Kurikulum Merdeka sebagai Inovasi Pendidikan Abad ke-21
.
Sabtu, 31/05/2025, 23:30:32 WIB

PENDIDIKAN merupakan landasan utama dalam pembangunan suatu bangsa. Salah satu unsur pokok dalam sistem pendidikan adalah kurikulum yang berfungsi sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Di Indonesia, perubahan kurikulum bukanlah hal baru.

Kurikulum terus berkembang sebagai respons terhadap perubahan zaman, ilmu pengetahuan, dan kebutuhan masyarakat. Setelah sebelumnya menerapkan Kurikulum 2013, saat ini Indonesia tengah menerapkan Kurikulum Merdeka, sebuah model pembelajaran baru yang secara resmi mulai diterapkan secara lebih luas mulai tahun 2022 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Kurikulum Merdeka lahir sebagai respons terhadap berbagai tantangan pendidikan nasional, termasuk kesenjangan kualitas antar wilayah, keterbatasan kreativitas guru akibat tekanan administratif, serta sistem pembelajaran yang terlalu berfokus pada aspek kognitif semata.

Kurikulum sebelumnya dinilai terlalu padat, terstruktur kaku, dan kurang memberikan ruang bagi pengembangan karakter maupun penguatan kompetensi abad ke-21. Maka, melalui Kurikulum Merdeka, pemerintah ingin menghadirkan sistem pendidikan yang lebih fleksibel, relevan, dan kontekstual dengan kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.

Kurikulum Merdeka menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning), yang memungkinkan guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran dengan potensi, minat, dan kecepatan belajar masing-masing siswa.

Kurikulum ini juga memperkenalkan struktur baru yang disebut dengan fase pembelajaran, yaitu pembagian jenjang belajar berdasarkan rentang waktu tertentu, bukan per tahun ajaran seperti pada kurikulum sebelumnya. Ini memungkinkan siswa belajar dalam waktu yang lebih manusiawi, tanpa tertekan oleh target kurikulum tahunan yang ketat.

Komponen utama dalam Kurikulum Merdeka adalah Capaian Pembelajaran (CP), Tujuan Pembelajaran (TP), dan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). CP menggantikan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dari kurikulum sebelumnya, dan dirancang berdasarkan fase perkembangan peserta didik.

TP disusun oleh pendidik berdasarkan CP, sedangkan ATP adalah rangkaian tujuan pembelajaran yang tersusun secara logis dan sistematis. Kurikulum ini juga mengintegrasikan projek penguatan Profil Pelajar Pancasila sebagai bagian dari kegiatan belajar, yang bertujuan membentuk karakter dan nilai-nilai kebangsaan dalam diri peserta didik.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2022) menjelaskan bahwa “Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan bagi satuan pendidikan dan pendidik untuk merancang pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan konteks lingkungan masing-masing.” Dengan pendekatan ini, guru tidak hanya berfungsi sebagai penyampai materi, tetapi juga sebagai fasilitator dan pendamping proses belajar siswa.

Tentu saja, Kurikulum Merdeka memiliki sejumlah kelebihan yang menandai kemajuannya dibanding kurikulum sebelumnya.

Pertama, fleksibilitas yang tinggi memungkinkan sekolah menyesuaikan pembelajaran dengan kondisi lokal dan kemampuan peserta didik. Hal ini sangat bermanfaat, terutama bagi sekolah-sekolah di daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal).

Kedua, pengurangan beban materi memungkinkan siswa untuk memahami konsep secara lebih mendalam. Ketiga, penekanan pada karakter dan kompetensi abad 21, seperti berpikir kritis, kerja sama, dan kreativitas, lebih relevan dengan kebutuhan dunia masa kini.

Kelebihan lainnya adalah adanya penguatan nilai-nilai Pancasila melalui projek penguatan Profil Pelajar Pancasila. Siswa tidak hanya diajak untuk memahami materi pelajaran, tetapi juga diterapkan dalam bentuk aksi nyata yang berkaitan dengan isu-isu kontekstual seperti keberlanjutan lingkungan, kewirausahaan, hingga budaya lokal. Kegiatan ini juga membantu siswa mengembangkan empati, kepedulian sosial, dan sikap toleransi yang sangat penting dalam masyarakat yang majemuk.

Namun demikian, Kurikulum Merdeka bukan tanpa tantangan. Salah satu kekurangan utamanya terletak pada ketimpangan kesiapan satuan pendidikan. Banyak sekolah, terutama di daerah, masih mengalami keterbatasan fasilitas, infrastruktur digital, dan tenaga pendidik yang memahami kurikulum ini secara utuh.

Kompas (2023) melaporkan bahwa “sebagian guru di berbagai wilayah masih kesulitan dalam menyusun modul ajar, merancang asesmen formatif, dan menjalankan pembelajaran berbasis projek.” Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan dan pendampingan bagi guru masih menjadi kebutuhan mendesak dalam mendukung keberhasilan kurikulum ini.

Tantangan lain adalah perubahan paradigma yang cukup besar dalam sistem pembelajaran. Guru yang sudah terbiasa dengan metode konvensional sering kali kesulitan untuk beradaptasi dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan terbuka.

Di sisi lain, tidak semua peserta didik memiliki kesiapan belajar mandiri atau akses terhadap teknologi, terutama ketika pembelajaran menuntut kreativitas dan eksplorasi di luar buku teks.

Sebagai mahasiswa pendidikan, saya memandang Kurikulum Merdeka sebagai bentuk inovasi yang patut diapresiasi. Kurikulum ini menawarkan arah yang lebih holistik dan berkelanjutan, dengan tujuan membentuk generasi pelajar yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga kuat secara moral dan karakter.

Walaupun implementasinya masih menghadapi banyak tantangan, saya percaya bahwa dengan evaluasi yang berkelanjutan dan dukungan dari semua pihak, kurikulum ini akan menjadi fondasi penting dalam menciptakan masa depan pendidikan Indonesia yang lebih baik.