PENDIDIKAN formal salah satunya Sekolah Dasar (SD), sangat berperan penting dalam mengembangkan potensi serta membentuk pola pikir dan karakter positif siswa.
Sekolah sudah sepatutnya memberikan suasana pembelajaran yang aman, nyaman, damai, menyenangkan serta terhindar dari perilaku bullying demi tercapainya tujuan pendidikan.
Tetapi pada kenyataannya, sekolah masih belum mampu mewujudkan hal tersebut dikarenakan masih terjadinya berbagai periaku menyimpang di kalangan siswa yang dapat mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar di sekolah, salah satunya yaitu perilaku bullying.
Bullying merupakan perilaku menyimpang atau tindak kekerasan yang kerap terjadi di kalangan siswa, termasuk siswa sekolah dasar. Perilaku ini dapat dilakukan oleh seseorang ataupun sekelompok orang dengan tujuan membuat korban merasa tidak nyaman, tertekan dan juga tersakiti. Bentuk kejahatan bullying bisa terjadi secara verbal maupun fisik.
Secara verbal, bentuk kejahatannya berupa lisan seperti menghina, mempermalukan serta mengejek nasib maupun keadaan seseorang. Sedangkan secara fisik, bentuk kekerasannya dilakukan dengan cara memukul atau menyakiti secara langsung yang menimbulkan rasa sakit bahkan kecacatan pada seseorang.
Olweus dalam Wiyani (2013:12) memaparkan bahwa bullying merujuk pada perilaku negatif yang sengaja dilakukan untuk menyakiti atau membuat individu merasa kesulitan dan tidak nyaman. Perilaku ini berulang kali terjadi dari waktu ke waktu dan terjadi dalam hubungan di mana tidak ada keseimbangan kekuasaan atau kekuatan.
Bentuk perilaku bullying bisa terjadi secara verbal maupun fisik. Bullying secara verbal cenderung sulit dikenali karena biasanya hal itu terjadi ketika orang dewasa tidak ada di tempat kejadian, seperti memanggil dengan panggilan yang buruk, mengolok-olok, dan mengancam.
Bullying secara fisik adalah jenis perundungan yang paling mudah dikenali karena pelakunya menggunakan tindakan fisik, seperti mendorong, menyandung kaki dengan sengaja, meludahi hingga memukul.
Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya bullying di lingkungan sekolah dasar yaitu keluarga, sekolah dan media sosial. Faktor yang pertama yaitu keluarga, meskipun dinilai sebagai lingkungan terdekat keluarga memiliki pengaruh yang bisa menjadikan anak melakukan hal menyimpang atau melakukan perilaku bullying.
Adanya sikap orang tua yang tidak stabil mengontrol emosi dan sikapnya seperti memberikan hukuman yang berlebihan kepada anak, memberi hinaan dan cacian, dan bertengkar di depan anak. Karena hal tersebut, anak akan mudah mengamati dan meniru perlakuan orang tuanya.
Faktor kedua yaitu sekolah, tempat yang pada dasarnya memberikan pengetahuan serta moral yang akan ditanamkan kepada siswa justru dapat berbanding balik dengan adanya kasus bullying yang sering terjadi.
Kurangnya empati pihak sekolah dan rendahnya bimbingan dan pengawasan guru pada siswa, menjadikan perilaku bullying yang akhirnya dipandang sebelah mata. Akibatnya, siswa yang melakukan perilaku bullying merasa aman dan akan terus mengulangi perbuatan jahat tersebut.
Faktor yang terakhir yaitu media sosial, pesatnya perkembangan teknologi saat ini memang membawa dampak positif bagi kita jika menggunakannya dengan bijak. Dengan adanya media sosial, kita akan lebih mudah mendapatkan informasi.
Namun disamping itu, dengan adanya media sosial anak SD yang kurang diawasi oleh orang tuanya akan dengan mudah meniru apa yang ia lihat di media sosial seperti adanya tayangan perkelahian dan kekerasan.
