Merdeka Belajar, Merdeka Berkarya: Peluang dan Tantangan Kurikulum Merdeka Meningkatkan Kreativitas Siswa
.
Kamis, 15/05/2025, 16:24:48 WIB

DI era yang serba cepat dan penuh tantangan ini, dunia pendidikan dituntut untuk menghasilkan generasi yang bukan hanya pintar, tapi juga kreatif, adaptif, dan solutif.

Menjawab tantangan itu, lahirlah kurikulum merdeka, sebuah terobosan dari kementerian pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi yang menekankan kebebasan dalam proses belajar dan kebermaknaan dalam setiap pembelajaran.

Kurikulum merdeka hadir bukan hanya untuk mengubah struktur pelajaran, tapi juga untuk mengubah cara berpikir: dari yang sekadar menghafal, menjadi menciptakan. Namun, apakah kebebasan dalam belajar otomatis membuat siswa lebih kreatif? Jawabannya tidak sesederhana itu. Ada banyak peluang, tapi juga ada tantangan besar yang harus dihadapi.

Kurikulum merdeka mengacu pada Permendikbud ristek No. 5 Tahun 2022 yang memperkuat arah pendidikan melalui Profil Pelajar Pancasila. Enam karakter utama yang ingin dibentuk adalah: beriman, berkebinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif (Kemendikbudristek, 2022b).

Dengan pembelajaran berdiferensiasi dan projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5), kurikulum ini memberi ruang eksplorasi kepada siswa berdasarkan minat, gaya belajar, dan konteks lingkungan mereka. Peluang: kurikulum merdeka, ruang baru untuk kreativitas belajar yang personal dan bermakna tidak semua siswa belajar dengan cara yang sama.

Kurikulum merdeka menghargai keberagaman itu. Menurut Putri (2023), personalisasi pembelajaran dapat meningkatkan kreativitas karena siswa lebih termotivasi saat belajar sesuai dengan minat dan gaya mereka sendiri.

Kurikulum merdeka menghargai keberagaman itu. Menurut Santosa (2021), menyatakan bahwa personalisasi pembelajaran ini dapat memicu kreativitas karena siswa belajar sesuai minat, bukan tekanan. Projek P5 sebagai wadah ekspresi diri projek penguatan profil pelajar pancasila mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah nyata.

Misalnya, proyek kampanye lingkungan berbasis media sosial, yang bisa mengasah daya cipta siswa sejak dini. Peran guru sebagai fasilitator guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu. Mereka berperan sebagai pendamping siswa dalam eksplorasi. Ini membuat pembelajaran lebih aktif dan kreatif.

Guru juga memiliki peran yang penting dalam kurikulum merdeka. Mereka tidak lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu, tetapi lebih sebagai pendamping dan pembimbing. Hal ini membuat pembelajaran terasa lebih hidup dan terbuka.

Selain itu, kurikulum ini juga mendorong pentingnya pengembangan soft skills seperti berpikir kritis dan kreatif. Ini sejalan dengan laporan dari OECD (2023) yang menekankan pentingnya keterampilan abad ke-21 dalam dunia pendidikan masa kini.

Namun, dibalik semua peluang tersebut, ada beberapa tantangan yang masih harus dihadapi. Salah satunya adalah kesiapan guru dan siswa yang belum merata, banyak guru di lapangan belum sepenuhnya memahami pendekatan kurikulum merdeka.

Rahayu & Kusumawati (2023) mencatat bahwa pelatihan masih kurang merata, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Fasilitas yang belum memadai di semua sekolah di banyak sekolah, khususnya di daerah terpencil, keterbatasan sarana seperti laboratorium, internet, dan bahan ajar jadi kendala utama dalam menumbuhkan kreativitas (Rahayu & Kusumawati, 2023).

Penilaian kreativitas yang masih kabur kreativitas tidak bisa dinilai hanya dengan angka. Hidayatullah (2023) menekankan perlunya sistem penilaian formatif yang mengamati proses berpikir dan penciptaan siswa, bukan hanya hasil akhirnya.

Persepsi masyarakat yang masih kaku banyak orang tua masih berpikir bahwa nilai tinggi lebih penting daripada inovasi. Ini sering menjadi penghambat siswa dalam mengekspresikan ide-ide kreatif mereka secara bebas. Kurikulum Merdeka merupakan peluang besar untuk mengembangkan kreativitas siswa.

Pendekatannya yang fleksibel dan berpusat pada siswa memungkinkan terciptanya ruang belajar yang hidup, kolaboratif, dan inspiratif. Namun, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kesiapan guru hingga infrastruktur sekolah.

Agar kurikulum merdeka tidak hanya menjadi wacana, dibutuhkan sinergi antara sekolah, guru, siswa, orang tua, dan pemerintah. Dengan dukungan yang tepat, kita bisa mewujudkan cita-cita pendidikan yang benar-benar merdeka untuk belajar dan berkarya.