.
SIAPA sih yang nggak pernah main game online? Dari anak sekolah, mahasiswa, sampai orang dewasa, hampir semua pernah terjun ke dunia game. Mulai dari Mobile Legends, PUBG, Genshin Impact, Valorant, sampai game kasual seperti Stumble Guys semuanya punya daya tarik tersendiri. Game online kini bukan cuma soal hiburan, tapi sudah jadi bagian dari gaya hidup digital.
Namun, di balik keseruan nge-push rank dan momen “Victory!”, ada sisi lain yang sering kali luput dari perhatian: dampaknya terhadap kesehatan mental. Yup, sesuatu yang terlihat sepele ternyata bisa punya pengaruh besar terhadap cara kita berpikir, merasa, dan berinteraksi dengan dunia nyata.
-Game Online: Antara Hiburan, Pelarian, dan Tantangan Mental
Bermain game online sebenarnya nggak selalu buruk. Dalam kadar yang wajar, game bisa memberikan banyak manfaat. Misalnya, melatih fokus, meningkatkan strategi berpikir, mempercepat refleks, bahkan membantu seseorang belajar kerja sama dalam tim. Banyak juga game edukatif yang bisa membantu anak-anak belajar sambil bermain.
Selain itu, di tengah tekanan hidup dan aktivitas yang padat, game sering menjadi “pelarian” yang sehat. Setelah seharian belajar atau bekerja, bermain sebentar bisa membantu menghilangkan stres dan menenangkan pikiran. Apalagi jika bermain dengan teman - bisa jadi momen bonding yang menyenangkan.
Namun, masalah muncul ketika “sebentar” berubah jadi “nggak bisa berhenti.” Inilah titik di mana game mulai mengambil alih kendali, bukan lagi sekadar hiburan tapi kebutuhan emosional.
-Kecanduan Game: Saat Dunia Virtual Terasa Lebih Nyata
Salah satu dampak terbesar dari bermain game online berlebihan adalah kecanduan. Banyak pemain yang tanpa sadar mulai menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar. Mereka merasa harus login setiap hari, takut ketinggalan event, atau merasa bersalah kalau nggak main.
Kondisi ini dikenal dengan istilah gaming disorder, dan sejak tahun 2018, WHO (World Health Organization) resmi mengakuinya sebagai gangguan kesehatan mental. Orang yang mengalaminya cenderung kehilangan kontrol terhadap waktu bermain, mengabaikan tanggung jawab pribadi, dan merasa gelisah ketika tidak bisa bermain.
Akibatnya? Produktivitas menurun, hubungan sosial terganggu, bahkan bisa memicu stres dan depresi. Banyak gamer yang mulai menarik diri dari lingkungan, merasa lebih nyaman berinteraksi secara virtual daripada bertemu orang secara langsung. Dunia nyata terasa membosankan dibanding dunia digital yang penuh tantangan dan penghargaan instan.
-Gangguan Tidur dan Kesehatan Emosional
Kamu mungkin pernah mendengar istilah “begadang demi push rank.” Meski terdengar sepele, kebiasaan begadang untuk bermain game bisa berujung serius. Kurang tidur mengacaukan ritme tubuh, membuat seseorang cepat lelah, sulit fokus, dan lebih emosional.
Selain itu, intensitas permainan yang tinggi juga bisa memicu emosi negatif. Saat kalah, banyak pemain yang mengalami frustrasi, marah, bahkan sampai melakukan toxic behavior terhadap pemain lain. Lama-kelamaan, hal ini bisa memengaruhi stabilitas emosi dan pola pikir seseorang.
Beberapa studi menunjukkan bahwa bermain game berlebihan bisa meningkatkan risiko kecemasan sosial, depresi ringan, dan stres kronis, terutama pada remaja yang masih mencari jati diri dan mudah terbawa suasana.
-Dampak Sosial dan Keseimbangan Hidup
Satu lagi efek yang sering tak disadari adalah berkurangnya interaksi sosial di dunia nyata. Banyak pemain yang lebih memilih menghabiskan waktu sendirian di depan layar daripada berinteraksi dengan keluarga atau teman di lingkungan sekitar.
Fenomena ini sering disebut isolasi sosial digital, seseorang tampak aktif secara online, tapi sebenarnya kesepian di dunia nyata. Hubungan dengan orang terdekat bisa renggang, komunikasi tatap muka berkurang, dan rasa empati pun perlahan menurun.
Padahal, manusia adalah makhluk sosial. Ketika kita terlalu lama berada di dunia maya, kita bisa kehilangan kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan menjalin hubungan yang sehat.
-Bijak Bermain, Seimbang Hidup
Meski begitu, bukan berarti bermain game online harus dihindari sepenuhnya. Kuncinya adalah pengendalian diri dan keseimbangan. Bermain boleh, tapi jangan sampai lupa waktu.
Cobalah buat jadwal bermain yang jelas. Misalnya, hanya 1–2 jam sehari setelah semua tugas selesai. Jika sudah mulai merasa cemas atau marah saat kalah, itu tanda kamu perlu istirahat. Selain itu, penting juga menjaga pola tidur, makan sehat, dan tetap bersosialisasi dengan orang-orang di dunia nyata.
Orang tua pun punya peran penting. Bukan dengan melarang, tapi mendampingi dan mengarahkan. Anak-anak perlu diajarkan bagaimana menggunakan teknologi secara sehat, termasuk memahami batas antara dunia virtual dan kenyataan.
-Dunia Game Bisa Jadi Sahabat, Bukan Musuh
Pada akhirnya, game online hanyalah alat. Ia bisa jadi sumber kebahagiaan, atau sebaliknya tergantung siapa yang memegang kendali. Bermain game dengan bijak dapat menyehatkan pikiran, mempererat hubungan, dan bahkan mengasah kemampuan berpikir.
Namun, ketika kendali berpindah tangan dan game menjadi pusat hidup, di situlah bahaya mulai mengintai. Dunia virtual boleh jadi menyenangkan, tapi jangan sampai membuat kita kehilangan makna di dunia nyata.
Jadi, mainlah secukupnya, nikmatilah sewajarnya, dan ingat kesehatan mental jauh lebih penting daripada sekadar kemenangan di layar.
Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.