Sabtu, 20/12/2025, 21:43:33
Tanam 1.000 Pohon, Besoknya Hilang: Apa yang Terjadi di Petak 24?
.
LAPORAN TAKWO HERIYANTO

PanturaNews (Brebes) - Aksi Tanam 1.000 Pohon di kawasan hutan lindung Petak 24 RPH Kretek, Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, seharusnya menjadi simbol komitmen bersama menjaga lingkungan. 

Namun harapan itu seolah pupus hanya berselang hitungan hari. Sejumlah pohon yang baru ditanam dilaporkan hilang.

Temuan tersebut diungkap relawan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Semesta (GEMPAS) Sijampang saat melakukan patroli lingkungan pada Rabu, 17 Desember 2025. Di beberapa titik, lubang tanam tampak kosong. Bibit pohon yang sebelumnya berdiri, raib tanpa jejak.

“Ada lokasi yang pohonnya hilang. Padahal itu baru saja ditanam dalam aksi tanam seribu pohon,” kata Kasor, aktivis lingkungan GEMPAS, Sabtu, 20 Desember 2025.

Aksi tanam pohon itu bukan kegiatan biasa. Penanaman digelar pada 13–14 Desember 2025 dan melibatkan sekitar 500 peserta dari 72 aliansi aktivis lingkungan dan komunitas pencinta alam. 

Hadir langsung Bupati Brebes Paramitha Widya Kusuma, Kapolres Brebes AKBP Lilik Ardhiansyah, unsur TNI-Polri, Perhutani, BPBD, DLH, camat Paguyangan dan Bumiayu, serta ratusan relawan.

Jenis pohon yang ditanam suren, rambesi, sere, dan akasia dipilih untuk memulihkan fungsi ekologis hutan lindung dan menekan risiko longsor. Kawasan Petak 24 berada di daerah rawan bencana, dengan permukiman warga Dukuh Sijampang, Desa Ragatunjung, tepat di bawahnya.

Hilangnya pohon-pohon tersebut menimbulkan kecurigaan adanya sabotase atau pencabutan disengaja. Terlebih, kasus ini muncul di tengah polemik lama penggarapan liar di Petak 24.

Sebelumnya, sebanyak 25 warga Desa Pandansari telah menandatangani surat pernyataan bermaterai pada 8 Desember 2025. Mereka mengakui kawasan Petak 24 sebagai hutan lindung milik negara yang dikelola Perum Perhutani dan berjanji meninggalkan lahan garapan tanpa tuntutan apa pun. Warga juga menyatakan siap menerima sanksi jika melanggar.

Namun patroli relawan justru menemukan fakta berlawanan. Selain pohon yang hilang, muncul pula lahan garapan baru yang diduga ditanami tanaman semusim. Aktivitas ini dinilai berpotensi merusak struktur tanah dan meningkatkan ancaman longsor.

“Kalau penanaman saja dicabut, lalu lahan kembali digarap, pertanyaannya siapa yang sebenarnya berani melawan kesepakatan dan komitmen bersama?” ujar Kasor.

Pemerintah daerah dan Perhutani sebelumnya menegaskan akan memperketat pengawasan kawasan hutan lindung. Namun peristiwa ini memunculkan pertanyaan serius tentang efektivitas pengawasan tersebut.

Bagi relawan, hilangnya pohon bukan sekadar soal tanaman. Ini menyangkut wibawa negara dalam menjaga hutan lindung. Jika aksi yang melibatkan kepala daerah dan aparat keamanan saja tak mampu bertahan sehari, maka perlindungan hutan Petak 24 terancam tinggal slogan.

Kini sorotan tertuju pada langkah lanjutan aparat dan pengelola hutan. Apakah pencabutan pohon dan penggarapan ulang akan dibiarkan berlalu, atau justru menjadi momentum penegakan hukum yang sesungguhnya? Waktu yang akan menjawab.


 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita