KETAHANAN pangan merupakan isu strategis yang sangat penting bagi suatu negara karena pangan adalah kebutuhan dasar manusia. Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes, dengan luas lahan mencapai 12.111 hektare, merupakan penyangga ketahanan pangan terbesar di Kabupaten Brebes.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 mencatat wilayah ini sebagai produsen padi utama dengan produktivitas rata-rata 4,5 ton per hektare dan tiga kali panen dalam setahun. Luas lahan dan produktivitas yang tinggi menjadikan Bantarkawung sebagai episentrum produksi padi di Brebes. Setiap kali panen, kecamatan ini menghasilkan sekitar 54.499,5 ton gabah (12.111 hektare × 4,5 ton/hektare).
Program Ketahanan Pangan Nasional bukan sekadar kebijakan insidental, melainkan investasi jangka panjang untuk kemandirian pangan dan keadilan ekonomi. Bagi petani Bantarkawung, ini adalah momentum menuju kemakmuran yang inklusif. Dengan dukungan tepat, kecamatan ini tidak hanya akan menjadi simbol ketahanan pangan, tetapi juga contoh sukses pembangunan berbasis pertanian yang berkeadilan.
Maka, kolaborasi antara pemerintah, petani, dan stakeholder lokal menjadi kunci. Jika diimplementasikan dengan transparan, program ini akan mengukuhkan Bantarkawung sebagai garda terdepan kesejahteraan petani Indonesia.
Dengan tiga kali panen setahun, total produksi bisa mencapai 163.498,5 ton per tahun. Selama ini, kontribusi tersebut menjadi tulang punggung pasokan beras regional, namun harga gabah yang fluktuatif seringkali tidak sebanding dengan usaha petani.
Kini, kehadiran Program Ketahanan Pangan Nasional yang menjanjikan pembelian gabah seharga Rp6.500 per kilogram oleh pemerintah (Bulog) menjadi angin segar bagi peningkatan kesejahteraan petani setempat.
Permasalahan mengenai ketahanan pangan adalah masalah dasar dan harus ditangani secara berkelanjutan. Peningkatan penduduk setiap tahunnya mempengaruhi ketahanan pangan. Hal tersebut juga dikarenakan kapasitas produksi pangan yang berada pada levelling off.
Kondisi demikian disebabkan pemanfaatan lahan intensif dan berdampak pada kesuburan lahan yang menurun. Dorongan adanya alih fungsi lahan menjadi lahan non pertanian diduga berperan terhadap ketersediaan pangan masyarakat (Nurdiani & Widjojoko, 2016).
Sektor pertanian merupakan sektor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan, dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Petani padi adalah tulang punggung ketahanan pangan di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2023), sebagian besar produksi beras nasional berasal dari petani kecil di berbagai daerah. Peran mereka tidak hanya sebagai produsen, tetapi juga sebagai penjaga kestabilan ekonomi pedesaan. Di wilayah seperti Desa Bantarkawung, pertanian padi menjadi penggerak utama roda ekonomi masyarakat. Namun, keberadaan mereka sering kali luput dari prioritas dalam perumusan kebijakan.
Pembangunan pertanian suatu daerah tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, perluasan lapangan kerja, peningkatan taraf hidup petani serta peningkatan kesejahteraan.
Kemampuan sektor pertanian untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga petani tergantung pada tingkat pendapatan usahatani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri.
Dengan demikian, tingkat pendapatan usahatani, disamping merupakan penentu utama kesejahteraan rumah tangga petani, juga muncul sebagai salah satu faktor penting yang mengkondisikan pertumbuhan ekonomi (Soekartawi, 2003).
Dalam ketahanan pangan masyarakat petani padi tentu ada tantangan yang dihadapi: Pertama, petani menghadapi kesulitan dalam mengakses sarana produksi seperti benih unggul, pupuk, dan alat mesin pertanian. Sartika (2015) mencatat bahwa distribusi pupuk bersubsidi masih belum merata.
Kedua, petani sering bergantung pada tengkulak karena lemahnya akses ke pasar. Hal ini menyebabkan harga jual yang tidak menguntungkan (Rustiadi et al., 2020).
Ketiga, perubahan iklim yang menyebabkan ketidakpastian musim tanam menjadi ancaman besar bagi ketahanan produksi (Nugroho et al., 2019).
Keempat, alih fungsi lahan sawah ke perumahan dan industri terus meningkat setiap tahun (Kusnadi, 2012). Kelima, pengalaman, rata-rata petani dilapangan, sudah begitu lama dalam melakukan usahatani yang dilakukan mulai turun temurun yang telah menjadi bagian dari kearifan lokal di daerah tersebut. Pekerjaan sebagai petani merupakan mata pencaharian utama dalam memenuhi sandang pangan keluarga.
Strategi pemberdayaan yang dapat dilakukan meliputi: Pertama, penguatan kelembagaan petani, kelompok tani perlu difungsikan sebagai institusi ekonomi dan sosial yang kuat, tidak hanya sebagai penerima bantuan (Mawardi, 2016).
Kedua, peningkatan kapasitas dan literasi teknologi, pelatihan intensif tentang manajemen usaha tani dan adaptasi teknologi seperti varietas tahan cekaman iklim perlu diperluas (Hermanto et al., 2018).
Ketiga, akses permodalan yang inklusif, skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian harus lebih mudah dijangkau dengan pendampingan (Rahardjo, 2014).
Keempat, kebijakan pro-petani, peran serta petani dalam merumuskan kebijakan sangat diperlukan agar kebijakan yang diterapkan bersifat aplikatif, tidak top-down dan sesuai dengan kebutuhan lapangan (Putri & Anindita, 2017).