Rabu, 27/07/2022, 07:50:15
Perkembangan Teknologi Di Era Industri 4.0
Oleh: Muhammad Farhan
--None--

REVOLUSI Industri 4.0 merupakan suatu hal yang saat ini, sangat berpengaruh dan berdampak pada kehidupan manusia dan adanya berbagai perubahan yang terjadi pada dunia saat ini begitu menghebohkan seluruh dunia. Dimana segala hal berkembang sangat cepat, begitupun di bidang industri. Belakangan ini kata industri 4.0 seriang diperbincangkan oleh banyak orang. Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan industri 4.0 itu?

Revolusi industri 4.0 adalah istilah dari “cyber physical system” merupakan sebuah fenomena dimana terjadinya kolaborasi antara teknologi cyber dengan teknologi otomatisasi. Revolusi industri 4.0 yaitu sebuah fase keempat dari perjalanan revolusi industri yang melansir dari laman Histori dimulai pada abad ke-18, ketika sebagian masyarakat pertanian sudah menjadi lebih maju dan berkembang. Jadi dengan adanya revolusi ini membawa banyaknya perubahan di berbagai sektor. Seperti perusahaan yang membutuhkan banyak tenaga kerja dalam jumlah yang besar, sekarang dapat digantikan dengan penggunaan mesin teknologi. Revolusi Industri 4.0 juga akan membangun ketersediaan perluasan teknologi digital untuk mendorong ke konvergensi inovasi digital, biologis, dan fisik. 

Menurut salah satu ahli Kanselir Jerman yaitu Angela Merkel (2014) yang menyatakan bahwa arti dari revolusi industri 4.0 sebagai sebuah transformasi komprehensif dari segala aspek produksi yang terjadi di dunia industri melalui penggabungan antara teknologi digital serta internet dengan industri konvensional. Selain itu, ada juga Schlechtendahl mendefinisikan revolusi industri yang menekankan pada unsur kecepatan dari sebuah informasi, yaitu sebuah lingkungan industri dimana seluruh akses dapat selalu terhubung serta mampu berbagai informasi dengan mudah antara satu sama lain.

Tetapi terjadinya industri 4.0 ini membuat beberapa dampak positif dan negatif. Dampak positif dari terjadinya revolusi ini dapat memudahan dalam mengakses suatu informasi, kemudian dari segi fektivitas dalam suatu bidang produksi dapat menggantikan tenaga manusia dengan teknologi mesin. Selain mengurangi biaya produksi juga dapat meningkatkan kualitas hasil produksi, tidak hanya kualitas saja tetapi bisa juga memproduksi suatu barang dalam waktu yang relatif singkat dengan kualitas baik. Selain mempuyai dampak positif ada juga dampak negatifnya yaitu Lebih rentan terhadap serangan cyber, hal ini dikarenakan suatu proses produksinya menggunakan mesin teknologi, oleh sebab itu sangatlah penting untuk memiliki sistem keamanan yang baik.

Kemudian untuk investasi alat produksi butuh biaya yang cukup besar untuk membeli suatu alat terlebih dahulu untuk pelatihan keterampilan pegawai agar dapat bisa menjalankanya. Selain itu dampak pada lingkungan, terjadinya polusi udara dikarnakan penggunaan mesin, begitupun dengan limbah dalam jumlah besar, serta hal lain yang dapat mengakibatkan pemicu terjadinya kerusakan pada lingkungan. 

Revolusi industri juga menjadi suatu tantangan tersendiri untuk generasi milenial. Karena bila dilihat dari sisi positifnya, revolusi industri 4.0 tersebut memberikan suatu manfaat pada perkembangan platform digital. Inovasi membuka suatu peluang munculnya model bisnis baru, Hal ini dikarnakan oleh para pengembang bisnis yang menerapkan suatu strategi dengan menggunakan platform digital. Sehingga revolusi itu memungkinkan terjadinya inovasi digital baik di dunia ritel, pendidikan, kesehatan, hingga hukum. Inovasi digital bisa di dapatkan dengan mudah oleh seluruh orang kemudian terjadilah inklusivitas. Revolusi Industri juga menciptakan sebuah efisiensi bila terjadi inovasi pada digital, maka efisiensi pun turut terjadi.

Supaya sisi positif dari inovasi digital ini semakin optimal, kemudian para pembuat kebijakan harus mampu menerapkan suatu strategi yang tepat. Meskipun dapat memberikan suatu masalah baru pada dunia perekonomian, disisi lain era revolusi industri 4.0 ini juga dianggap memberikan dorongan besar terhadap segala bidang. Tetapi dalam dunia kerja, revolusi juga dapat memicu adanya jenis pekerjaan yang baru walaupun revolusi ini dapat menghilangkan beberapa jenis pekerjaan. 

