KRITERIA Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) saat ini mengalami peningkatan. Berdasarkan peraturan pemerintah No.7 tahun 2021, tetapi kendala yang dialaminya masih cenderung sama.
Kendala UMKM yang masih dihadapi saat ini menurut Otoritas jasa keuangan adalah belum memanfaatkan teknologi digital (sebesar 68%), belum mendapatkan akses pembiayaan (sebesar 74%), dan rendahnya kualitas dan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia.
Bisa dikatakan, kendala kualitas SDM inilah yang harus menjadi prioritas agar kendala lainnya bisa teratasi kemudian .
Kendala kualitas SDM ini tergambar juga dari hasil riset yang dilakukan Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Telkom University pada tahun 2022 lalu. Dari penelitian yang menggunakan Design Thingking sebagai kerangka kerja dan dilakukan di tiga subsector utama ekonomi kreatif di kota bandung.
Yaitu sub-sektor kuliner, fashion, dan kriya, diketahui bahwa para pelaku UMKM di tiga sub-sektor ini masih minim dalam menggali kebutuhan calon konsumen dan merumuskan masalah yang dihadapi calon konsumen.
Para UMKM lebih berorientasi untuk langsung membuat contoh produk dan mengujinya, darioada mengetahui terlebih dahulu kebutuhan calon konsumen. Hal ini mengindikasikan kurangnya kapabilitas SDM dari UMKM.
Design Thingking adalah sebuah pendekatan untuk menyelesaikan msalah yang erpusat pada manusia.
Design Thingking dipakai saat menciptakan produk fisik maupun non-fisik /jasa.Desighn Thingking umumnya terdiri dari lim tahap yaitu Emphatize, Define, ideate, Prototype, dan Test.
Empathize adaalah tahap memahami orang, Define adalah tahap merumuskan masalah, Ideate adala menghasilkan ide, Prototype adalah tahap membuat contoh produk, dan Test adalah tahap menguji contoh produk.
Pada riset Telkom University tersebut, Prototype menjadi tahap Design Tingking yang paling baik penerapanya, diikuti oleh Test, Ideate, Emphatize, dan Define.
Hal tersebut menujukan bawa Design Thingkin tidak dilakukan secara urut dan hanya tahap akhir dari Design Thingking hanya tahap dari Design Thingking yang menjadi focus pelaku UMKM.
Seharusnya, pelaku UMKM menerapkan Design Thingking secara berurutan dimulai dari Empathize. Design Thinking ini sangat ideal untuk dipakai pada tahap awal penciptaan produk atau bahkan penciptaan produk atau bahkan penciptaan bisnis.
Langkah awal yang biasa dipahami dalam memulai bisnis atau membuat produk adalah dengan melakukan riset pasar. Namun, pelaku UMKM seringkali merasa bingung untuk memulai dari mana. Dengan adanya Design Thingking, proses riset pasar menjadi lebih sistematis dan terarah.
Banyak pelau UMKM yang meras bahwa riset pasar adalah sesuatu yang sulit, lama, butuh anyak dana, orang, dan keahlian. Hal ini yang menyebabkan pelaku UMKM menjadi enggan dan takut untuk melakukan riset pasar dengan menggunakan pendekatan Design Thingking. Padahal, saat ini banyak sekali produk Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) yan dapat dimanfaatkan untuk melakukan Deesign Thingking secara gratis, mudah, dan cepat.
Sebagai contoh, untuk tahap Empathize, Pelaku UMKM dapat menggunakan fitur Polling, Quiz, atau “Ajukan Pertanyaan” di media sosial mereka dan akan mendapatkan hasilnya langsung tanpa harus mengolah data sendiri. Dari hasil tersebut, pelaku UMKM kemudian bisa merumuskan sendiri apa yang sebenarnya ya ng menjadi inti permasalahan yang dihadapi konsumen. Dengan teridentifikasinya masalah, maka pelaku UMKM telah meyelesaikan tahap Define.
Setelah Define, poses berlanjut ke tahap Ideate. Ditahap ini pelaku UMKM memiliki kesempatan untuk mencurahkan ide se banyak-banyaknya dengan berlandaskan kepada hasil tahap Define. Ide ide yang dikeuarkan harus dapat menjawab permasalahan yag telah dirumuskan di tahap Define. Dengan demikian, ide ide hasil tahap ini adalah tahap ide ide yang jelas terarah tujuanya.
Tahap berikutnya adalaj Prototype. Ide-ide yang pelaku IMKM temukan ditahap sebelumnya lalu direalisasikan ke dalam bentuk yang lebih nyata. Jika sebelumya semua ide serba tertulis , maka ditahap ini akan didapatkan contoh produk nyatanya.
Akan sangat mungkin tercurah ide-ide baru pada saat melakukan pembuatan Prototyope/perwarupa ini. Berikutnya yang dilakukan adalah tahap Test atau pengujian. Pelaku UMKM bisa mengundang Kembali calon konsumen pada tahap Empathize untuk memberikan umpan balik atas contoh produk yang sudah dibuat.
Setelah mempertimbangkan masukan calon konsumen dan menyempurnakan contoh produk atau purwarupa tadi, maka pelaku UMKM sudah bisa meluncurkan produknya secara resmi kepasar.
Dengan menggunakan pendekatan Design Thingking, produk yang dluncurkan sudah semestinya merupakan produk ya ng menjawab permasalahan konsumen yang teridentifikasi pada tahap awal dan telah tervalidasi contoh produkya pada tahap akhir proses Design Thingking.
Perlu dipahami juga bahwa pendekatan Design Thingking menganut prinsip literasi, sehingga jika satu tahap dirasa ada yang kurang , maka pelaku UMKM bisa Kembali ke tahap-tahap sebelumnya untuk menganalisis yang masih kurang.
Pentingnya pendekatan Design Thinking ini tentu saja tidak bisa dipahami oleh pelaku UMKM sendirian. Pihak-pihak yang berkepentinan dalam pengembangan UMKM, biasa dikenal dengan Pantahelix, harus juga menyadari hal ini.
Pemerintah, Akademisi, dan lemaga non pemerintah yang sering menjadi pendamping UMKM, harus memahami, memasyarakatkan, dan mengawal proses Design Thingking para pelaku UMKM.
Media pun harus ikut dilibatkan dalam menyosialisasikan hal ini kepada semua pemangku kepentingan. Pada ahirnya, Design Thingking tidak hanya dimanfaatkan oleh pelaku UMKM saja, namun dimanfaatkan juga oleh semua pihak dalam Pentahelix.