Pembaharuan Pemikiran Islam Menurut Harun Nasution
--None--
Sabtu, 25/12/2021, 14:29:23 WIB

Harun Nasution lahir pada hari Selasa tepatnya pada tanggal 23 September 1919 di Pematang Siantar, Sumatera Utara, Putra dari Abdul Jabber Ahmad, seorang pedagang asal Mandailing dan qadhi (penghulu) pada masa pemerintahan Belanda di Kabupaten Simalungun. Sedangkan ibunya Maimunah seorang guru di Mandailing Tapanuli.

Menurut Harun, pembaharuan dalam Islam baru terjadi pada abad moden yaitu dimulai pada abad ke-18 M, dan pada masa itu dunia timur yang banyak Islam didominasi Barat. Berbarengan dengan bidang politik dan ekonomi, ummat Islam juga harus menerima persinggungan dengan kebudayaan Barat yang disuguhkan kepada mereka. Karena kebudayaan ummat Islam pada umumnya masih mengalami degradasi, wajar saja jika kebudayaan Barat lebih dominan dan banyak menguasai mereka di segala kehidupan.

Dengan adanya persinggungan dengan kebudayaan Barat itulah, sementara tokoh Islam tergerak melakukan reformasi terhadap ajaran aagama mereka. Mulanya dalam soal sosial, ekonomi, politik dan pertahanan tetapi kemudian merebak ke bidang agama, begitulah yang terjadi di Mesir, Turki dan India. Sedangkan di Indonesia, pembaharuan terjadi setelah pengaruh dari negeri-negeri tersebut menjamah nusantara di abad modern.

Dengan pandangan itulah, Harun menganggap adanya pembaharuan dalam Islam dipicu adanya persinggungan kehidupan ummat Islam dengan kebudayaan Barat yang datang ke daerah-daerah koloni mereka di Timur. Sehingga dia mengartikan pembaharuan dalam Islam dengan pemikiran atau gerakan sementara ummat Islam untuk mengubah adat, pikiran, perbuatan atau institusi mereka dengan suatu yang baru sebagaimana terdapat di dunia Barat abad modern.

Harun sering mengatakan, salah satu sebab kemunduran ummat Islam di Indonesia adalah karena terlalu dominannya Asy’ari yang bersifat Jabariyah. Karena itulah Harun menyoroti dan selalu menghubungkan antara peran akal dan wahyu. Akal menurutnya sangat penting dan bebas dalam pandangan al-Qur’an. Karena terlalu mengagungkan peran akal itulah, Harun pernah dijuluki sebagai tokoh neomu’tazilah Indonesia.

Sebagai seorang intelektual lulusan Timur Tengah dan Amerika, Harun adalah tipe pemikir Islam ultramodern. Ia berusaha untuk menggabungkan dua kutub ilmu Barat dan Timur, dengan melakukan konsep pembaharuan Ioslam untuk membangun masyarakat Islam Indonesia.

Harun Nasution di dalam peta pemikiran Islam di Indonesia dapat kita lihat pada kalimatnya yang sederhana, tapi amat tegas pengetahuan-pengetahuan dalam bidang keagamaan bukan melulu berdasarkan wahyu, kalimat yang sederhana itu bersifat revolusioner. Pernyataan-pernyataan secara diametral bertentangan dengan kecenderungan pemikiran keislaman yang dominan pada waktu itu, ia seakan-akan secara lantang memproklamirkan suatu cara atau bentuk pikiran lain, mendobrak tradisi pemikiran yang menekankan cohesiveness, tidak mengharamkan adanya pertentangan pemikiran, mendorong terciptanya pemikiran yang bersifat individual.

Hal ini dibuktikan dengan mewujudkan tiga langkah yang kerap dikenal sebagai “Gebrakan Harun” diantaranya, yaitu: Meletakkan pemahaman yang mendasar dan menyeluruh terhadap Islam.

Menurutnya dalam Islam terdapat dua kelompok ajaran, yaitu: Pertama, bersifat absolut dan mutlak benar, universal, kekal, tidak berubah dan tidak boleh diubah. Kedua, bersifat absolut tapi relatif, tidak universal, tidak kekal, berubah dan boleh diubah.

Saat menjabat Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1973 (kini telah berubah menjadi UIN). Saat itu secara revolusioner Harus Nasution merombak kurikulum IAIN se-Indonesia. Pengantar ilmu agama dimasukkan dengan harapan akan merubah pandangan mahasiswa. Demikian pula mata kuliah Filsafat, tasawuf, Ilmu Kalam, Tauhid dan metodologi Riret. Menurut dia kurikulum IAIN yang selama ini berorientasi Fiqh harus diubah karena hal tersebut akan membuat pikiran mahasiswa menjadi jumud.

Bersama Menteri Agama Harun Nasution Mengusahakan berdirinya Fakultas Pascasarjana Pada tahun 1982. Menurutnya Indonesia belum ada oraganisasi sosial yang berprestasi melakukan pimpinan umat Islam masa depan.

Harun dikenal sebagai intelektual muslim yang banyak memperhatikan masalah pembaharuan dalam Islam dalam arti yang seluas-luasnya, terutama pada bidang teologi, filsafat dan tasawuf serta berbagai masalah kehidupan muslim lainnya. Seluruh ilmu dan pengalamannya berusaha ia tuangkan dalam aplikasi melalui bidang akademisi sebagai dosen, dekan dan rektor di IAIN dengan melakukan nasionalisasi ajaran agama dan Islamisasi ilmu-ilmu umum.

Harun sangat tepat jika disebut pemancang perubahan dalam tradisi akademik di lingkungan Perguruan Tinggi Islam Indonesia, ia melakukan perubahan sistem pendidikan di IAIN di Indonesia. Ada tiga perubahan dan pembaharuan sistem yang diupayakannya.

Merubah sistem kuliah yang selama ini dinilai feodal, menjadi sesuatu yang lebih baik, dengan metode diskusi atau seminar.

Merubah daya lisan menjadi budaya tulisan. Harun dengan tekun melihat mahasiswa-mahasiswanya untuk menulis pemikiran secara runut dan sistematis. Budaya ini diperkenalkan untuk mengatasi kelemahan dalam budaya lisan, karena tidak semua orang bisa memaparkan ide-ide yang ada dalam pikiran secara runut dan jelas.

Harun memperkenalkan pendekatan pemahaman Islam secara utuh dan univesal. Dominasi pendekatan Fiqh selama ini dalam sistem pengakajian Islam membuat kajian Islam agak mandek. Pemikiran Harun Nasution berpengaruh dalam semangat dan tradisi IAIN khususnya di Jakarta sebabkan beberapa hal; pertama, secara politis pemikiran Islam; kedua, sebagai Rektor dan Derektur Pascasarjana, tentunya sebagai pengajar pada mata kuliah inti untuk pemikiran Islam, Harun mempunyai pengaruh dalam memilih topik tesis/disertai mahsiswa. Seorang alumni Pascasarjana IAIN Jakarta yang sekarang menjadi Rektor II IAIN Antasari Banjarmasin mengatakan: “Pengaruh Harun Nasution yang membekas pada anak didiknya adalah sikap pribadi beliau dalam keilmuan. Beliau menghargai pendapat yang berbeda, beliau juga konsisten walaupun terkadang menjadi perbedaan yang sengit. Kalaupun beliau tidak berdebat, sesungguhnya beliau ingin mengorek argumentasi yang dikembangkan oleh mahasiswa. Kemudian beliau juga sangat perhatian terhadap kutipan-kutipan yang diambil dari buku orang lain, dicetak kebenarannya, sikap yang demikian ini mengimbas kepada kita ketika mengajar kepada mahasiswa.

Demikianlah, bila kita mencoba menelaah seorang Harun, meski hanya lewat tulisan-tulisannya maka akan terlihat seperti: Pertama, Harun adalah fenomena yang rasional dan ini kelihatannya melandasi seluruh aspek kehidupan; Kedua, Harun lebih banyak berkontemplasi pada hal-hal yang masuk akal, maka tak heran tentunya bila kemudian ia sangat mengidolakan Mu’tazillah ketimbang Asy’ariyah. Pemikiran Harun Nasution sangat berpengaruh terhadap Islam yang ingin membawa ummat Islam kepada ajaran yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis dan membuka kembali pintu ijtihad. (Dikutip dari beberapa sumber)