Sabtu, 14/01/2023, 20:47:33
Ampyang Budin Sebagai Cemilan dan Oleh-Oleh Khas Dermaji Banyumas
Oleh: Leni Safitri
--None--

KULINER merupakan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan makanan sehat dengan penampilan menarik yang dimulai dari memilih bahan makanan yang berkualitas, mempersiapkan teknik pengolahan yang tepat dan aman serta menghasilkan selera sesuai tujuan (bahan, porsi, rasa).

Menurut Woodward dalam Utami (1999:31) kuliner merupakan elemen budaya dari suatu bangsa yang sangat mudah dikenali sebagai identitas suatu masyarakat. Adapun menurut Guerrero (2009) kuliner lokal merupakan produk makanan yang sering di konsumsi oleh suatu kelompok masyarakat atau dihindangkan perayaan dan waktu tertentu, diwarisan dari generasi ke generasi, dibuat sesuai dengan resep secara turun temurun, dibuat tanpa atau dengan sedikit rekayasa, dan memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan kuliner daerah.

Bahkan kuliner dapat menciptakan suasana yang unik membuat wisatawan yang pernah berkunjung ke daerah tersebut tidak akan melupakan budaya lokal, lokasi, dan makanan yang ada di daerah tersebut (Hjalager & Richards, 2002). 

Saat ini kuliner menjadi salah satu kata yang popular di kalangan masyarakat Indonesia. Jika ada kata kuliner pasti selalu berpikir tentang makanan. Memasak makanan tidak sekedar mengolah paduan bahan menjadi hidangan siap santap. Memasak makanan memerlukan pengetahuan praktis ilmu gizi untuk bisa menerapkan cara mengolah makanan yang lezat dan sehat.

Seiring berjalannya waktu banyak makanan yang baru meskipun dasar masakanya masih sama. Hal ini disebabkan karena adanya inovasi dan kreativitas seseorang. Perkembangan teknologi menjadikan kuliner dalam negeri tidak kalah dengan kuliner mancanegara. Kuliner di Indonesia terutama kuliner nusantara semakin berkembang karena adanya teknologi.

Adanya teknologi modern membuat kita akan semakin tau bahkan semakin penasaran, misalnya dalam mengolah sebuah makanan. Mengolah sebuah makanan kita harus mengetahui terlebih dahulu bahan, alat, maupun cara dalam proses mengolahnya. Kita bisa melihatnya di berbagai macam situs seperti youtube, tiktok, Instagram, facebook, dan situs lainnya.

Banyumas merupakan sebuah kabupaten yang terkenal dengan logat ngapaknya, dan memiliki berbagai macam potensi daerah yang layak untuk lebih dikembangkan. Selain memiliki banyak destinasi wisata alam yang menarik, namun juga memiliki keberagaman budaya dan memiliki keberagaman makanan khas tradisional yang dapat menggugah selera seperti mendoan, getuk goreng sokaraja, soto sokaraja, keripik tempe, cimplung, cenil, gembus, jenang, klanting, wajik, nopia, kraca, klubanan atau uraban, combro, ondol, buntil, bakwan, rangin.

Kebanyakan makanan di Banyumas itu terbuat dari singkong. Hal ini mungkin karena banyak masyarakat yang menanam singkong, sehingga dapat mengolahnya menjadi berbagai macam olahan makanan.

Ampyang Budin: Dermaji merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Banyumas yang memiliki beragam budaya, tempat wisata, bahkan makanan khas desa tersebut, seperti salah satunya adalah rengginang singkong atau lebih dikenal dikalangan masyarakat disebut ampyang budin.

Ampyang budin merupakan makanan yang terbuat dari singkong, yang biasanya bisa sebagai cemilan atau makanan pelengkap. Ibu Rutinah merupakan seorang pembuat ampyang budin yang beralamat di Desa Dermaji, Gerumbul Jemblongan RT 08 RW 01, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas. Ibu Rutinah ini mulai membuat ampyang budin sejak akhir 2021 itupun karena awalnya coba-coba membuat untuk cemilan dirumah.

Namun semenjak itu anak serta suami berinisiatif untuk dikelola dan dijual karena rasanya yang enak dan juga renyah. Sejak saat itu ibu Rutinahpun rutin membuat dan menjual ampyang budin di kalangan masyarakat sehingga banyak yang memesan atau bahkan datang kerumah.

Ia ingin ampyang budin sebagai makanan olahan singkong menjadi makanan khas yang berbeda dan bisa terkenal luas dikalangan masyarakat Banyumas bahkan luar kota. Selain itu, dapat  menambah pemasukan untuk menghidupi kehidupan sehari-hari.