Dikutip dari uii.ac.id, Jaya Addin menjelaskan Revolusi Industri 4.0 dimana keadaan memberikan sebuah janji sekaligus ancaman besar. Bila seorang tidak mampu mengikuti perkembangannya maka akan rentas tertinggal. Untuk itu diperlukan persiapan yang matang agar mampu menghadapi tantangan tersebut. Sehingga ketertinggalan dapat dihindari.

Di tengah terjadinya perkembangan teknologi revolusi industri 4.0, terdapat beberapa hal teknologi yang menjadi poin utama dalam pengembangan industri yaitu Internet of Things atau IoT, sejalan dengan yang disampaikan oleh Sylvia (2021) bahwa Internet of Things atau IoT adalah konsep yang pada dasarnya menghubungkan perangkat apa pun yang mempunyai tombol on dan off ke internet (dan/atau bisa sebaliknya). Internet of Things (IoT) ini bisa mencakup semuanya, mulai dari ponsel, mesin pembuat kopi, mesin cuci, speaker, lampu, robot pembersih lantai, tv, dan lain-lain. Semua yang saling terhubung itu akan saling mengumpulkan dan berbagi data. Hal itu memungkinkan karena adanya chip komputer super murah dan jaringan nirkabel yang tersebar di mana-mana. Semua objek yang menjadi bagian dari Internet of Things (IoT) telah ditanamkan sensor di dalamnya sehingga menambah tingkat kecerdasan digital dan memungkinkan mereka untuk mengkomunikasikan data dalam waktu yang sama tanpa melibatkan manusia. Peran manusia dalam Internet of Things (IoT) hanyalah melakukan kontrol dan monitor.

Sederhananya, Internet of Things (IoT) adalah sebuah jaringan raksasa dari ‘hal-hal’ yang saling terhubung. ‘Hal-hal’ tersebut mencakup hubungan antara orang dengan orang, orang dengan benda, dan benda dengan benda. Internet of Things (IoT) membuat tatanan dunia di sekitar kita lebih cerdas dan responsif, dengan menggabungkan alam semesta digital dan fisik.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Jurnal Kompilasi Hukum hlm, 274 274~298. Revolusi industri keempat atau industri 4.0 sudah merambah ke berbagai negara di dunia.Industri yang menghubungkan mesin melalui sistem internet ini juga mulai terdengar gaungnya di banyak yang perpandangan industri 4.0 dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Di sisi lain, revolusi ini juga distraktif terhadap pekerja. Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan akan ada perubahan ekspektasi konsumen yang harus diimbangi dengan inovasi, perbaikan produk dan jasa, termasuk perubahan terhadap kebutuhan tenaga kerja. 

Menurutnya pemerintah membutuhkan strategi dan kesiapan tak cuma dari sektor industri tapi juga dari aspek sosial ekonomi.Sebab industri 4.0 merupakan industri padat teknologi yang cenderung menyerap sedikit tenaga kerja. Sementara Indonesia membutuhkan industri yang mampu mendorong terciptanya banyak tenaga kerja.

Dalam Buku Living Digital 2040, Future Work, Education and Healtcare, di ungkapkan bahwa “Digital technologies have made possible new interactions and connections across the city and around the world. Living digital means we can go beyond the physical to also focus on interactions, and explore new regional and global possibilities.10” Begitu kompleksnya rantai yang melatarbelakangi revolusi industri, sehingga perubahan yang terjadi mulai dari pengembangan genetika, artificial intelligence atau kecerdasan buatan, teknologi nano, robotik, bioteknologi, pencetakan 3D turut mempengaruhi dan menjadi tantangan bagi perusahaan, pemerintah dan individu untuk terus melakukan adaptasi yang proaktif.

Selama ini buruh atau serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) selalu memposisikan atau diposisikan untuk berhadapan dengan pengusaha atau dalam posisi mengkritisi kebijakan pemerintah. Paradigma konvensional ini sudah seharusnya ditinggalkan mengingat posisi buruh berhadapan dengan penguasa dan pemerintah itu terjadi pada masa revolusi industri di Eropa. Saat, di mana kelas ekonomi masih terbagi dalam dikotomi pemilik modal dan buruh yang memang tertindas dengan budaya borjuasi dan pemerintah yang korup. Khususnya di Indonesia, saat ini paradigma lama tersebut sudah ditinggalkan dan segera dioptimalkan lembaga kerja sama (LKS) tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan buruh. 

Bentuk relasi yang saling berhadap-hadapan harus diubah dalam paradigma mutualisme yang akan memperkuat ekonomi bangsa. Lembaga kerja sama tripartit harus dioptimalkan mengingat Indonesia harus menyesuaikan diri dengan era revolusi industri terbaru yaitu era 4.0.

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita