Zaenal Arifin (tengah) keluar persidangan
PanturaNews (Tegal) - Gegara tak suka dengan kotoran Kucing milik anaknya Kurnia Trisnaningsih (41), seorang ayah bernama Zaenal Arifin (72) warga Jalan Mliwis, Kelurahan Randugunting, Kota Tegal, tega menganiaya anak bungsunya. Kini kasusnya sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tegal.
Sidang lanjutan perkara pidana nomor 2/pid.sus/2024/pn tgl. Dengan agenda keterangan saksi yang meringankan (saksi ade charge). Sidang dipimpin ketua majelis hakim Indah Novi Susanti SH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yogi Aranda SH. Terdakwa didampingi kuasa hukum David Surya dari LBH JMM.
Dalam sidang, kuasa hukum terdakwa menghadirkan 5 orang saksi, yakni istri terdakwa, 3 orang anak terdakwa (kakak-kakak pelapor) dan 1 orang pengurus masjid setempat, Senin 05 Februari 2024.
Menurut keterangan 5 orang saksi, semuanya mengatakan terdakwa orangnya baik dan sayang anak. Namun ketika terjadi keributan yang mengakibatkan muka korban lebam tidak ada yang tahu.
Menurut saksi Sri Rohayati (istri terdakwa) yang juga ibu tiri korban mengatakan saat kejadian sedang di dalam kamar.
"Saya di dalam kamar, mendengar ribut-ribut saya keluar," kata saksi Sri Rohayati.
Selanjutnya Sri Rohayati memelas kepada majelis hakim untuk membebaskan suaminya, karena sudah tua dan sayang kepada keluarga.
"Saya minta suami saya dibebaskan bu hakim, kasihan dia sudah tua," pinta istri terdakwa sambil menangis.
Menurut David Surya, dari keterangan saksi ade charge yang dihadirkan tidak ada histori terdakwa melakukan kekerasan terhadap keluarga. Namun ia menduga ada upaya kriminalisasi, dipaksakan untuk perkara ini tetap lanjut. Padahal sudah beberapa kali dilakukan perdamaian, yang semestinya di kepolisian maupun kejaksaan harus sudah selesai. Namun pihak korban menolak dengan alasan trauma. Padahal terdakwa sudah meminta maaf.
Sementara menurut pengakuan korban kepada awak media, kejadian pada hsri Sabtu 07 Oktober 2023 sekitar pukul 19.30 WIB, sebelum kejadian pemukulan, terlebih dahulu korban dijambak dari belakang. Kemudian korban menyiramkan air bersih yang diambilnya dari bak kamar mandi.
Ketika korban tangannya terjepit pintu kamar mandi dan terasa sakit, mendatangi terdakwa, akhirnya terjadilah pemukulan hingga korban mata bagian kanan lebam, dan pelipis sobek mengeluarkan darah serta tangan kanannya memar.
Korban juga mengaku, ayahnya sering melakukan KDRT, namun tidak ada yang membantu termasuk tetangga.
"Mungkin tetangga menduga saya anak durhaka berani dengan orang tua dan tetangga tidak memberikan solusi," ungkap Kurnia.
Klimaknya lanjut Kurnia, saat kejadian ia menyuruh pembantunya untuk merekam vidio. Karena merasa sudah cukup selama ini sering dianiaya ayahnya. Apalagi sering dilakukan di depan anaknya (cucu pelaku). Akhirnya ia memberanikan diri lapor ke Polres.
"Mengapa saya diperlakukan seperti ini setelah saya punya suami dan anak, sampai mengeluarkan darah dari mata saya," ujarnya.
Kurnia juga mengakui persoalan ini dilaporkan ke polres karena hal kecil yakni persoalan kotoran kucing.
"Ayah mengingatkan asisten saya membuang kotoran kucing, namun dengan nada keras. Padahal saya sudah mengingatkan ayah jangan semena-mena.Tapi ayah tidak terima, malah saya kena tonjokan dan jambakan, tangan saya dipelintir. Jelas dong saya tidak mau diperlakukan seperti ini oleh ayah kandung saya," tandasnya.
Sedangkan penasehat hukum korban Feri Junaedi SH, sudah berupaya mendamaikan kedua pihak, namun karena terlapor sudah berulang-ulang melakuman KDRT akhir pelapor tidak bisa untuk memaafkan.
"Pada dasarnya saya sebagai PH sudah berupaya mendamaikan, namun karena pelapor trauma, akhirnya perkara lanjut," ujar Feri.
Dalam sidang sebelumnya, keterangan saksi bernama Fitri sebagai asisten rumah tangga korban, mengaku melihat langsung terjadinya pemukulan dan memvideo kejadian tersebut atas perintah Korban.
Dalam sidang tersebut , korban sudah dipertemukan langsung dengan pelaku namun beberapa kali ditanya hakim dan Jaksa korban tetap tidak mau memaafkan terdakwa, namun dalam sesi terakhir pertanyaan jaksa akhirnya korban mau memaafkan dengan cara mengangguk kepala namun tidak mau dan tidak bersedia bersalaman dengan terdakwa.