PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Kurikulum Sekolah Dasar (SD) yang berbasis teknologi dan informasi menjadi salah satu upaya untuk menyesuaikan sistem pendidikan dengan tuntutan zaman digital.
Tujuan dari kurikulum ini tidak hanya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, tetapi juga untuk membekali peserta didik dengan keterampilan abad ke-21 yang sangat dibutuhkan di masa depan.
-Pertama, Kaitan dengan Kurikulum Merdeka dan Kebijakan Pemerintah. Kurikulum Merdeka menekankan pada pembelajaran yang kontekstual, diferensiatif, dan berpusat pada peserta didik, termasuk penerapan teknologi sebagai alat bantu belajar.
Salah satu bentuk pembelajaran seperti membuat poster digital dalam pelajaran Bahasa Indonesia adalah bagian dari penerapan project-based learning (PjBL) yang sejalan dengan pendekatan Kurikulum Merdeka. Sumbernya Kemendikbudristek (2022). Buku Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka.
-Kedua Peluang Akses informasi luas melalui internet dan platform digital. Peningkatan minat dan partisipasi siswa dengan media pembelajaran interaktif. Penguatan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kolaboratif, literasi digital. Teori Pendukung: Teori Konstruktivisme (Piaget & Vygotsky): Pembelajaran efektif terjadi saat siswa membangun pengetahuannya melalui pengalaman langsung dan sosial.
Teknologi menyediakan lingkungan yang memungkinkan itu, seperti simulasi, kolaborasi daring, dll. Sumber: Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Jonassen, D. H. (1999). Designing Constructivist Learning Environments.
-Ketiga Tantangan .Kesenjangan digital: tidak semua sekolah memiliki perangkat dan akses internet yang memadai. Kesiapan guru: banyak guru belum mahir memanfaatkan TIK dalam pembelajaran. Kontrol dan pendampingan: penggunaan teknologi oleh siswa perlu diawasi agar tetap edukatif.
Teori Pendukung: Technology Acceptance Model (TAM) oleh Davis (1989): tingkat penerimaan guru terhadap teknologi dipengaruhi oleh persepsi kemudahan penggunaan dan manfaatnya. Sumber: Davis, F. D. (1989). Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology, MIS Quarterly, 13(3), 319-340.
-Keempat Implementasi Nyata (Contoh Kontekstual). Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa membuat poster digital dengan aplikasi Canva. Ini mencerminkan: Kreativitas visual dan Bahasa ,Literasi media Penggunaan teknologi sebagai alat ekspresi belajar
-Kelima Kesimpulan dan Rekomendasi Untuk menjawab tantangan dan memaksimalkan peluang kurikulum berbasis teknologi:Pemerintah perlu memperluas akses dan pelatihan teknologi.Sekolah dan guru harus kolaboratif dan inovatif. Orang tua menjadi mitra penting dalam pendampingan digital anak.
Penerapan kurikulum berbasis teknologi di tingkat SD memberikan banyak peluang. Anak-anak sejak dini sudah terbiasa dengan perangkat digital seperti tablet, laptop, dan aplikasi pembelajaran interaktif. Hal ini dapat membantu meningkatkan minat belajar, kreativitas, dan pemahaman konsep-konsep yang diajarkan.
Selain itu, integrasi teknologi juga memungkinkan pembelajaran yang lebih fleksibel dan menyenangkan, serta membuka akses ke sumber belajar yang lebih luas. Namun, di balik peluang tersebut, terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah kesenjangan akses terhadap teknologi.
Tidak semua sekolah, terutama di daerah terpencil, memiliki fasilitas dan infrastruktur yang memadai, seperti jaringan internet yang stabil atau perangkat digital yang memadai. Selain itu, kesiapan guru dalam menguasai dan mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran juga menjadi faktor penting yang harus diperhatikan.
Menurut Kemendikbudristek, pelatihan dan pendampingan terhadap guru merupakan salah satu kunci utama dalam keberhasilan penerapan kurikulum ini. Guru tidak hanya dituntut untuk memahami teknologi, tetapi juga harus mampu mendesain pembelajaran yang berbasis teknologi secara kreatif dan relevan dengan kebutuhan peserta didik.
Pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang mengandalkan teknologi dapat menjadi solusi untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan kontekstual.
Selain itu, dukungan dari orang tua juga sangat penting. Orang tua diharapkan mampu mendampingi anak-anak dalam menggunakan teknologi secara bijak di rumah. Misalnya, dengan mengawasi waktu penggunaan gadget dan memastikan bahwa anak mengakses konten yang edukatif.
Kolaborasi antara guru, orang tua, dan komunitas pendidikan menjadi pondasi utama dalam menyukseskan implementasi kurikulum ini. Di masa depan, kurikulum berbasis teknologi dan informasi diprediksi akan semakin berkembang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk terus beradaptasi dan memperkuat literasi digital sejak dini. Pendidikan yang berorientasi pada masa depan harus mampu mencetak generasi yang tidak hanya cakap menggunakan teknologi, tetapi juga bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakannya.
Kurikulum SD yang berbasis teknologi bukan hanya sebuah tren, melainkan kebutuhan untuk menjawab tantangan zaman. Dengan strategi yang tepat dan dukungan yang kuat, kurikulum ini dapat menjadi jembatan menuju pendidikan yang lebih inklusif, adaptif, dan berdaya saing global. Selain aspek teknis dan kesiapan sumber daya manusia, evaluasi dan penilaian pembelajaran dalam kurikulum berbasis teknologi juga menjadi perhatian penting.
Penilaian tidak lagi hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses belajar siswa. Penggunaan platform digital memungkinkan guru untuk memantau perkembangan belajar siswa secara real-time, memberikan umpan balik yang lebih cepat dan personal, serta menyesuaikan strategi pembelajaran berdasarkan kebutuhan masing-masing individu.
Transformasi digital dalam pendidikan dasar juga mendorong sekolah untuk lebih terbuka terhadap inovasi. Banyak sekolah telah mulai menggunakan Learning Management System (LMS) dan aplikasi edukasi yang memfasilitasi pembelajaran daring, baik secara sinkron maupun asinkron. Hal ini sangat membantu dalam menjaga kontinuitas pembelajaran, terutama di masa darurat seperti pandemi.
Namun, perlu diingat bahwa pemanfaatan teknologi harus tetap mengedepankan nilai-nilai karakter. Pendidikan dasar merupakan fondasi pembentukan kepribadian anak, sehingga pembelajaran berbasis teknologi harus diimbangi dengan pendidikan moral, etika, dan nilai-nilai kebangsaan. Penggunaan teknologi harus diarahkan untuk memperkuat karakter peserta didik, bukan sekadar alat bantu menghafal atau menyelesaikan tugas.
Kurikulum SD yang berbasis teknologi dan informasi juga membuka peluang besar untuk mengembangkan keterampilan kolaboratif dan berpikir kritis. Dengan bantuan teknologi, siswa dapat bekerja sama dalam proyek lintas daerah atau bahkan lintas negara, memperluas wawasan global mereka sejak dini.
Selain itu, mereka dilatih untuk memecahkan masalah, mengevaluasi informasi, dan mengambil keputusan dengan tanggung jawab. Akhirnya, untuk mengoptimalkan penerapan kurikulum ini, diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan dunia industri teknologi. Pemerintah perlu memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan, infrastruktur, dan pelatihan.
Sekolah dan guru harus terus berinovasi dan meningkatkan kompetensinya. Orang tua perlu terlibat aktif dalam mendampingi anak-anak mereka. Dan perusahaan teknologi dapat turut serta menyediakan solusi digital yang ramah anak dan mendukung kurikulum nasional.
Dengan kerja sama yang terintegrasi, kurikulum berbasis teknologi tidak hanya akan meningkatkan kualitas pendidikan dasar, tetapi juga mencetak generasi muda Indonesia yang cerdas digital, kreatif, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan masa depan.