Pentingnya Pendidikan Seks Sesuai Tahapan Usia Anak
--None--
Senin, 10/01/2022, 06:53:35 WIB

Membicarakan mengenai pendidikan seks kepada anak-anak memang tidak mudah, mengingat usia anak dan pola pikir serta penalaran yang belum matang, namun bukan berarti tidak memulai untuk membicarakannya. Membicarakan mengenai seksualitas kepada anak sangat penting dilakukan mengingat sekarang ini masifnya kasus kekerasan ataupun pelecehan seksual yang menyasar anak-anak.

Lalu hal ini menjadi tanggung jawab siapa? Bukan hanya peran guru yang andil yang lebih utama adlah peran orangtua dan keluarga, masyarakat bahkan negara pun turut dalam mengupayakan dan terus menggalakan mengenai pendidikan seksualitas agar nantinya kasus kekerasan seksual dapat terhindarkan.

Anak-anak itu pemerhati yang luar biasa. Jangan menyepelekan kemampuan mereka dalam mengamati lingkungan sekitarnya, maka edukasi sejak dini menjadi sangat penting untuk diberikan kepada anak-anak agar mereka memiliki pengetahuan dan dapat menjaga dirinya sendiri. Saat anak berusia 1 hingga 2 tahun bisa dimulai dengan cara memperkenalkan bagian anggota tubuhnya termasuk menyebutkan alat kelamin sesuai namanya, misalnya alat kelamin perempuan adalah vagina, alat kelamin laki-laki adalah penis.

Menyebutkan nama organ tubuh tidak dengan kata lain atau perumpamaan adalah pilihan yang bijak. Tujuannya agar anak mengetahui nama alat kelaminnya, sehingga nantinya dapat menceritakan dengan tepat jika bagian tubuh tersebut terasa sakit, nyeri, gatal atau mengalami pelecehan seperti disentuh orang lain.

Saat anak berusia 3-5 tahun ajarkan mengenai konsep area pribadi, area mana saja yang boleh disentuh dan dilihat oleh orang lain, mengajarkan mengenai mana sentuhan baik, sentuhan yang membingungkan, dan sentuhan buruk yang didapat yang membuat anak tidak nyaman. Juga ajarkan pemahaman kepada anak agar mandi dan berpakaian di tempat yang tertutup. 

Saat anak berusia 6-9 tahun dapat mengajarkan anak mengenai konsep gender dan identifikasi peran jenis kelamin, hal ini dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengannya, misalnya peran ayah dan peran ibu di rumah maupun di luar rumah sehingga anak memiliki pandangan mengenai bagaimana peran yang nantinya ia lakukan.

Selain itu di usia ini ajarkan anak bagaimana cara mengekspresikan cinta dan kasih sayang dengan anggota keluarga dan teman, dengan menunjukkan ungkapan yang disampaikan, saling berbagi dan saling menjaga sehingga anak bisa belajar memahami bahasa cinta kasih dari orang terdekatnya.

Saat anak berusia 10-12 tahun, saat anak menginjak usia ini anak memasuki masa pubertas, ajarkan anak mengenai apa itu menstruasi dan mimpi basah yang terjadi pada perempuan dan laki-laki, ajarkan pula mengenai perubahan-perubahan apa saja yang akan dialami, baik secara fisik yaitu ukuran dan bentuk tubuh serta karakteristik lainnya seperti tumbuhnya bulu di area kelamin, ketiak, dan bagian lainnya. Ajarkan pula mengenai bagaimana cara untuk membersihkan, merawat tubuhnya dengan baik dan sehat. Selain itu beri edukasi tentang pemanfaatan dan cara bijak menggunakan media social yang tepat.

Saat anak berusia 13-18 tahun ajarkan anak mengenai tanggung jawab pribadi dan sosial, bagaimana menjalin relasi pertemanan yang sehat, juga lebih banyak membahas mengenai risiko pergaulan bebas, risiko seks pra-nikah, penyakit menular dan napza. Tetap untuk terus mendampingi anak dalam edukasi di media sosial dan jejak digital. 

Mengapa hal ini dilakukan? Karena informasi mengenai pendidikan seks sangat penting diajarkan sejak dini mengingat kesehatan tubuh dan kesehatan reproduksi serta memahami hak atas kontrol diri dan otoritas tubuhnya adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Saat seorang anak memasuki usia transisi menuju masa remaja adalah saat genting dimana anak membutuhkan informasi yang komprehensif mengenai mengenai seksualitas.

Mengutip menurut pakar anak dan psikologi perkembangan dari Universitas Texas, John W. Santrock, remaja (adolescence) adalah fase kritikal manusia karena dianggap sebagai transisi antara masa anak dan dewasa. Menurut penulis buku Adolescence (2011) tersebut, masa-masa ini umumnya diwarnai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perempuan akan mengalami menstruasi, lelaki bakal mimpi basah dan sama-sama punya ketertarikan seksual pada sesama atau lawan jenis. 

Berangkat dari itu, di masa remaja, pendidikan seks tak lagi bisa ditawar-tawar. Menurut Santrock, pendidikan seks bisa menjadi kompas pengetahuan agar remaja bisa memahami faktor risiko, mengajarkan tanggung jawab, mengenali nilai-nilai dan seksualitas diri, serta manajemen kontrol yang baik dan bijak. Artinya, pendidikan seks ini tidak sesempit upaya preventif agar anak tak berhubungan seks guna menekan risiko kehamilan yang tak diinginkan, tapi juga bisa jadi pedoman untuk mereka yang telah aktif secara seksual, baik dengan diri sendiri atau subjek lain sekalipun. Mari gerak bersama, lawan dan katakan tidak pada kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan.