Pengantar: Hajat besar bangsa kita yaitu pencoblosan dalam rangka rangkaian Pemilu Capres-Cawapres dan Calon Legislatif (Anggota DPR, DPD, dan DPRD) tinggal menunggu hari.
Tanggal 14 Pebruari 2024 menjadi saat yang mendebarkan bagi para calon yang ikut berkontestasi. Momentum ini sekaligus menentukan bagi masa depan bangsa setidaknya 5 tahun ke depan dengan ghirah yang baru.
Saat ini, pemilu dianggap sebagai satu-satunya cara kolosal bagi rakyat negeri ini dalam berdemokrasi, yaitu menguji perbedaan dalam memilih sosok, menguji program lewat visi-misinya, dan menguji kepatutan dalam mengelola negara.
Pesan: Sebagai bagian dari Masyarakat yang bertanggung jawan terhadap nasib bangsa ke depan, penulis juga mempunyai harapan agar dalam hajat besar tahun ini bangsa Indonesia benar-benar merasakan manfaatnya, bukan antiklimaks dalam hal menegakkan cita-cita dan harapan bangsa yang besar.
Rasa gundah menunggu hasil pemilu, dan besarnya harapan agar kegiatan pemilu ini tidak hanya menjadi kegiatan rutin 5 tahunan yang miskin makna, tidak menghasilkan produk yang memberikan solusi bagi masalah mendasar bangsa, bukan menambah beban dan masalah baru bagi bangsa.
Harapan agar bangsa ini menjadi lebih baik dalam tata lahir maupun batinnya menjadi dambaan seluruh anak bangsa, pemilu bukan prosesi menghasilkan tokoh-tokoh kotor yang minus ahlak, apalagi menghasilkan monster negara yang tidak jelas orientasinya dalam memandang diri dan masa depan bangsanya.
Penulis mewakili sebagian besar rakyat yang memilih berharap agar kegiatan pilih-memilih ini lepas dari kepentingan sesaat dan orientasi rendahan, artinya hanya sebatas memilih presiden dan wakil presiden, atau sekedar mendudukkan sesorang di kursi DPR, DPRD, maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tanpa motivasi dan idealisme perbaikan yang jelas.
Banyak hal yang perlu dibenahi seperti kasus korupsi yang kian menjadi-jadi akibat penanganan yang tebang pilih, menurunnya mentalitas dan rasa patriotisme-nasionalisme generasi muda, dan kesejahteraan yang mendasar bagi seluruh warga negara.
Hingga saat ini penanganan kasus korupsi masih jauh dari harapan karena terlanjur menggurita, semua unsur dan aparat hukum justru terlibat aktif dalam kegiatan kriminal korupsi ini. Karena penanganan yang “timak-timik” alias tidak serius, maka kasus korupsi ini semakin membesar dan menggurita, melilit semua fihak dan meruntuhkan nilai-nilai moral bangsa.
Begitu pula persoalan dekadensi moral yang semakin parah, tampaknya tidak ada upaya serius untuk menanganinya, serta tidak berkurangnya jumlah kaum miskin dari waktu ke waktu yang negara harus serius menanganinya, naudzubillah.
Ada pesan yang barangkali tidak terucap dalam kegiatan pemilihan umum bahwa kami mendudukkan kalian menjadi presiden dan wakil presiden serta wakil rakyat di DPR, DPRD dan DPD adalah untuk mewakili aspirasi kami, mengelola kepentingan dan harapan kami, untuk diberikan jalan keluar, diberikan solusi terbaik untuk mencapai kebaikan dan kesejahteraan bersama.
Kami memilih dan mendudukkan seseorang dengan harapan, bukan dengan kebutaan dan minus harapan. Kami memilih petarung yang tak mudah menyerah melawan kezaiman, bukan memilih pecundang yang mudah keok dalam membela hak-hak rakyat banyak hanya karena suapnya lebih menggiurkan.
Harapan kami titipkan kepada calon presiden dan wakil presiden yang ikut berkompetisi, yaitu Paslon 01 (Anies-Muhaimin), Paslon 02 (Prabowo-Gibran), dan Paslon 03 (Ganjar-Mahfudz), para calon anggota DPR, DPRD, dan DPD yang terpilih, agar dapat mengeksekusi kegalauan kami menjadi realitas yang membawa kemaslahatan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan segelintir orang bermodal (oligarki), kroni-kroni, dan keluarganya.
Ancaman: Dalam kenyataannya, tidak semua presiden-wakil presiden, para anggota DPR, DPRD, dan DPD terpilih memiliki idealisme dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini menandakan bangsa ini sedang krisis kenegarawanan.
Kebanyakan para anggota yang terpilih, akan kehilangan idealismenya bila telah bersinggungan dengan masalah “fulus” dalam membuat sebuah kebijakan negara. Sehingga presiden, anggota DPR dan DPRD, serta DPD terkesan hanya sebagai “tukang stemple” bagi kepentingan segelintir orang yang mempunyai modal alias oligarki.
Hal ini terbukti dari banyaknya keputusan yang tidak menimbulkan efek kesejahteraan kersama sehingga terkesan dipaksakan karena pesanan sekelompok orang, seperti keputusan pemindahan ibu kota negara, Hak Pengelolaan Hutan (HPH), hak eksplorasi sumber daya alam yang tiada batas seperti di Freeport, dan permasalahan lain yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Sebagai presiden dan anggota DPR, dan DPD mestinya tahu akan hak dan kewajibannya sebagai pemimpin negara dan wakil rakyat yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan Tuhan yang Mahakuasa. Menjadi presiden-wakil presiden, menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD bukanlah profesi kaleng-kaleng yang tiada rintangan, gangguan, dan godaan.
Banyak contoh menjadi presiden-wakil presiden, DPR dan DPRD serta DPD justru mengantarkannya pada kesengsaraan seperti kesengsaraan dunia berupa penjara, ataupun kesengsaraan akherat dengan menjadi calon tetap penghuni neraka yang menyala-nyala, karena ketidakamanahannya dalam menjalankan tugas kewajiban.
Penutup: Sekali lagi, sebagai warga masyarakat kami berharap, siapa pun yang terpilih nanti, jadikanlah kepercayaan yang kami berikan untuk menyelamatkan dan mensejahterakan kami seluruh anak bangsa, menyelamatkan anda, dan menyelamatkan kita semua dari siksa dunia dan akherat.
Kami titipkan asa kepada bapak ibu semua yang terpilih agar jangan mengkhianati kami, jangan menyakiti kami, jangan hinakan kami. Jadikan kami sebagai bagian dari bangsa-bangsa yang sejahtera, yang makmur setara dengan bangsa-bangsa lain, bukan menjadi bangsa minderan, inferior, dan dungu di mata bangsa-bangsa lain di dunia.
Wallahu ‘alam bishowwaab.