![]() |
![]() |
|
…berdasarkan akumulasi kasus, kekerasan anak masih mendominasi…
PanturaNews (Brebes) - Kabupaten Brebes, Jawa. Tengah, sukses mempertahankan gelar Kabupaten Layak Anak (KLA) Kategori Nindya. Namun faktanya, belum menjamin turunnya kasus kekerasan.
Berdasarkan catatan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Brebes, ada sebanyak 65 kasus kekerasan, terjadi sepanjang Januari hingga Oktober 2022 di Kabupaten Brebes.
Bahkan, jumlah korban berstatus anak masih mendominasi dengan kasus kekerasan seksual. Termasuk, berdasarkan klasifikasi umur banyak anak yang menjadi korban tindak kekerasan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Brebes, Akhmad Ma'mun menjelaskan, dari total kasus kekerasan yang dialami gender (perempuan dan pria) dan anak sepuluh bulan terakhir terus mengalami peningkatan.
“Rinciannya, kekerasan anak sebanyak 39 anak dan 26 gender. Yakni, 47 perempuan meliputi 24 anak dan 23 gender,” terang Akhmad Ma'mun.
Jenis kekerasannya, 41 korban kekerasan seksual (63 persen), 13 korban kekerasan fisik (13 persen). Kemudian, 8 korban kekerasan psikis (12 persen), 1 korban penelantaran (2 persen), 2 korban trafficking (3 persen).
Disisi lain, lanjut Ma'mun, berdasarkan akumulasi kasus, untuk kekerasan anak masih mendominasi. Untuk itu, masih harus menjadi perhatian bersama dalam upaya pencegahan dan penanganannya.
Kemudian, hasil analisis kasus sebagian besar pelaku kekerasan fisik, psikis dan seksual merupakan orang terdekat. Hal itu, dipicu salah asuh dan kondisi lingkungan. Terlebih, kurangnya pengawasan orang tua memperhatikan dengan siapa si anak bermain.
"Namun, kami tetap mengapresiasi semua korban dan masyarakat yang sudah berani melapor. Sebab, menjadi pelapor sekaligus pelopor tentang perlindungan anak jadi program berkelanjutan," ujarnya.
Sementara itu, Sub Koordinator PPA, Anie Diyani menambahkan, mengacu akumulasi hasil pendampingan korban kekerasan masih didominasi kalangan menengah ke bawah. Sebab, banyak tindak kekerasan terjadi karena pelaku mudah mendekati korban.
Meski begitu, upaya pendampingan terhadap korban kekerasan terus dioptimalkan. Terlebih, memberikan motivasi melibatkan psikolog untuk memulihkan trauma semua korban tindak kekerasan.
"Harapannya, melalui program tersebut lebih menggugah kesadaran dan partisipasi masyarakat. Khususnya, mencegah dan membangun jejaring sosial mewujudkan zero kekerasan pada anak dan perempuan," tandasnya.