Webinar
PanturaNews (Tegal) — Sampah, terutama sampah plastik masih menjadi permasalahan di Indonesia. Meski di sejumlah daerah sudah diberlakukan larangan penggunaan plastik sekali pakai, keberadaan sampah plastik masih menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang bisa berdampak pada lingkungan sehingga diperlukan solusi menyeluruh untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Hal itu mengemuka dalam Webinar Yok Yok Ayok! Daur Ulang dengan topik “Apakah Tempat Pembuangan Akhir Tanpa Sampah Plastik di Indonesia Dapat Dicapai dengan Adanya Larangan Plastik Sekali Pakai? Pentingnya Peran Pemerintah Daerah", Selasa (1/12).
Direktur Kemasan Group Wahyudi Sulistya berpendapat, kebijakan Pelarangan Penggunaan Plastik Single-Use belum tentu mempengaruhi pengurangan sampah plastik di TPA. "Sudah ada larangan sampah plastik, tapi kenapa sampah di TPA masih menggunung. Apa yang salah? Ini yang harus dicari," ujar dia.
Menurut dia, pencegahan sampah plastik agar tidak sampai di TPA harus dilakukan secara menyeluruh. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi seperti sudah dilakukan di luar negeri.
"Pengelolaan sampah semua ada teknologinya, bisa dikopi paste, tinggal mau atau tidak. Kesadaran masyarakat kita juga penting. Sudah ada yang sadar tapi pengambilan sampahnya kembali tercmpur. Di sinilah waste management penting," tandasnya.
Ketua Nasional Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Prispolly Lengkong, mengatakan, belum ada dampak signifikan dari ada kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai di sejumlah daerah. "Kenyataan di lapangan, sampah-sampah plastik masih banyak," kata pria yang kesehariannya dekat dengan aktivitas di TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat ini.
Meksi demikian, diakui Prispolly, jika semua daerah menerapkan larangan penggunaan plastik, maka akan berdampak pada nasib para pemulung yang hidupnya bergantung pada sampah. Untuk itu, dia meminta ada solusi dari pemerintah, perusahaan dan masyarakat dalam mengurangi sampah TPA namun tetap memperhatikan keberadaan para pemulung.
"Ini menjadi PR pemerintah. IPI sendiri juga sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi sampah di TPA Bantar Gebang dengan memilah dan mengolahnya yang melibatkan lebih dari 6000 pemulung," ujarnya.
Wakil Wali Kota Tegal, Mohamad Jumadi mengatakan, setiap hari warga Kota Tegal memproduksi 250 ton sampah. Dari jumlah itu, 30 persen di antaranya adalah sampah plastik.
”Terdapat juga sebesar 214 ton total timbunan sampah di TPAS, serta 16 ton volume sampah anorganik. Yang dikirim ke industri daur ulang hanya 10 persen. Sisanya dikirim ke TPA. Artinya masih ada problem dalam pengelolaan sampah," kata dia.
Menurut Jumadi, penyelesaian masalah sampah plastik harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari hulu ke hilir dengan melibatkan semua pihak. Menurutnya, solusi permasalahan itu tidak bisa hanya dari satu sisi saja, seperti pelarangan sampah plastik sekali pakai.
"Di Kota Tegal tidak ada kebijakan larangan penggunaan plastik, karena kalau dilarang, apa penggantinya? Memang bisa kita hidup tanpa plastik? Jadi perlu solusi menyeluruh agar pengelolaan sampah bisa diselesaikan di tingkat rumah tangga dan di TPS dan menghasilkan sircular economy. Sehingga hanya sampah-sampah residu yang tidak bisa diolah saja yang dibuang ke TPA," kata Jumadi.
Jumadi mengatakan, Pemkot Tegal berkomitmen terhadap pengelolaan sampah dan lingkungan hidup. Hal itu antara lain diimplementasikan melalui Peraturan Daerah Nomor 4 Nomor 2019 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Rumah Tangga dan Peraturan Wali Kota Nomor 32 Tahun 2019 tentag Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Rumah Tangga.
Selain itu, kata Jumadi, sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah di 21 TPS dilakukan dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), dan pemanfaatan sampah kantong keresek untuk bahan baku sepatu dan kerajinan lainnya. "Kami juga sudah memanfaatkan sampah plastik untuk digunakan sebagai aspal jalan," ungkapnya.
Jumadi mengatakan, pihaknya juga melakukan terobosan dalam pengelolaan sampah yakni dengan mempersiapkan mesin predator sampah yang hasilnya bisa dijadikan briket untuk industri. Rencananya alat ini sudah ada di Kota Tegal pada pertengahan Desember.
"Di samping upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak lain, setiap warga juga perlu meningkatkan kesadaran bagaiaman memilah sampah rumah tangganya," pungkasnya.