Sidang: Beda Dengan BAP, Novel Diperingatkan Hakim
JOHA-Laporan Johari
Rabu, 26/02/2014, 09:33:59 WIB

Saksi Novel pada sidang kasus pencucian uang dengan terdakwa Parmanto (Foto: Johari)

PanturaNews (Tegal) - Sidang lanjutan kasus pencucian uang dengan terdakwa bos showroom mobil ‘Wijaya Motor’, H. Parmanto (58) warga Jalan Sumbing Nomor 10, Kelurahan Panggung, Kota Tegal, Jawa Tengah, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tegal, dengan agenda keterangan saksi kunci, Novel Fatrio, Rabu 26 Pebruari 2014.

Kehadiran saksi Novel Fatrio, ditunggu oleh banyak pihak dengan harapan lebih banyak lagi yang terkuak soal kredit fiktif dan pencucian uang. Sayang hal itu tidak dilakukan oleh Novel, bahkan ia lebih banyak menguak kebobrokan system di Bank Bukopin. Diantaranya, praktek ‘Gali Lobang Tutup Lobang’ yakni tutup kredit macet dengan cara menunda pelunasan kredit KPTR.

Sebelum Novel menjelaskan lebih jauh, terlebih dahulu ketua majeleis hakim  menanyakan lebih dahulu mana antara kredit fiktif dengan menunda pelunasan. Menurut  Novel, lebih dahulu menunda pelunasan. Karena dana dari menunda pelunasan KPTR digunakan untuk menutup kredit macet. Praktek itu berlangsung sejak 2007-2009, atas kebijakan pimpinan lama yakni Edi Junaedi. Sehingga Bank Bukopin Tegal mendapat predikat bank terbaik, karena nol kredit macet dan itu dilakukan simultan.

“Jadi gali lobang tutup lobang, tercatat ada sekitar 7 perusahan yang menunggak dengan nilai sekitar Rp 19 miliar, kredit macet itu ditalangi dengan uang hasil menunda pelunasan,” kata Novel.

Lebih jauh menurut Novel, dari tiga kredit fiktif yakni Rp 6,8 M, Rp 7 M dan Rp 11,6 M, sesuai yang didakwakan baik kepada dirinya maupun kepada terdakwa H Parmanto, terkuak yang Rp 11,6 M sudah dilunasi oleh PG Sumber Harjo. Namun saat pelunasan itu sudah diaudit oleh internal, sehingga datanya pelunasan belum masuk.

“Kalau kredit yang Rp 11,6 M itu sudah lunas pak hakin, pelunasan dilakukan setelah di audit sehingga data  belum masuk ke tim audit,” terang Novel.

Sedangkan kredit fiktif yang Rp 6,8 M dan Rp 7 M, memang diakui oleh Novel, dengan cara memalsukan tanda tangan. Kredit fiktif itu atas sepengatahuan tim yang terdiri dari Umar Syarif, Herdianto, Kartono dan Catur. Sedangkan pencairannya dengan cara meminjam KTP pengurus KPTR, meski  akhirnya diakaui juga bahwa  ia yang mencairkan. Dana kredit fiktif  sebesar Rp 13,8 M itu, dijadikan ‘Kapal Pecah’ sebagian masuk ke rekening H Parmanto.

“Dana kredit fiktif KPTR Reksa Jaya, sebesar Rp 3 M lebih dicairkan oleh Umar Syarif, untuk melunasi KPTR Mulia sebesar Rp 160 juta karena sebelumnya Umar Syarif menunda pelunasan KPTR Mulia sebesar Rp 160 juta,” ungkap Novel.

Terkait H Parmanto bisnis bisnis gula fisik dan DO gula, dibenarkan oleh Novel, karena ia pernah membantu terdakwa untuk membeli gula sebanyak 130 ton dari PG Jatibarang, gula tersebut kondisinya basah. Novel juga membenarkan mengajak terdakwa untuk bisnis DO gula, meski belakangan DO gula yang didapat dari Novel adalah palsu. DO gula palsu itu pernah dibenarkan oleh saksi sebelumnya yakni H Fathudin, orang tua Novel selaku Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Tengah

“Kalau bisnis gula memang ada, soal bisnis DO gula tidak semuanya fiktif, ada yang benar dan ada yang fiktif,” ujarnya. 

Namun dari beberapa keterangan Novel , ada jawaban yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP) saat ia diperiksa di Polda Jateng. Tak ayal, ketua majelis hakim Bermen Sinurat SH didampingi hakim anggota Chairil Anwar SH MHum dan H Santhos WP SH MH, memperingatkan Novel untuk memberi keterangan yang benar.

“Dari catatan kami, ada tiga keterangan saksi yang tidak sesuai dengan BAP, diantaranya perbedaan tanggal, terdakwa marah-marah dan terdakwa tidak pernah ke PG, yang benar yang mana ini,” tanya ketua majleis hakim.

Seperti diberitakan PanturaNews sebelumnya, saat Novel Fatrio menjadi terdakwa, ia berapi-api mengatakan bahwa DO gula H Parmanto adalah fiktif.  DO gula itu untuk menaikan persyaratan lain, untuk mengajukan kredit di BII sebesar Rp 60 M.