Keseimbangan Antara Kecepatan dan Kehati-hatian: Menilai Langkah Awal Menkeu Purbaya
.
Senin, 13/10/2025, 19:10:45 WIB

Injeksi cepat bagus tapi kehati-hatian wajib dijaga

SETELAH dilantik pada tanggal 8 September 2025, Purbaya Yudhi Sadewa cepat menarik perhatian publik sebagai Menteri Keuangan baru. Tindakan tercepat yang sangat mencolok adalah keputusan mengenai penyuntikan likuiditas besar-besaran sebesar Rp200 triliun kepada bank nasional, termasuk bank syariah dan HimBara. 

Keputusan ini diambil untuk menjamin agar ekonomi terus bergerak di tengah situasi global yang belum stabil. Namun, di balik langkah cepat ini, muncul pertanyaan penting: apakah kecepatan juga diiringi dengan kehati-hatian?

-Respon awal Purbaya mendapatkan tanggapan positif dari Masyarakat. 

Berdasarkan survei yang dirilis oleh Radar Tuban pada September 2025, sekitar 85 persen masyarakat menyatakan puas terhadap kebijakan awal yang diambilnya. Angka ini menunjukkan adanya tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pendekatan yang digunakannya, sekaligus merupakan sinyal bahwa masyarakat menginginkan gaya kepemimpinan fiskal yang tegas namun realistis. 

Masyarakat menganggap gaya komunikasinya lebih langsung, berbeda dari gaya teknokratis pendahulunya, dan lebih mudah dipahami oleh publik umum. Hal ini membuat kebijakan fiskal tampak lebih dekat dengan masyarakat, bukan hanya sekadar angka di laporan keuangan negara.

Namun, kebijakan likuiditas yang besar membawa tantangan tersendiri. Bisnis Indonesia melaporkan bahwa pasar dan sektor riil mungkin belum sepenuhnya siap untuk menyerap dana sebesar itu. Jika penyaluran kredit perbankan tetap lesu, kelebihan likuiditas justru dapat menimbulkan risiko inflasi atau penggunaan dana yang tidak efektif. 

Pada titik ini, keberanian fiskal harus sejalan dengan sistem pengawasan yang ketat. Jika tidak, penyuntikan likuiditas hanya akan terjebak di sektor perbankan tanpa benar-benar mendorong aktivitas usaha di masyarakat.

Purbaya juga menekankan bahwa kebijakan tersebut akan dievaluasi setiap tiga bulan, terutama terkait dengan keberlanjutan fiskal serta efisiensi dalam belanja publik. Pendekatan yang berbasis pada evaluasi berkala ini sangat penting karena menunjukkan adanya kehati-hatian dalam mengambil langkah, bukan hanya terfokus pada pencitraan kebijakan yang cepat.

Dalam kondisi ekonomi global yang berubah-ubah, strategi semacam ini memungkinkan penyesuaian agar kebijakan tetap fleksibel terhadap perubahan.

Salah satu langkah lain yang menarik perhatian adalah penilaian atas dana transfer ke daerah, termasuk rencana untuk mengevaluasi kembali alokasi anggaran yang diserahkan kepada DKI Jakarta jika keadaan ekonomi membaik. 

Menurut Antara News, langkah ini mencerminkan bahwa Kementerian Keuangan berusaha menjaga keseimbangan antara distribusi dan efektivitas penggunaan anggaran.

Di satu sisi, kebijakan ini memiliki potensi untuk memperbaiki pemerataan fiskal; di sisi lain, perlu pengawasan agar tidak munculkan ketidakseimbangan baru antarwilayah. Daerah dengan kapasitas fiskal yang rendah bisa semakin tertinggal jika mekanisme evaluasi tidak dilengkapi dengan formula kompensasi yang adil.

Sementara itu, keputusan Purbaya untuk tidak segera merubah kebijakan fiskal yang diteruskan dari Sri Mulyani patut diapresiasi. Sikap ini menunjukkan bahwa ia memahami pentingnya stabilitas dan kesinambungan dalam pengelolaan keuangan negara.

Pasar memerlukan kepastian, dan langkah hati-hati ini memberikan waktu untuk memahami sistem yang ada sebelum melakukan perubahan besar. Konsistensi ini sangat penting agar para investor tidak kehilangan arah di tengah peralihan kepemimpinan dalam ekonomi.

Namun, keberlanjutan tidak berarti berhenti berkembang. Tantangan utama bagi Purbaya adalah bagaimana mendistribusikan dana publik secara lebih efektif dan memberikan dampak langsung kepada masyarakat. Di tengah era digital dan ekonomi berkelanjutan, inovasi dalam kebijakan seperti pajak karbon, insentif untuk energi terbarukan, serta pembiayaan ramah lingkungan perlu segera diteliti. 

Apabila Kementerian Keuangan dapat beradaptasi dengan tren global tersebut, maka Indonesia dapat memperkuat posisi fiskalnya tanpa mengorbankan pembangunan yang berkelanjutan.

Selain aspek kebijakan ekonomi makro, transparansi serta komunikasi dengan publik menjadi faktor krusial dalam membangun kepercayaan masyarakat. Purbaya seringkali menjelaskan kebijakan fiskal dengan bahasa yang mudah dipahami di berbagai forum publik. 

Cara berkomunikasi ini berbeda dari pendekatan yang bersifat elit dan dapat menjadi modal sosial yang kuat. Dengan meningkatnya akses terhadap informasi, masyarakat dapat lebih memahami arah kebijakan negara dan merasa terlibat dalam proses pemulihan ekonomi.

Namun, komunikasi yang efektif perlu sejalan dengan pelaksanaan yang nyata. Tantangan selanjutnya adalah memastikan bahwa setiap kebijakan tidak hanya sekadar wacana. Publik menantikan bukti nyata bahwa anggaran yang dialokasikan benar-benar mencapai sektor produktif, menciptakan lapangan kerja, serta mengurangi beban hidup masyarakat. Pengawasan internal, audit keuangan, serta kerja sama dengan BPK perlu diperkuat agar transparansi tidak hanya menjadi sebuah jargon.

Dalam jangka panjang, harapan terhadap Purbaya juga tidak ringan. Dengan adanya defisit anggaran dan utang negara yang meningkat selama pandemi, ruang fiskal pemerintah menjadi terbatas. Oleh karena itu, strategi untuk memperluas basis pajak tanpa membebani masyarakat harus menjadi prioritas utama. Reformasi perpajakan yang mendukung UMKM, peningkatan literasi keuangan publik, serta kolaborasi dalam digitalisasi pajak dapat menjadi terobosan yang signifikan di era kepemimpinannya.

Kinerja Purbaya hingga saat ini menunjukkan semangat untuk mempercepat ekonomi yang dilengkapi dengan kesadaran akan pentingnya pengawasan. Namun, percepatan yang tidak diimbangi dengan kehati-hatian dapat berpotensi menjadi jebakan fiskal baru. Indonesia memerlukan Menteri Keuangan yang tidak hanya berani mengambil keputusan penting, tetapi juga sabar dalam menjaga keberlanjutan jangka panjang.

Kehati-hatian bukanlah tanda untuk melambat, melainkan untuk memastikan bahwa arah kebijakan tetap sesuai. Jika Purbaya mampu menyeimbangkan akselerasi ekonomi dengan pengawasan fiskal yang kuat, langkah-langkah awalnya dapat menjadi fondasi yang solid bagi keberlanjutan ekonomi Indonesia. 

tengah situasi global yang penuh ketidakpastian, keseimbangan antara keberanian dan kehati-hatian adalah yang akan menentukan arah ekonomi bangsa di masa depan.