SKB Seragam Bikin Gaduh, Fikri: Masalah Lokal Dibesarkan, Lebay
-LAPORAN SL. GAHARU
Senin, 08/02/2021, 11:08:59 WIB

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr. H. Abdul Fikri Faqih dari Dapil Jawa Tengah IX (Kota/Kab. Tegal, Kab. Brebes)

PanturaNews (Semarang) - Soal Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri yang mengatur soal seragam sekolah, karena telah memicu kegaduhan nasional harus dicabut. Ini masalah lokal yang mudah diselesaikan oleh daerah.

Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr. H. Abdul Fikri Faqih dari Dapil Jawa Tengah IX (Kota/Kab. Tegal, Kab. Brebes) di Semarang, Senin 8 Februari 2021.

“Sikap reaktif yang tidak perlu dan terkesan lebay. Karena ini sebenarnya masalah lokal yang mudah diselesaikan oleh pemerintah daerah sendiri, kenapa sampai harus dibuatkan SKB,” tegas politisi PKS ini.

Fikri khawatir, SKB 3 menteri tersebut malah akan memicu konflik antara pusat-daerah. SKB berpotensi merusak pembagian kewenangan antara pusat dan daerah yang sudah diatur dalam UU No. 23/2014, tentang Pemerintahan Daerah,” tuturnya.

Menurutnya, sektor pendidikan adalah salah satu kewenangan pemerintah yang konkuren, yakni urusan pemerintah yang dibagi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.  

“Perguruan tinggi menjadi kewenangan pemerintah pusat, SMA SMK dan pendidikan khusus kewenangan pemerintah provinsi, sedangkan tingkat SMP hingga ke bawah merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota,” urai Fikri.

Sebelumnya, SKB  yang terbit dengan Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 itu mengatur tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. 

SKB ini muncul sebagai respon atas kasus aturan seragam di SMKN 2 Kota Padang, yang merupakan bagian beleid dalam intruksi Walikota Padang sejak tahun 2005.

“Aturannya sudah lama, dan sudah menjadi bagian dari kearifan lokal warga Padang yang menjunjung tinggi budaya setempat,” terang Fikri.

Generalisir kasus ini menjadi kegentingan nasional adalah bukti, bahwa pemerintah sedang krisis prioritas, kalau tidak mau dibilang kurang kerjaan.  “Faktanya, sudah ada Permendikbud No. 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam, kenapa ini tidak disosialisasikan ulang?,” tanyanya.

Fikri menilai, alih-alih menjaga hak kebebasan memilih seragam bagi peserta didik, SKB ini justru menyimpang dari nilai-nilai Pancasila yang sudah disepakati pendiri bangsa.

“Melarang ketentuan yang diwajibkan oleh agama, juga bertentangan dengan konstitusi,” tegasnya.

Mendikbud, lanjut Fikri, mestinya menginventarisir permasalahan pendidikan yang menggunung. Permasalahan guru masih belum selesai. Tuntutan ribuan guru dan tenaga kependidikan soal status, kesejahteraan, dan jaminan sosialnya masih terus menghiasi halaman berita.

Situasi pandemi yang kian tidak terkendali berdampak “learning loss” pada anak-anak didik. Dana BOS bagi sekolah yang kabarnya masih ramai disunat oknum pemda, hingga soal ruang kelas yang rusak angkanya mencapai 1,3 juta ruang kelas menurut temuan DPR.  

“Beberapa persoalan tersebut lebih butuh dibuat SKB, karena menyangkut kewenangan lintas kementerian,” tandas Fikri.