Bahan yang sering ibu Rutinah gunakan untuk membuat ampyang budin  hanya singkong, garam, dan air. Singkong sendiri mengandung karbohidrat dan sumber mineral lainnya seperti kalsium, fosfor, mangan, zat besi, dan kalium. Mineral ini digunakan untuk  perkembangan, pertumbuhan, dan menjalankan fungsi jaringan tubuh.

Ada berbagai manfaat dari singkong yaitu dapat menambah energi, merupakan sumber serat dan karbohidrat kompleks, memiliki kandungan antioksidan yang baik, membantu sistem kekebalan tubuh, mencegah kanker, memberikan Kesehatan pada otot, dan membantu mengontrol gula darah. Selain mengumpulkan bahan pembuatan, alat memasak juga tidak kalah penting.

Alat yang digunakan dalam memuat ampyang budin seperti tutup toples, lumpang dan alu, tampah, irig, panci, baskom, mesin pemarut singkong atau kelapa, dan pisau. Dalam proses pemasakan  ibu Rutinah masih menggunakan alat tradisioal berupa tungku atau masyarakat desa Dermaji sering meyebutnya dengan pawon.

Adapun cara pengolahan ampyang budin yang biasa ibu Rutinah buat. Cara pengolahan ampyang budin sendiri sangatlah mudah. Langkah yang pertama adalah kupas kulit singkong, kemudian cuci hingga bersih. Singkong yang sudah dicuci tadi diparut dengan menggunakan alat pemarut yang biasa atau alat pemarut yang biasa digunakan untuk memarut kelapa. Hasil dari parutan dimasukkan ke dalam wadah untuk di ambil acinya.

Proses pengambilan aci ini dilakukan berulang kali agar mendapatkan air aci yang banyak. Biarkan air aci tersebut untuk diendapkan selama kira-kira 2 jam. Jika sudah mengendap pisahkan endapan aci tersebut dan buang airnya. Aci atau saripati yang diperoleh dari endapan tadi, kemudian dicampur dengan parutan singkong. Jika sudah, campurkan dengan bahan lainnya yang sudah disediakan lalu ditumbuk menggunakan alu agar merata.

Setelah itu, diinter dengan menggunakan irig. Cetak menjadi ampyang menggunakan tutup toples atau alat lainnya yang biasanya untuk menyetak ampyang,  kemudian dikukus kurang lebih 15 menit. Dalam sekali pengukusan dapat mencapai 40 biji ampyang budin, tetapi itupun tergantung menggunakan panci yang besar atau yang kecil.

Setelah proses pengukusan selesai ampyang budin dijemur sampai benar-benar kering. Proses penggorengan, sebaiknya menggunakan minyak yang cukup banyak agar ampyang budin bisa mengembang.

Jangka waktu ampyang budin sendiri adalah berbulan-bulan. Misalnya dalam satu bulan lebih  ampyang budin tersebut belum habis maka harus di jemur lagi. Agar ampyang budin tetap bisa mengembang ketika di goreng dan tetap gurih ketika di makan.

Ampyang budin bu Rutinah seharga Rp 22.000,00 per kilogram. Satu bulan dapat terjual hingga 120 kg. Maka satu tahun penjualan ampyang budin bisa mencapai 1.440 kg. Pembelian ampyang budin sendiri ramai pembeli ketika hari-hari besar seperti idul fitri, idul adha. Selain masyarakat setempat biasanya yang membeli ampyang budin ketika hari besar yaitu para pemudik.

Jadi, para pemudik ini membeli ampyang budin sebagai oleh-oleh. Seperti oleh-oleh untuk saudara, rekan kerja, maupun untuk bosnya. Pembeli ampyang budin bu Rutinah bukan hanya sekedar dari masyarakat setempat, tetapi juga dari Purwokerto, Banten, Jakarta.

Kendala dalam pembuatan ampyang budin ini adalah pada proses pemarutan. Jika memarutnya masih menggunakan alat pemarut biasa akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan parutan singkong yang banyak. Selain itu, akan membutuhkan banyak tenaga dan kesabaran.

Ibu Rutinah ini membeli alat parutan yang biasa untuk memarut kelapa, agar dalam proses pemarutan singkong tidak membutuhkan waktu yang cukup lama dan tenaga yang sangat banyak.

Cita rasanya yang tetap terjaga, gurih, dan bentuknya yang cukup besar ketika sudah digoreng menjadi ciri khas ampyang budin yang dibuat oleh bu Rutinah. Khasan inilah yang digemari oleh banyak orang. Pengolahan ampyang budin yang menggunakan alat tradisional dan dengan teknik sederhana dapat menambah aroma yang khas serta menambah selera makan. Hal tersebut mengingatkan kita dengan nenek moyang.

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita