FENOMENA anak putus sekolah sudah menjadi suatu permasalahan yang sering terjadi di dalam dunia pendidikan. Fenomena tersebut secara umum sering terjadi di Indonesia maupun di Kabupaten Brebes sendiri khususnya.
Berdasarkan Fenomena tersebut, Imron (2014) berpendapat bahwa putus sekolah adalah siswa yang dinyatakan telah keluar dari sekolah yang bersangkutan sebelum waktu yang telah ditentukan atau sebelum dinyatakan lulus dan mendapat ijazah dari sekolah.
Menurut sumber data Dindikpora Kabupaten Brebes tahun 2018, sebanyak 2.585 Anak putus sekolah dasar, 5.909 anak putus sekolah menengah, dan 2.101 anak putus sekolah menengah atas. Selain itu, menurut sumber data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Brebes, tahun 2018 sebanyak 17.420 anak di 17 kecamatan putus sekolah.
Salah satu penyebab tingginya angka anak putus sekolah pada usia wajib belajar, yaitu adanya kendala pada peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia, meskipun pemerintah menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, namun tidak semua anak di Brebes mendapatkan layanan pendidikan yang memadai.
Penyebab anak putus sekolah menurut Millen Kaufman dan Whitener yaitu karena adanya faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang disebabkan diluar pribadi anak, semisal karena pengaruh orang tua disebabkan kondisi ekonomi yang memburuk, kurangnya perhatian orang tua, perselisihan keluarga atau disfungsi rumah, atau kondisi lingkungan yang tidak mendukung seperti jarak rumah dan sekolah yang jauh.
Faktor internal adalah faktor yang disebabkan oleh kepribadian anak, karena anak malas dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain game, mereka menjadi kurang tertarik untuk belajar, kurang senang pergi ke sekolah, dan akhirnya berhenti sekolah. (Budi Lestari, Kurniawan dan Bayu aldi 2020).
Selain itu kurangnya dukungan orang tua, kurangnya biaya sekolah, pengalaman kekerasan dan perundungan, dan adanya persepsi keliru tentang pendidikan pada sebagian masyarakat dan juga sebagian keluarga berpandangan bahwa pendidikan tidak terlalu penting serta penyakit fisik dan kecacatan yang teridentifikasi melalui pendataan sistem informasi pembangunan berbasis masyarakat (SIPBM) juga menjadi penyebab anak putus sekolah.
Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terutama di bidang pendidikan dapat dilihat dari angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, sebagai bagian dari usaha kaitannya dengan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terutama di bidang pendidikan dan melihat pentingnya peran pendidikan dalam menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
Maka pemerintah Kabupaten Brebes menghadirkan program Gerakan Kembali Bersekolah (GKB), yang merupakan gerakan lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan guna memperkuat kepentingan terbaik bagi anak.
Gerakan Kembali Bersekolah (GKB) yaitu kegiatan yang inisiasi nya berasal dan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dengan tujuan untuk mengembalikan anak usia sekolah (7−18 tahun) yang sedang tidak sekolah atau putus sekolah agar dapat kembali bersekolah atau belajar di lembaga pendidikan formal, non-formal, maupun informal maka pemerintah terus mengupayakan perbaikan di bidang pendidikan dengan menjalankan berbagai program.
Salah satu program pemerintah mengenai pendidikan yaitu tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020−2024. Berlandaskan pada Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2000 pasal 34 ayat (1−3) Menjelaskan bahwa;
1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti wajib belajar.
2) Adanya jaminan pemerintah dan pemerintah daerah terhadap terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa adanya pungutan biaya.
3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, pemerintah, dan juga masyarakat. Sasaran wajar 12 tahun ini mencakup seluruh warga negara Indonesia khususnya yang berusia 7−18 tahun agar dapat mengenyam dan menuntaskan pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah
Selain dari program diatas peranan pemerintah daerah dalam menekan angka anak putus sekolah adalah dengan mengeluarkan kebijakan di bidang pendidikan, bantuan dana pendidikan, pemberian beasiswa pendidikan bagi masyarakat miskin, dan program bantuan siswa miskin (BSM), serta sosialisasi kepada masyarakat.
Apabila permasalahan pendidikan tersebut tidak dapat ditangani dengan benar dan sungguh-sungguh, maka akan menyebabkan dampak yang sangat besar dan dapat berimbas terhadap masyarakat sekitar bahkan pada negara.