PanturaNews (Tegal) - Program Aktivasi Gedung Rakyat hari ke-3 kembali digelar di Gedung Rakyat Slawi, Kabupaten Tegal, dengan menghadirkan pementasan bertajuk “Perjumpaan 2 Monolog”, sebuah peristiwa seni yang menyuguhkan dua naskah karya Muarif Esage dan Apito Lahire.
Melalui tokoh Bethem (diperankan Sauroh) dan Mopoh (diperankan Apito Lahire), pementasan ini menghadirkan kritik sosial yang kuat terhadap fenomena penggunaan telepon genggam yakni handphon (HP) di masyarakat, Jumat Legi, 5 Desember 2025.
Dalam monolog “Bethem”, penonton diajak menyaksikan kegelisahan seorang perempuan yang melihat perubahan drastis dalam lingkungan sosial akibat intensitas penggunaan HP.
Naskah ini menyoroti pudarnya kedekatan keluarga, perubahan pola komunikasi, serta kecanduan digital yang berdampak pada relasi antarmanusia. Perbandingan tentang masa masa kecilnya dengan anak kecil dimasa sekarang.
Karakter Bethem membawa penonton pada refleksi mendalam tentang bagaimana teknologi, tanpa disadari, telah mengurangi kualitas interaksi di dalam lingkup keluarga dan masyarakat.
Sementara itu, monolog “Mopoh” yang dibawakan oleh Apito Lahire, seorang Penyair Ngebyak dan seorang Juri Manuk, tampil dengan pendekatan satir dan humor.
"Ana wong bunuh diri sing disalahna aku, ana wong patah hati sing disalahna aku," ujarnya menyindir manusia yang selalu menyalahkan teknologi.
"Pan péntas monolog ka ngenténi penonton kalah karo lomba manuk," diselingi dengan humor.
Melalui tokoh Mopoh, penonton dipertontonkan bagaimana perilaku masyarakat kini dibentuk oleh dunia digital: dari kecenderungan memotret segalanya tanpa menikmati kenyataan, hingga derasnya arus hoaks yang dengan mudah dipercaya.
Naskah ini menggarisbawahi bagaimana gawai telah menjadi pusat perhatian dan perlahan menggerus kemampuan manusia dalam mengolah informasi secara kritis.
Walaupun disajikan dengan gaya penceritaan yang berbeda, kedua naskah sepakat mengangkat isu yang sama: kekhawatiran terhadap dampak negatif penggunaan HP yang semakin meluas. Penggunaannya yang tidak terkendali membawa konsekuensi sosial, psikologis, dan budaya, mulai dari menurunnya kualitas komunikasi, meningkatnya stres dan kecemasan, hingga melemahnya keterhubungan sosial. Melalui sajian monolog ini, para kreator berharap publik lebih menyadari pentingnya mengelola penggunaan HP secara bijaksana.
Pementasan “Perjumpaan 2 Monolog” menjadi bagian dari komitmen Aktivasi Gedung Rakyat dalam menjadikan seni pertunjukan sebagai media penyadaran publik. Kegiatan ini juga selaras dengan upaya Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia untuk menghadirkan ruang-ruang seni yang mampu mendorong refleksi, dialog, serta peningkatan literasi budaya di masyarakat.
Dengan menghadirkan tema yang relevan dengan kondisi sosial masa kini, pementasan ini diharapkan dapat menjadi pengingat bersama bahwa teknologi harus tetap berada dalam kendali manusia, bukan sebaliknya.