“Itu baru yang tampak, yang tidak terlaporkan mungkin lebih banyak lagi,”
PanturaNews (Tegal) - Alokasi anggaran untuk penanganan kasus kekerasan seksual ini sudah habis. Tentu saja masalah ini sangat prihatin. Penanganan masih memiliki banyak keterbatasan, seperti keterbatasan SDM dan minimnya anggaran.
Hal itu terungkap saat Kepala UPTD PPA Dinas Pengendalian Pendudukan dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKB2PA) Kota Tegal, Gina Marliana dari dalam sesi Podcast DPRD Kota Tegal, kemarin.
Pada Podcast DPRD Kota Tegal ini, juga menghadirkan Anggota DPRD Kota Tegal dari Fraksi PKS, Hj. Erni Ratnani, S.E., M.M sebagai narasumber. Karena itu, dia bersama fraksinya akan mengusulkan penambahan anggaran untuk diprioritaskan.
Gina Marliana menjelaskan, jumlah kekerasan seksual di Kota Tegal mencapai 32 kasus. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual ada sebanyak 16 kasus dengan rata-rata korban dan pelaku dari kalangan anak-anak sekolah, usia 13-15 tahun.
“Itu baru yang tampak di permukaan, kasus-kasus yang tidak terlaporkan pun mungkin lebih banyak lagi,” ujarnya.
Pihak DPPKB2PA mengakui perlunya peran keluarga dalam menanamkan nilai-nilai positif untuk menekan angka kekerasan seksual. Ia sendiri mengakui pihaknya masih memiliki banyak keterbatasan, seperti keterbatasan SDM dan minimnya anggaran.
"Alokasi anggaran untuk penanganan kasus kekerasan seksual ini sudah habis. Pernah ada kasus dimana korban perlu dilakukan visum, tetapi tidak bisa dilfasilitasi karena anggaran habis," ungkapnya.
Fakta itu mengusik keprihatinan Anggota DPRD Kota Tegal Fraksi PKS, Erni Ratnani. "Tentu saja prihatin, apalagi saya juga seorang ibu," kata Erni.
Lebih lanjut Erni mengungkapkan, melihat kenyataan ini kadang nyesek, sudah jadi korban, tapi kebijakan anggaran tidak berpihak. Sebisa mungkin, pihaknya akan kawal ini, agar kasus-kasus seperti ini bisa ditekan, terutama bagaimana memulihkan mental dan kondisi psikologis.
Erni Ratnani sendiri sering mendapat banyak curhat dari masyarakat, diantara persoalan yang terjadi adalah seringnya konflik suami istri yang berdampak anak jadi tidak terurus, anak jadi minder sampai hilang kepercayaan dirinya. Semua itu bisa menjadi pemicu adanya kekerasan.
Menurut Erni, keterbukaan dalam keluarga itu akan menumbuhkan kepercayaan. Kontrol orangtua dalam penggunaan gadget yang dimiliki anak juga perlu menjadi perhatian, sebab pemicu kekerasan seksual salah satunya sering terjadi dari media sosial.
Demikian juga kasus bullying, pelecehan, koleksi video tak pantas, itu terjadi karena lemahnya pengawasan orangtua. "Yang menyedihkan, kekerasan ini tidak hanya terjadi anak laki-laki, anak perempuan pun juga mengalami hal yang sama," ujarnya.
Erni menyampaikan pemerintah tidak boleh tinggal diam. Salah satunya dengan mengusulkan penambahan anggaran untuk penguatan ketahanan keluarga, agar tidak lagi terjadi kasus kekerasan di Kota Tegal.
"Kita perlu tunjukkan pentingnya mengokohkan fondasi keluarga yang dimulai dari rumah. Menguatkan kembali peran orangtua. Sudah menjadi tugas bersama, kasus-kasus tersebut bisa dicegah sedini mungkin, atau memberikan pendampingan agar kasus tersebut bisa diselesaikan," pungkasnya.