Selasa, 18/11/2025, 08:38:31
Jejak Pulang di Berjoempa Coffee & Culture, dan Novel Karya Lanang Setiawan
RUMAH INI BUKAN SEKADAR BANGUNAN
LAPORAN IWANG NIRWANA

Victor Hendriks dan Lanang Setiawan di halaman rumah yang kini dikenal sebagai Berjoempa Coffee & Culture, di Marpangat, Kelurahan Mangkukusuman, Tegal Timur, Kota Tegal. (Foto: Dok/Iwang)

TIGA orang asal Belanda -Peter Hendriks, putranya Victor Hendriks, serta sang oom, Bert Hendriks- melangkah perlahan memasuki sebuah rumah tua yang pernah dihuni leluhur mereka.

Rumah itu, yang kini dikenal sebagai Berjoempa Coffee & Culture, berdiri teduh di Marpangat, Kelurahan Mangkukusuman, Tegal Timur, Kota Tegal. Dari ambang pintu, aroma kopi, gurat budaya, dan bayangan masa silam seolah sudah lebih dulu menyambut.

Victor, lelaki berwajah teduh dan pencinta sejarah, menuturkan bagaimana petualangannya bermula. Suatu hari, ia iseng menelusuri Google Maps, mencari jejak keluarga yang hilang dari ceritanya.

Di sanalah ia menemukan kembali rumah leluhur mereka -De Graf- yang dahulu ditempati keluarganya saat bekerja di PG Pangka sebagai pegawai pembukuan. De Graf tinggal bersama istrinya, Elsa, perempuan asal Solo, serta Maryati, anak bawaan yang kemudian menjadi bagian dari keluarga mereka.

“Yang membuat saya benar-benar tersentuh,” ujar Victor lirih, “adalah ketika istri almarhum Piek Ardijanto Soeprijadi membantu membuka kembali titik-titik kenangan yang selama ini hilang. Beliau mengenal Maryati sejak keluarga kami tinggal di Tegal. Bahkan, beliau sering mengirim mangga gedong gincu. Rasanya seperti menemukan pintu lama yang tiba-tiba terbuka.”

Perjalanan itu kemudian membawanya ke rumah keluarga Piek -saksi bisu kehidupan leluhurnya, dan dari sanalah hatinya semakin yakin.

“Rumah ini,” lanjut Victor sambil menatap tembok-tembok tua di sekelilingnya, “bukan sekadar bangunan. Ini bagian dari jati diri kami.”

Di dalam Berjoempa Coffee & Culture, aroma kopi berbaur dengan desir sejarah. Rak-rak buku, foto-foto lawas, dan arsitektur kolonial yang masih terjaga berdiri sebagai jembatan antara masa lalu dan masa kini. Dialog antara mereka dan warga lokal mengalir hangat -penuh rasa ingin tahu, hormat, dan haru yang sesekali tampak menyala di mata Victor.

Ia berdiri lama di tengah ruangan. Sorot matanya menyapu setiap sudut, seolah membaca kembali halaman-halaman hidup keluarga yang dulu bernaung di sana.

“Meskipun zaman berubah dan orang makin sibuk,” katanya pelan, “tempat ini membuat kami betah. Ada sesuatu yang menetap di sini… sesuatu yang kami kenali.”

Bagi Victor, Tegal bukan hanya sebuah kota. Ia adalah perjalanan batin -sebuah kepulangan diam-diam yang tak pernah ia kira akan terjadi.

“Di Indonesia,” tuturnya, “ini pengalaman paling berkesan bagi saya. Seperti bagian kecil sejarah kami akhirnya pulang ke rumah.”

Sebelum meninggalkan kafe, Victor membeli dua novel karya Lanang Setiawan: Laki Pilihan dan Jodoh Surgawi, masing-masing edisi Indonesia dan edisi bersetting Eropa.

“Istimewa sekali,” ujarnya sambil menatap kedua buku itu. “Dua-duanya berlatar Eropa. Seperti lingkaran waktu yang bertemu kembali.”

Lanang Setiawan kemudian menjelaskan isi novel Laki Pilihan. Kisah ini mengikuti perjalanan Winarti, seorang perempuan yang berkelana ke Jerman, Prancis, dan Italia bersama Qomariyah -pendamping sekaligus anak buahnya di dunia media massa. Mereka mencari Hermawan, kekasih masa SMA yang kini menjadi pelukis di Jerman.

Dulu, semasa sekolah, Winarti, Qomariyah, dan Hermawan adalah teman sekelas. Setelah lulus, Hermawan melanjutkan studi seni lukis di Jerman tanpa sepengetahuan Winarti.

Keluarga Winarti memegang sebuah kepercayaan turun-temurun: jika seorang perempuan ingin hidupnya sukses, ia harus berjodoh dengan lelaki yang nama belakangnya berkonsonan huruf N. Kepercayaan itu datang dari Mbah Putri dan ibunya -dan Winarti patuh. Maka bermulalah perjalanan panjang itu, yang berbahasa Indonesia, Jerman, Inggris, dan Tegalan.

Sementara itu, Jodoh Surgawi berkisah tentang Kartika, seorang istri yang setia namun dikhianati suaminya, Handoko -lelaki bejat yang gemar bermain perempuan hingga rumah tangga mereka runtuh.

Dalam kehidupannya yang remuk, Kartika bertemu Ardian, lelaki pilihan ayahnya yang penuh kasih dan kesetiaan. Ardian adalah putra seorang pejuang, sama seperti ayah Kartika. Keduanya lahir dari keluarga pejuang kemerdekaan yang dahulu berjuang dalam pasukan yang sama.

“Membaca inti ceritanya saja sudah menyenangkan dan seru,” ujar Victor, fasih dengan logat Indonesia yang hangat. “Terutama Laki Pilihan yang bersetting Italia, Belanda, Prancis, dan Indonesia. Novel itu menarik sekali. Ini oleh-oleh kami dari Tegal untuk kami baawa pulang ke Holland.”

Pertemuan sore itu berakhir dalam kehangatan yang sederhana, namun meninggalkan gema panjang. Bahwa sebuah rumah, betapapun tuanya, selalu memiliki cara sendiri untuk memanggil pulang mereka yang hatinya masih tinggal di dalamnya.


 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita