PENDIDIKAN di Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan besar melalui hadirnya Kurikulum Merdeka, yang memberikan fleksibilitas lebih dalam proses belajar-mengajar.
Dengan prinsip "bebas belajar", kurikulum ini memberi ruang bagi siswa untuk mengembangkan diri sesuai minat dan bakat masing-masing, sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak membebani.
Seperti dijelaskan dalam jurnal oleh Shofia Hattarina et al. (2022), pembelajaran dalam lingkungan yang menyenangkan berdampak positif pada berbagai aspek perkembangan siswa. Lingkungan seperti ini mendorong munculnya emosi positif yang berperan penting dalam membangun motivasi dan inspirasi belajar.
Dengan fleksibilitas belajar, siswa mampu belajar dalam jangka waktu yang lebih lama dan memiliki ketertarikan yang lebih besar terhadap materi yang disampaikan. Ketika dihadapkan pada tantangan, mereka tidak mudah bosan atau putus semangat, sehingga ide-ide kreatif pun mengalir dengan lebih mudah.
-Perubahan Paradigma Belajar: Dari Hafalan ke Pemahaman
Kurikulum Merdeka membawa perubahan paradigma belajar yang signifikan dibandingkan kurikulum sebelumnya, seperti Kurikulum 2013. Jika dulu pendekatan pembelajaran cenderung berfokus pada hafalan dan penyeragaman materi, kini Kurikulum Merdeka lebih menekankan pada pemahaman konsep, penyesuaian dengan minat siswa, dan pembelajaran bermakna.
Dalam Kurikulum Merdeka, "peserta didik tidak lagi 'dibebankan' untuk memahami pelajaran yang bukan minat atau prioritas bakat lahiriahnya" (Syarif Hidayatullah et al., 2023). Selain itu, pendekatan berbasis proyek, studi kasus, dan pembelajaran kontekstual menggantikan pendekatan satu arah berbasis hafalan (Koni Olive Tunas & Pangkey, 2024).
Kurikulum Merdeka membawa perubahan paradigma belajar yang signifikan dibandingkan kurikulum sebelumnya, seperti Kurikulum 2013. Jika dulu pendekatan pembelajaran cenderung berfokus pada hafalan dan penyeragaman materi, kini Kurikulum Merdeka lebih menekankan pada pemahaman konsep, penyesuaian dengan minat siswa, dan pembelajaran bermakna.
Dalam Kurikulum Merdeka, "peserta didik tidak lagi 'dibebankan' untuk memahami pelajaran yang bukan minat atau prioritas bakat lahiriahnya" (Syarif Hidayatullah et al., 2023). Selain itu, pendekatan berbasis proyek, studi kasus, dan pembelajaran kontekstual menggantikan pendekatan satu arah berbasis hafalan (Koni Olive Tunas & Pangkey, 2024).
-Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) Sebagai Wadah Kreativitas
Salah satu aspek menarik dari kurikulum ini adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Dalam proyek ini, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga diterjunkan langsung dalam praktik untuk menerapkan apa yang mereka pelajari.
Mereka bisa bekerja sama dalam proyek lingkungan, menciptakan ide bisnis sosial, atau mempromosikan budaya lokal melalui berbagai bentuk media yang mereka ciptakan sendiri. Ini memberi kesempatan bagi siswa untuk berkreasi dan belajar sambil beraksi.
Menurut jurnal, "Kurikulum Merdeka mengantongi beberapa karakteristik, seperti peningkatan soft skill dan karakter melalui proyek penguatan profil pelajar Pancasila" (Tunas & Pangkey, 2024).
Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara, yaitu menjadikan anak didik sebagai manusia utuh yang akrab dengan lingkungan dan budayanya (Syarif Hidayatullah et al., 2023). P5 juga mengintegrasikan pembelajaran lintas mata pelajaran yang memberi ruang eksplorasi luas bagi siswa untuk berkreasi sesuai minat.
-Guru sebagai Fasilitator Inovatif dalam Pembelajaran Merdeka
Peran guru sebagai pengarah dan fasilitator sangat penting dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Guru didorong untuk menjadi lebih inovatif dalam menyusun pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa. Dengan pendekatan yang lebih personal dan berbasis pada potensi individu, siswa dapat lebih aktif dalam terlibat dalam proses belajar yang lebih dinamis.
Guru diberi kebebasan dalam menyusun modul ajar, memilih metode, dan menilai hasil belajar berdasarkan konteks masing-masing. “Guru memiliki otonomi untuk memilih metode dan materi pengajaran yang paling setrurut dengan kebutuhan siswa” (Tunas & Pangkey, 2024).
Guru dituntut menjadi inovator, bukan sekadar pelaksana kurikulum. Hal ini menuntut kreativitas, keberanian, dan ketajaman dalam membaca kebutuhan peserta didik. Dalam konteks ini, “metode yang berharap banyak pada kesadaran individu peserta didik menurut Ki Hajar merupakan cara mengantarkan bangsa Indonesia pada kemerdekaan yang sejati” (Syarif Hidayatullah et al., 2023).
-Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka di Lapangan
Namun, meskipun Kurikulum Merdeka menawarkan banyak manfaat, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, seperti kesiapan para guru, fasilitas yang mendukung, serta pemahaman yang lebih dalam mengenai implementasi kurikulum ini di lapangan. Namun, dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan para pendidik, Kurikulum Merdeka memiliki potensi untuk membawa perubahan positif dalam pendidikan di Indonesia.
Sebagian guru masih bingung memilih antara Kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan Kurikulum Merdeka, terutama di masa transisi awal (Syarif Hidayatullah et al., 2023). Selain itu, Kurikulum Merdeka "benar-benar membutuhkan guru-guru super kreatif dan profesionalitas tinggi untuk menunjang keberhasilan pengaplikasiannya" (Syarif Hidayatullah et al., 2023).
Kendala lain mencakup keterbatasan akses terhadap sumber belajar, kurangnya pelatihan, serta ketimpangan antar satuan pendidikan. Meski memiliki konsep yang fleksibel, keberhasilan Kurikulum Merdeka sangat ditentukan oleh dukungan sistemik dan kesiapan lapangan.
Pada akhirnya, Kurikulum Merdeka bukan hanya soal mengganti sistem pendidikan yang ada, tapi juga membuka peluang baru bagi kreativitas siswa. Belajar menjadi lebih berarti ketika siswa dapat menciptakan karya, berpikir kritis, dan mengembangkan potensi diri mereka dalam dunia yang terus berubah.
Kurikulum Merdeka hadir sebagai upaya menjawab tantangan zaman dan memberi ruang kebebasan belajar yang lebih besar bagi guru dan siswa. Dengan penekanan pada fleksibilitas, pemahaman, dan kebermaknaan, kurikulum ini diyakini dapat membentuk generasi yang adaptif, kreatif, dan berkarakter.
“Kurikulum Merdeka merupakan suatu pencetus pendidikan teladan yang sesuai dengan keadaan masa kini, dengan tujuan mempersiapkan generasi muda Indonesia menghadapi kehidupan yang tangguh, cerdas, imajinatif, dan teguh pada nilai-nilai bangsa” (Tunas & Pangkey, 2024).
Harapannya, Kurikulum Merdeka bukan hanya menjadi kebijakan temporer, tetapi menjadi fondasi kuat bagi sistem pendidikan yang lebih manusiawi dan kontekstual di masa depan.