![]() |
|
|
INDONESIA mempunyai banyak daerah, didalam setiap daerah hampir memiliki makanan khas, misalnya Brebes dengan telur asinnya, Yogyakarta dengan gudegnya, dan lain sebagainya.
Sebuah kebanggaan tersendiri bahwa daerah yang penulis tinggal terkenal dengan telor asinnya, masalahnya yakni globalisasi yang memasuki segala ruang-ruang hidup kita, menawarkan sesuatu dari luar, kita bisa tahu dari layar handpone kita, makanan-makanan yang ditawarkan, misalnya lewat mukbang, atau jual beli online, kita tergiur akan hal semacam itu, tidak bisa dipungkiri lagi, kita lebih bangga akan produk luar, apakah memang seperti itu kita? atau tidak? hanya kita sendiri yang perlu menilik diri masing-masing, penulis hanya sekedar mengingatkan, khususnya diri sendiri dan tak luput pula pembaca.
Sejarah Telur Asin: Kembali soal telur asin, ikon Kota Brebes ini memiliki sejarah yang panjang. Menurut sumber yang absah, telur asin bermula dari tradisi warga keturunan Tiong hoa dalam mengawetkan bahan makanan termasuk telur.
Jadi awalnya dari tradisi mengawetkan makanan dengan cara diasinkan. Peranakan Tiong hoa selalu mengawetkan bahan makanan bila akan berpergian jauh sebagai bekal. Bukan hanya telur, jenis makanan lain juga diasinkan agar awet. Berawal dari tradisi, telur asin Brebes mulai dikenal sebagai ikon makanan khas daerah setelah dikomersialkan sejak 1950-an.
Kalau kita lacak, telur asin ini berasal dari tradisi mengawetkan makanan dan ritual sesaji pada Sejit atau dewa bumi di klenteng-klenteng.
Mencintai tradisi yang dibuat oleh nenek moyang kita, adalah bentuk melestarikan sesuatu yang baik, dan sesuatu yang baik akan menuai kebaikan pula. Dari sana kita lihat, bahwa telur asin bahkan lebih bersejarah, bukan makanan yang berformalin, instant yang membuat adiksi pada tubuh, sesuatu yang baik, melewati proses dan tahapan, kita boleh mencintai produk luar yang instan-instan, tetapi jangan meninggalkan apa yang khas dari daerah kita.