Di Indonesia masih terdapat banyak kasus bullying pada anak sekolah dasar. Bullying dapat berdampak negatif pada anak seperti kehilangan rasa percaya diri, muncul rasa trauma, bahkan menyebabkan prestasi belajar menurun. Sehingga bullying sangat berbahaya dan mengganggu dalam proses belajar mengajar.
Tindakan bullying yang terjadi pada anak sekolah dasar biasanya berawal dari saling bercanda dengan membawa nama orang tua, saling mengejek, memanggil dengan panggilan yang buruk, memandang fisik dan sebagainya. Kerap sekali perilaku bullying berujung mengakibatkan perkelahian. Tak hanya itu, terdapat kasus yang menyatakan bullying merusak mental anak dan menyebabkan bunuh diri.
Oleh karena itu untuk mencegah hal tersebut diperlukan pendidikan karakter pada anak sedini mungkin. Pendidikan karakter adalah usaha untuk membangun karakter siswa agar menjadi pribadi yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang banyak. Pendidikan karakter merupakan salah satu cara untuk memperbaiki karakter atau moral siswa.
Menurut John W. Santrock, character education adalah pendidikan yang dilakukan dengan pendekatan langsung kepada peserta didik untuk menanamkan nilai moral dan memberikan pelajaran kepada murid mengenai pengetahuan moral dalam upaya mencegah perilaku yang dilarang.
Peran guru dan orang tua sangat diperlukan dalam mengajarkan dan menerapkan pendidikan karakter pada anak. Guru dan orang tua memberi contoh sikap atau perilaku yang baik, sehingga anak akan melihat, memindai dan bisa saja mengikuti apa yang kita lakukan.
Guru dan orang tua harus memberikan dan menunjukkan perhatian dan kasih sayang terhadap anak, agar anak tidak perlu melakukan hal yang buruk untuk mendapatkan perhatian yang tidak didapatkannya.
Untuk mencegah perilaku bullying pada anak sekolah dasar, strategi pendidikan karakter dapat melibatkan pembelajaran nilai-nilai positif seperti mengajarkan nilai-nilai kejujuran, empati dan tanggung jawab melalui kegiatan kelas dan cerita yang menggambarkan perilaku positif.
Mengimplementasikan program anti bullying yang terstruktur, melibatkan seluruh komunitas sekolah termasuk guru, staf, siswa dan orang tua. Mengembangkan kepercayaan diri pada siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler dan penghargaan positif untuk menciptakan lingkungan yang mendukung. Dengan strategi ini dapat membentuk karakter positif pada siswa dan mengurangi kemungkinan terjadinya perilaku bullying.
Melalui implementasi pendidikan karakter, berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah perilaku bullying, seperti memperkuat pengendalian sosial yang dapat dimaknai dengan berbagai cara yang digunakan oleh pendidik untuk peserta didik yang melakukan penyimpangan, termasuk perilaku bullying dengan melakukan pengawasan dan penindakan.
Selain itu, upaya lain dapat dilakukan dengan mengembangkan budaya meminta dan memberi maaf, menerapkan prinsip-prinsip anti bullying, memberikan pendidikan perdamaian kepada peserta didik, serta meningkatkan dialog dan komunikasi intensif antar peserta didik di lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter memiliki urgensi yang besar dalam mencegah perilaku bullying bagi siswa sekolah dasar. Bullying menimbulkan banyak sekali efek negatif baik bagi pelaku maupun korban. Perilaku bullying terjadi karena minimnya moral dan akhlak yang dimiliki oleh siswa.
Oleh karena itu, pendidikan karakter sangat penting bagi siswa, agar bisa mengetahui mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk. Pendidikan karakter harus dibiasakan sejak usia dasar agar siswa memiliki akhlak, empati dan moral sehingga terhindar dari perilaku bullying.