Rusunawa yang berlokasi di Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah. (Foto: Istimewa)
PanturaNews (Tegal) - Soal puluhan penghuni rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) di Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal yang perpanjangan masa sewa akan berakhir pada 31 Maret 2021, Pengelola tidak dibenarkan melakukan pengusiran paksa.
“Kejadian pada 28 Februari 2021 dan 1 Maret 2021, adalah kejadian yang sangat brutal dan biadab yang dilakukan oleh Pengelola Risunawa dengan melakukan pengusiran,” kata Ketua LSM Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK) Tegal, Komar Raenudin, Jumat 19 Maret 2021.
Menurut Komar Raenudin yang akrab disapa Udin Amuk ini, pada saat itu jeritan dan tangisan anak-anak dan ibu-ibu, menjadikan mereka trauma. Padahal dalam peraturan menyampaikan, persoalan diselesaikan secara persuatif.
Udin Amuk memaparkan, sesuai dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Rumah Susun, Permen PUPR Nomor 01/PRT/M/208 dan 19/PRT/M/2019 tentang Bantuan Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun, bahwa dalam UU dan peraturan tersebut sangat jelas sekali bahwa semuanya menerangkan dan memprioritaskan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebagai penghuninya.
“Dengan waktu enam tahun, sangat sulit bagi MBR untuk dapat membeli rumah atau keluar dari rusunawa dengan mengontrak, apalagi dengan kondisi Pandemi Covid-19 ini, semua perekonomian turun drastis,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan Udin Amuk, penghuni rusunawa ada yang berprofesi sebagai juru parkir di sekitar Jalan Pancasila. Dengan adanya penggusuran PKL di sekitar Jalan Pancasila, menjadikan dia kehilangan mata pencaharian sejak Februari 2020.
“Seharusnya pengelola dapat mencontoh Pemprov Jawa Timur yang membebaskan biaya sewa rusun karena pandemi Covid-19, bukan malah mengusir mereka,” ucap Udin Amuk.
Dengan penghasilan yang rendah, lanjutnya, menjadikan mereka kesulitan memiliki tempat tinggal sendiri, maka Rusunawa menjadi satu-satunya harapan untuk hunian tempat berlindung dan melindungi anggota keluarganya.
Sebanyak 20 dari 47 penghuni, sekarang mereka nebeng dengan saudara. Ada yang hanya titip barang-barang dan hidup ikut teman, karena istrinya pulang ke rumah orang tuanya.
Ini yang sangat miris sekali, padahal Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR membangun Rusunawa, agar MBR mendapatkan hunian yang layak dan tidak menjadikan mereka sebagai tuna wisma.
Secara umum, hakikat penyelenggaraan dan pengadaan Rusunawa oleh Pemerintah Pusat, merupakan upaya pemerintah dalam melindungi rakyatnya dari keterlantaran, sesuai yang diamanatkan oleh UUD 1945 beserta amandemennya.
“Dengan dalih apapun, Pengelola tidak dibenarkan melakukan pengusiran paksa terhadap masyarakat yang belum mampu mandiri, dan masih ketergantungan dengan hunian bantuan pemerintah yaitu Rusunawa,” tegas Udin Amuk.
Namun demikian, Amuk sangat sepakat bahwa rusunawa bukan sebagai hunian seumur hidup, dan rusunawa diadakan untuk gantian dengan calon Penghuni yang sudah mengantri.
Tetapi semua harus ingat, bahwa dibangunnya rusunawa itu untuk menciptakan masyarakat yang Mandiri sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2011. Disana pun mengatur tentang Pengawasan, Pembinaan, Evaluasi dan Pendidikan atau Pelatihan berwirausaha secara Kelompok.
“Sudahkah amanat UU itu sudah dilakukan oleh Pengelola Rusunawa?,” kata Udin Amuk dengan nada tanya.
Selanjutnya, LSM Amuk sangat berharap dan meminta kepada DPRD Kota Tegal, untuk dapat melindungi warga yang ada di rusunawa dari keterlantaran. Jangan sampai ada pengusiran lagi.
“Kami meminta agar ada evaluasi terhadap penghuni yang diusir pada tanggal 28 Februari 2021 dan 1 Maret 2021. Kalau toh mereka belum memiliki hunian, agar dapat dikembalikan lagi ke rusunawa. Dan kami meminta agar ada evaluasi atau survey terhadap calon penghuni baru juga,” tandas Udin Amuk.