosialisasikan dan penerapannya baru sekarang. Karena itu, kami tetap memberlakukan aturan ini karena sudah menjadi keputusan yayasan. Saat ini ada dua pasang guru suami istri yang terkena aturan ini. Satu guru memutuskan pindah sekolah dan satu pasang guru lainnya memutuskan mengundurkan diri," terangnya.

Dia meluruskan, dari dua pasang guru yang berstastus suami istri itu, ada beberapa guru yang ikut menyatakan mengundurkan diri sebagai rasa empati atau solidaritas. Namun, jumlahnya bukan 12 guru, tetapi hanya sebanyak 7 guru. Itu pun sebenarnya bukan karena imbas kebijakan tersebut, tetapi mereka mundur karena alasan lain.

Peristiwa itu, lanjutnya, terjadi karena kesalahfaman. Apalagi, kondisi siswa yang masih muda dan mudah terpancing sehingga menyebabkan keramaian di sekolahan. Namun demikian, semua masalah kini sudah terselesaikan. Aktifitas sekolah juga sudah normal kembali.


 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita