![]() |
|
|
Moderasi pemikiran kenegaraan di kalangan Muslim memang perlu digalakkan. Salah satu pedoman untuk moderasi tersebut ialah pemikiran KH Abdurahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur. Moderasi yang dimaksud ialah perwujudan nilai-nilai politik Islam tanpa terjebak dalam ekstrimisme.
Jadi yang dilakukan Gus Dur, NU dan Muslim moderat di Indonesia bukanlah penolakan atas negara Islam. Tidak pula peminggiran Islam dari bangunan kenegaraan dan praktik politik. Pandangan moderat Gus Dur melampaui sekularisasi karena sejak awal Islam yang menjadi way of life dalam bentuk budaya.
Kemelekatan agama dengan budaya ini yang membuat Gus Dur dan Muslim moderat tidak menjadikan formalisasi negara Islam sebagai satu-satunya jalan untuk menegakkan agama. Sebab budaya adalah cara paling efektif dalam menghidupkan nilai.
Moderasi pemikiran kenegaraan Islam dilakukan Gus Dur melalui penegakan substansi nilai Islam yang mengacu pada nilai kerahmatan. Dalam kaitan ini, tema rahmat dimaknainya tidak hanya sebagai kasih sayang, tetapi kesejahteraan. Sebab kasih sayang bersifat abstrak dan individualis, sedangkan kesejahteraan adalah praksis dari kasih sayang yang bersifat material dan sosial. Kerahmatan Tuhan inilah yang menjadi substansi Islam yang harus ditegakkan oleh negara, apapun bentuk formal negara tersebut. Dengan menjadikan kerahmatan sebagai substansi politik Islam.
Gus Dur lalu membangun teologi politik nonformalistik, melainkan demokratik yang dibangun lalu bukan bentuk formal keagamaan, tetapi perwujudan nilai-nilai demokratis di dalam Islam. Dengan cara seperti ini, Gus Dur lalu menegaskan diri bukan sebagai sekularis, baik sekularis-Islamis maupun sekularis-sekuler.
Sekularis-Islamis ialah kaum ekstrim Islam yang mensekularkan Islam dengan menempatkan negara sebagai entitas duniawi, mendominasi dan mengatur kehidupan beragama. Sedang sekularis-sekuler adalah kaum sekuler tulen yang anti-agama di dalam bernegara.
Dengan caranya sendiri, yang merupakan “jalan moderat” tersebut, Gus Dur justru dengan sangat yakin memperjuangkan pemikirannya sebagai upaya perjuangan keislaman.
*Diah Aribatul Ulum, adalah mahasiswi Semester 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan.