![]() |
|
|
PanturaNews (Tegal) - Dua tokoh Tegal, Jawa Tengah, ini memberikan hadiah istimewa, lain dari hadiah pada umumnya, pada Ulang Tahun ke 61 Politisi PKS, Dr. H. Abdul Fikri Faqih yang saat ini menjabat Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
Tokoh dan Budayawan ini yakni Dr. H. Maufur (Rektor Universitas Bhamada Slawi Kabupaten Tegal, Presiden Tegalerin, mantan Wakil Walikota Tegal, dan penulis buku) dan H. Atmo Tan Sidik (Budayawan Pantura, aktivis literasi dan penulis buku).
Hadiah istimewa yang diberikan H. Maufur dan H. Atmo memang lain dari pada yang lain, yakni berupa “Wangsalan Tegalan” kepada H. Fikri yang ulang tahunnya pada 17 Juli. Wangsalan ini dibacakan dalam forum Kemitraan DPR RI dan Kemendikbudristek ‘Sosialisasi Sistem Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI) di Hotel Bahari Inn Kota Tegal, Kamis 18 Juli 2024.

“Sedianya wangsalan akan dibacakan langsung dihadapan Pak Fikri. Tapi karena beliaunya tidak hadir, maka dibacakan di depan forum oleh Atmo Tan Sidik,” ujar H. Maufur.
Dikatakan Maufur, bahwa hadiah ulang tahun tidah harus berupa barang, tapi bisa juga berupa literasi. Berikut Wangsalan Tegalan karyanya:
Bar duhur maring pasar plélén// Anjog kana tuku teri karo bihun// Sedulur aja nganti klalén// Dina kiyé pak Fikri ulang tahun.
Teri karo bihun aja nggo sesaji// Merga kuwé salah langkah// Pira umuré pak Fikri?// Saiki wis sewidak siji// Monggo ndonga, moga uripé tambah berkah.
“Ini wangsalan Tegalan racikan kang Kaji Maufur untuk kang Faji Fikri nang milad sing kaping 61. Tadi sudah saya bacakan di forum,” tutur Atmo Tan Sidik.

Lebih lanjut dikatakan Atmo, pejabat sekarang cenderung kaku dalam berkomunikasi. Dalam bahasa Tegalan merasa ora ‘kajen’. Maka pak Maufur memberikan satu kado berupa sentuhan estetika wangsalan tentang ulang tahun Pak Fikri ke 61 dalam bahasa Tegalan, supaya lebih akrab.
“Dengan wangsalan ini, figur pak Fikri diharapkan mampu memediasi kekauan dan kekarepan aspirasi seniman, budayawan, jurnalis untuk bisa lebih cair,” harap Atmo Tan Sidik.
Dia menegaskan hadiah atau kado dengan karya literasi ini, tentu lebih sulit dibanding memberikan kado barang yang tinggal beli. “Ini lebih sulit, perlu pemikiran. Pak Maufur menulis wangsalan ini, ibaratnya perlu waktu tujuh hari tujuh malam,” tandasnya.