SENJA belum sepenuhnya jatuh ketika kami tiba di Eling Bening yang berada di Jalan Sarjono, Bawen, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Bersama kawan-kawan seniman dari Kota Tegal -Yono Daryono, teaterwan yang setia pada panggung sunyi; Iwang Nirwana, penyair yang hidup dalam kesenyapan kata; serta Kayubi, sahabat sekaligus pengemudi perjalanan- kami melangkah ke teras dan seketika tercekat.
Di hadapan kami, rawa-rawa membentang luas. Dari ketinggian, ia tampak seperti lautan tenang tanpa tepi. Matahari perlahan tenggelam, cahaya jingganya meredup, sementara kabut turun pelan, mengusap air dan daratan dengan selimut putih keabu-abuan. Remang senja bercampur mega membuat suasana hening, seolah alam sedang mengajak kami diam bersama-Nya.
Keindahan itu bukan sekadar memanjakan mata, melainkan meneduhkan batin. Ada rasa kecil yang tiba-tiba menyergap, rasa takzim yang menyeret kesadaran menuju pangkal kebesaran Allah Yang Maha Agung. Hiruk-pikuk dunia terasa luruh, menyisakan sunyi yang bening.
Kedatangan kami ke Eling Bening bukan semata wisata. Ada rindu yang ingin ditunaikan. Kami hendak beranjangsana dengan sahabat lama dari Tegal, Budi Priyanto -kini Manager Eling Bening- penyair Tegalan yang tekun merawat kata. Sudah lama kami merencanakan pertemuan ini: berkangen-kangen, berbagi cerita, dan membaca puisi bersama.
Sabtu, 13 Desember 2025, menjadi hari yang kami tunggu. Terlebih malam harinya, Yono Daryono dijadwalkan menerima Anugerah Penghargaan Kebudayaan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah sebagai pelopor seni teater. Senja itu terasa istimewa, seakan semesta ikut memberi restu.
Dalam keheningan yang kian pekat, Iwang Nirwana melangkah ke depan. Pandangannya tertuju pada Rawa Pening yang mulai diselimuti kabut. Ia lalu membaca puisi dengan suara lirih, menyatu dengan angin dan cahaya senja.
SÉNDAKALA NGAPUNG NDUWURÉ RAWA
Pedut nggesruk alon-alon
rawa mbentang kaya segara
Méga putih nyawiji banyu
angin adem ngusap rasa
Sandékala ngapung nduwuré rawa
atiné enyong balik maring Sira
Gunung ilang ketutup pedut
wektu kaya nglaléna lumaku
Éling Bening dadi saksi
urip mung mampir ngombe
Nang kéné ati sinau eling
pasrah bening maring Kang Kuwasa
Puisi dadakan karya Lanang Setiawan -pelopor Sastra Tegalan sekaligus penjaga bahasa Tegal- itu berakhir tanpa tepuk tangan. Kami justru tenggelam semakin dalam ke dalam diam.
Kayubi menarik napas panjang. Matanya tak lepas dari hamparan rawa yang memantulkan sisa cahaya senja. Ia berujar pelan, perasaannya seperti berdiri di hadapan lautan yang sangat tenang, luas, dan damai -lautan yang membuat manusia merasa kecil, namun tenteram.
Yono Daryono mengangguk perlahan. Baginya, Eling Bening pada senja hari adalah panggung sunyi yang paling jujur. Rawa Pening di hadapan kami bukan sekadar bentang alam, melainkan cermin batin: tenang, dalam, dan bening. Di hadapan “lautan” itu, kata-kata menjadi sederhana, dan manusia belajar kembali untuk eling.
Tak hanya menyuguhkan panorama dari ketinggian, Eling Bening juga memanjakan pengunjung dengan beragam fasilitas yang membuat betah berlama-lama.
-Restoran dan Café Garden
Restoran di kawasan ini siap memanjakan lidah. Dari hidangan berat hingga sekadar camilan, semuanya tersedia. Para pramusaji melayani dengan ramah, menambah rasa nyaman bagi siapa pun yang singgah.
Di sisi kiri dari arah pintu masuk, terdapat area outbond dan playground. Flying fox membentang, halang rintang dari jalinan tali temali menantang, jalur hill tracking mengundang langkah, hingga berbagai permainan ketangkasan lain. Lapangan bola mini, ayunan, perosotan, kolam tangkap ikan, dan aneka permainan anak juga tersedia. Bagi pencinta alam, Eling Bening menyiapkan camping ground yang landai dan nyaman.
Kini, Eling Bening juga memiliki kolam renang outdoor di area bermain. Cukup luas untuk nyebur rame-rame bersama keluarga atau sahabat. Saat kami berkunjung, sekelompok remaja tampak asyik bermain polo air, tawa mereka memecah sore.
Hiburan pun tak ketinggalan. Live music hadir menyapa pengunjung dengan lagu-lagu kekinian. Yang menggelitik, rombongan kami justru meminta dinyanyikan lagu Terrajana—padahal para musisinya berdandan ala rocker, dengan karakter vokal berat dan serak khas pop-rock.
Tampaknya pengelola Eling Bening benar-benar memahami kebutuhan eksistensi pengunjung masa kini. Spot foto bertebaran di berbagai sudut. Dari tepian kolam di sebelah restoran, taman bunga, hingga area bersantai yang ditata cantik.
Ada perahu raksasa berkepala naga di anjungannya, teras panjang yang tampak melayang, bangunan berpilar tinggi menyerupai aula besar, dan banyak sudut lain yang sengaja diciptakan untuk mengabadikan momen.
Semua memanjakan mata. Semua menjanjikan pemandangan ciamik. Sekali datang ke Eling Bening, hampir pasti pulang membawa kenangan -dalam ingatan, dan dalam puluhan, bahkan ratusan foto.