Ilustrasi
Menurut pendapat Dr. Mj Lavngeveld, pergaulan itu merupakan ladang atau lapangan yang memungkinkan terjadinya pendidikan. Dalam pergaulan yang manakah atau dalam pergaulan diantara siapakah pendidikan itu muncul? Pendidikan hanya akan terjadi di dalam pergaulan antara orang dewasa dengan yang belum dewasa.
Apakah dalam pergaulan antara orang dewasa dengan orang dewasa yang lain tidak memungkinkan terjadinya pendidikan? Hal ini mungkin saja, hanya dalam pendidikan yang timbul diantara orang dewasa itu letak tanggung jawab tidak di tangan orang yang memberi nasihat, larangan, atau saran, tetapi tanggung jawab itu terletak atau ditangan orang dewasa yang menerimanya atau yang diberi. Misalnya, guru A menasehati kebijaksanaan kepada guru B, maka guru A mempunyai wewenang sedikitpun untuk menegor atau mengontrol dilaksanakan tidaknya kebijaksanaan itu, apalagi menghukumnya.
Dimanakah letak perbedaan antara pergaulan anak dengan sesama anak, dengan pergaulan anaka dengan orang dewasa. Perbedaan itu tidak disebabkan oleh karena pergaulan antara anak sesama dengan anak sama sekali tidak mempunyai sumbangan bagi pendidikan, karena pergaulan antara sesama anak tidak mempunyai sumbangan bagi perkembangan rohani anak didik
Dan yang lebih penting perbedaan itu terletak pada pergaulan antara anak sesama anak adalah tetap biasa tidak mungkin berubah menjadi pergaulan pendidikan karena anak yang satu masih belum bertanggung jawab juga anak lain, sesama anak masih saling tergantung, dan anak yang satu tidak mempunyai wibawa terhadap orang lain.
Dengan adanya wibawa ini, berarti diharapkan terjadi suatu bimbingan yang aktif, dan orang yang mempunyai wibawa itu dalam hal ini adalah pendidikan atau orang dewasa, karena harus diingat, bahwa walaupun pada diri anak juga terdapat keinginan memperoleh perlindungan, baik secara jasmani maupun rohani, dan bersifat (kodrat) anak yang membutuhkan pertolongan.
Kadangkala kita perhatikan adanya daya semacam kewibaan pada anak yang lebih kuat atau lebih besar bagui anak yang lebih kecil atau lemah, hingga anak yang lemah dan lebih kecil itu selalu menurut apa yang dikehendaki anak yang lebih kuat atau lebih besar tadi. Daya menurut ini bukan disebabkan oleh adanya ketakutan.
Kewibawaan dan ketakutan kadangkala tampak bergejala sama, yaitu kedua-duanya menghasilkan suatu kepatuhan. Tetapi bila kita perhatikan sungguh-sungguh, kepenurutan yang dihasuilkan oleh rasa takut itu sesungguhnya berbeda dengan kepenurutan yang dihasilkan oleh kewibawaan.
Kepenurutan yang dihasilkan oleh rasa takut adalah dengan suka rela, tanpa rasa terpaksa. Ini adalah kepenurutan sejati.
Kalau kita kahi kembali mengenai pergaulan dapatlah kita katakan bahwa pergaulan itu mempunyai peranan sangat penting di dalam pembentukan pribadi anak didik, maka dapatlah kita sebutkan faedah dari pergaulan adalah:
Setiap kali menemukan sesuatu pada orang lain, setiap kali pula dia bertanya, apakah itu ada pada dirinya. Jika orang lain mampu mengendarai sepeda motor maka anakpun akan bertanya pada dirinya, apakah aku juga mampu mengendarai sepeda motor? Disinilah terjadi mawasdiri, dengan bercemin pada lingkungan pergaulannya.
Pengaruh ini besar artinya dan mempunyai kesan yang berarti bagi anak didik, karena sifat dan sikap dari pendidik itu oleh pendidik tidak dengan sengaja dianjurkan kepada anak didiknya untuk ditiru.
Itulah sebabnya, maka pergaulan anak itu harus terus menerus dikontrol, tujuan melakukan pengontrolan itu adalah untuk menjaga agar tidak mendapatkan pergaulan jelek dari pergaulannya.
Pengontrolan itu hendaknya dilakukan secara bijaksana, supaya tidak mendapatkan akibat sampingan, yang kurang kita perhitungkan. Misal kita secara tidak bijaksana memberi nasihat kepada anak agar dalam pergaulan memilih teman yang baik-baik tujuan nasihat itu baik, namun bila disertai pengarahan selanjutnya, anak hanya akan mau bergaul dengan orang tertentu saja. Pilih-pilih dan tidak dapat bergaul secara supel di dalam masyarakat.
(Nita Rahmawati adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon, Kelas SD15-A3, NIM 150641113)