![]() |
![]() |
|
SEBUAH pernikahan merupakan sebuah impian bagi kebanyakan orang. Banyak teman-teman kita memilih menikah setelah lulus SMA, setelah lulus kuliah, dan memilih menikah pada umur 25 tahun.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari umur kita, dan memilih kapan untuk menikah. Baik itu 28, 30 tahun atau bahkan lebih dari 30, it’s ok! Ini hidup kita, masa depan kita ada di tangan kita sendiri, dan kita juga lah yang akan menjalani semuanya.
Dan pada kenyataannya pun pernikahan bukan sebuah hal yang mudah dan simpel hanya berdasarkan sebuah keinginan, lalu kedepannya hanya ada kebahagiaan. No, it was not! Pernikahan bukan akhir dari cerita hidup kamu, kamu bukan karakter film disney yang setelah menemukan pangengeran lalu menikah dan bahagia selamanya, ga gitu.
Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk memutuskan menikah, jadi memang ga ada salahnya mau kapan pun kamu memutuskan untuk menikah. Hanya saja, seperti yang kita tahu tidak semua lingkungan medukung pilihan kita, terkadang tetangga dan teman yang selalu “usil” bertanya kapan nikah, dan menyangkut pautkannya dengan umur kita yang sudah matang.
Keluarga yang selalu bertanya dan menekan karena ingin segera punya mantu dan menimang cucu. Dan karena faktor tadi lah beberapa orang, khususnya wanita akan langsung dicarikan lelaki yang “Tepat” oleh orang tuanya karena tak ingin anaknya di cap tidak laku atau perawan tua. Tapi pertanyaanya “Tepat” disini tepat untuk siapa? Dan standar “Tepat” siapa yang digunakan? Entah lah saya juga tidak mengerti.
Tapi yang pasti, jangan jadikan semua itu menjadi alasan utama kita untuk memilih segera menikah, padahal diri kita mungkin belum siap. karena menikah bukan sebatas soal waktu apalagi tuntutan lingkungan. Menikah membutuhkan persiapan matang bukan hanya umur, banyak aspek lainnya yang jika diabaikan tentu akan menimbulkan banyak masalah, seperti halnya kesiapan mental.
Tentu, umur 30-an memang sudah masuk dalam kategori matang, namun siapa yang tahu mungkin dia masih memiliki luka tentang keluarga dari masa kecilnya? Selain masalah kesiapan mental, ekonomi juga harus diperhatikan, karena nyatanya banyak kasus perceraian dan KDRT yang terjadi bermula dari masalah ekonomi yang belum stabil.