Jumat, 20/06/2025, 13:42:51
Sopir Dikriminalisasi, Mafia ODOL Dilindungi?
LAPORAN TAKWO HERIYANTO

Aksi ribuan sopir truk di berbagai daerah di Indonesia yang menolak penindakan kendaraan Over Dimension dan Over Loading (ODOL) masih marak terjadi hingga kini, mencerminkan ketegangan yang belum mereda antara pelaku usaha angkutan dan kebijakan pemerintah.

Mereka menilai bahwa kebijakan yang diterapkan pemerintah justru menyasar para pekerja lapangan yang tidak punya kuasa menentukan muatan dan dimensi kendaraan. 

Ironisnya, pihak-pihak yang sesungguhnya di balik praktik ODOL justru seolah tak tersentuh hukum. Maka pertanyaan besar pun muncul, apakah sopir sengaja dikriminalisasi, sementara mafia ODOL dilindungi?

Siapa yang Diuntungkan dari ODOL?

ODOL bukanlah sekadar pelanggaran teknis lalu lintas. Di balik praktik itu, ada ekosistem industri yang cacat, perusahaan pemilik truk ingin menekan biaya logistik, pemilik barang menuntut efisiensi, sementara sopir sebagai ujung tombak pengangkutan dipaksa memikul risiko di lapangan. Ketika terjadi penindakan, hanya sopir yang diseret ke pengadilan, sementara aktor-aktor besar di balik layar tetap aman di balik meja.

Banyak dari mereka bahkan dipaksa menandatangani surat tanggung jawab penuh saat kendaraan kedapatan melanggar aturan. Apakah ini keadilan?

Negara Menindak, Tapi Tidak Menata

Pemerintah berdalih bahwa penindakan ODOL dilakukan demi keselamatan publik dan perlindungan infrastruktur. Tapi bagaimana bisa kebijakan dikatakan adil jika hanya menghukum pekerja bawah dan mengabaikan reformasi total sistem logistik nasional?

Penindakan seharusnya diiringi langkah serius untuk membongkar rantai mafia ODOL, misalnya dari perusahaan transportasi nakal, oknum-oknum berseragam yang minta jatah alias pungutan liar, pemilik barang yang menekan ongkos, hingga calo-calo di lapangan yang “mengatur” lolosnya truk-truk ODOL lewat jalan belakang. Tanpa itu, pemerintah hanya menambah penderitaan bagi mereka yang paling lemah dalam struktur industri ini.

Demo sopir truk bukan sekadar keluhan operasional, melainkan simbol dari betapa timpangnya sistem yang berlaku. Mereka menuntut tarif angkut yang manusiawi, perlindungan kerja yang layak, dan keadilan dalam penegakan hukum. 

Penindakan ODOL yang dilakukan tanpa menyentuh aktor besar hanya akan memperkuat persepsi publik bahwa hukum di negeri ini masih tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Mendesak Jalan Tengah yang Adil

Pemerintah perlu membuka ruang dialog yang setara dengan semua pemangku kepentingan, sopir, perusahaan angkutan, pemilik barang, dan asosiasi logistik. Transisi menuju zero ODOL harus dilakukan secara bertahap, terukur, dan berpihak pada keadilan sosial. Tanpa itu, demonstrasi akan terus bergulir, dan kepercayaan publik terhadap negara akan terus merosot.

Siapa yang Sebenarnya Dilindungi?

Kita tidak bisa membenarkan ODOL. Tapi kita juga tidak bisa membiarkan pekerja kasar menanggung beban kesalahan struktural yang dibiarkan tumbuh puluhan tahun. Negara harus memilih, menjadi pembela keadilan atau justru pelindung para pelaku utama ODOL yang sesungguhnya. Karena jika hukum hanya ditegakkan untuk menakut-nakuti sopir, maka negara sedang menciptakan ketidakadilan yang jauh lebih berbahaya dari ODOL itu sendiri.


 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita