Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Brebes 2024 menghadirkan dinamika politik yang tidak biasa, terutama dengan munculnya narasi-narasi negatif yang ditujukan kepada calon tunggal, Paramitha Widya Kusuma yang.berpasangan dengan Wurja.
Sebagai satu-satunya calon bupati perempuan, Paramitha tidak hanya berhadapan dengan tantangan politik, tetapi juga stigma sosial yang meremehkan peran perempuan dalam kepemimpinan.
Ungkapan seperti "bosen wadon maning" (bosan perempuan lagi) dan ajakan mendukung gerakan kotak kosong menjadi isu yang kerap terdengar.
Namun, di tengah berbagai sentimen ini, masyarakat Brebes perlu lebih bijak dan melihat lebih jauh rekam jejak serta kontribusi nyata yang telah diberikan oleh Paramitha Widya Kusuma. Narasi negatif dan gerakan kotak kosong seharusnya tidak mengaburkan fakta bahwa Paramitha adalah pemimpin yang sudah terbukti bekerja untuk rakyat.
1. Tantangan Narasi “Bosen Wadon Maning".
Ungkapan “bosen wadon maning” bukanlah kritik yang berdasar pada kinerja, melainkan sentimen gender yang meremehkan kemampuan perempuan dalam memimpin. Narasi ini sering kali dimanfaatkan untuk membangun persepsi negatif, seolah-olah kepemimpinan perempuan tidak membawa perubahan.
Namun, perlu diingat bahwa kualitas seorang pemimpin tidak ditentukan oleh jenis kelamin, melainkan oleh kemampuan dan kepeduliannya terhadap masyarakat. Paramitha Widya Kusuma telah membuktikan bahwa kepemimpinan perempuan dapat memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Sebagai anggota DPR RI, ia telah menggulirkan berbagai program bantuan yang dirasakan langsung oleh rakyat Brebes. Mulai dari program listrik gratis, bedah rumah untuk keluarga tidak mampu, bantuan pompa air bagi petani, hingga pembangunan infrastruktur. Ini adalah bukti nyata bahwa Paramitha bekerja untuk rakyat, terlepas dari narasi negatif yang beredar.
2. Ajakan Gerakan Kotak Kosong: Antara Protes dan Pilihan Bijak.
Gerakan kotak kosong sering kali muncul sebagai bentuk protes dalam pilkada yang hanya diikuti satu pasangan calon. Namun, perlu dipahami bahwa memilih kotak kosong bukanlah solusi untuk perubahan. Justru, gerakan ini dapat menghambat proses demokrasi yang seharusnya menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menentukan pemimpinnya.
Ajakan mendukung gerakan kotak kosong pada Pilkada Brebes 2024, khususnya karena satu-satunya calon adalah perempuan, menunjukkan ketidakpuasan yang didasari sentimen personal, bukan penilaian objektif terhadap kinerja dan visi calon. Masyarakat Brebes harus mempertimbangkan bahwa dengan memilih kotak kosong, mereka hanya menyia-nyiakan hak pilih yang seharusnya digunakan untuk memilih pemimpin yang berkomitmen dan mampu bekerja untuk mereka.
3. Rekam Jejak Paramitha Widya Kusuma: Pemimpin yang Sudah Terbukti.
Di tengah narasi negatif dan ajakan mendukung gerakan kotak kosong, rekam jejak Paramitha Widya Kusuma berbicara lebih banyak. Program-program bantuan yang telah ia jalankan menunjukkan kepeduliannya pada masyarakat miskin, petani, pelaku UMKM, dan pendidikan. Ketika masyarakat membutuhkan bantuan, Paramitha hadir dengan solusi nyata.
Sebagai calon bupati, Paramitha membawa visi pembangunan yang inklusif, peduli terhadap kebutuhan masyarakat, dan berfokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat Brebes. Ia bukan hanya menawarkan janji, tetapi juga bukti bahwa ia bisa berbuat dan bekerja untuk Brebes. Pilihannya untuk terus mengabdi meskipun dihadapkan pada berbagai narasi negatif menunjukkan keteguhannya sebagai pemimpin.
4. Pentingnya Memilih Berdasarkan Fakta, Bukan Narasi.
Masyarakat Brebes harus mampu memilah informasi yang beredar, khususnya yang bersifat provokatif dan menjatuhkan. Pilkada adalah kesempatan penting untuk memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan. Mengabaikan calon dengan rekam jejak yang terbukti hanya karena sentimen gender atau tekanan kelompok tertentu adalah langkah yang tidak bijak.
Dalam menentukan pilihan, sebaiknya masyarakat lebih mengedepankan penilaian objektif terhadap kinerja dan visi calon. Paramitha Widya Kusuma telah menunjukkan bahwa ia mampu dan berkomitmen untuk membangun Brebes. Pilihan masyarakat harus didasarkan pada siapa yang bisa membawa perubahan nyata, bukan berdasarkan narasi yang tidak berdasar.