![]() |
![]() |
|
KINI kita tengah menapaki zaman revolusi industri 4.0, dimana segala kegiatan berpacu pada teknologi. Sehingga, berita disinformasi dengan mudah kita jumpai karena semakin banyak persebarannya. Semua orang sudah tidak asing lagi dengan berita disinformasi, atau yang biasa dikenal dengan sebutan populernya yaitu hoaks.
Penyebaran berita disinformasi atau hoaks, merupakan salah satu dampak dari perkembangan teknologi informasi yang berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir. Perkembangan teknologi informasi, menciptakan ruang publik baru yang disebut dengan media sosial.
Media sosial merupakan ruang publik baru yang dapat digunakan untuk berinteraksi secara daring (dalam jaringan), sehingga pengguna media sosial tetap dapat berinteraksi, meskipun tidak bertemu secara tatap muka. Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya media sosial sebagai ruang publik baru, memberi dampak positif dan dampak negatif.
Salah satu dampak positifnya adalah media sosial dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi, tentang suatu hal yang kebenarannya dapat dipastikan dan dipertanggungjawabkan oleh penyebar informasi terkait. Selain dampak positif tersebut, salah satu dampak negatif dari media sosial adalah, persebaran berita disinformasi atau hoaks yang semakin tidak terkendali, sehingga berpotensi memicu kesalahpahaman, keresahan, atau bahkan ketakutan bagi pembacanya.
Berita disinformasi atau hoaks ditulis oleh seseorang yang kurang bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial dengan tujuan-tujuan tertentu. Mulai dari sebatas postingan tentang suatu hal, yang sebenarnya tidak diketahui dengan pasti oleh pengguna media sosial tersebut. Misalnya, ketika seseorang memposting keresahan, kecemasan dan ketakutannya terhadap suatu hal di media sosial, tanpa mengulik atau mengusut hal tersebut lebih dalam terkait kepastian kebenarannya, perilaku ini berpotensi menyebabkan berita disinformasi.
Tidak jarang pula, kita menjumpai berita disinformasi atau hoaks yang ditulis secara sengaja dengan tujuan untuk menjatuhkan reputasi seseorang. Misalnya, seseorang sengaja membuat postingan yang berisi tuduhan sebagai ujaran kebencian terhadap pihak lain, yang kenyataanya tidak sesuai seperti yang disangkakan. Perilaku ini tentu akan membuat reputasi seseorang yang tertuduh menjadi buruk. Kemudian, berita disinformasi atau hoaks disebarluaskan oleh pengguna media sosial yang kurang bijak dalam memanfaatkan media tersebut.
Mayoritas penyebab seseorang dengan mudah menyebarkan berita disinformasi adalah menganggap berita yang dibacanya bermanfaat, padahal belum mengetahui informasi yang ada dalam berita tersebut benar atau tidak. Seseorang tersebut cenderung tergesa-gesa untuk menyebarluaskan berita yang belum pasti kebenarannya.
Persebaran berita disinformasi atau hoaks kian lama terasa kian meluas. Media sosial makin sesak oleh informasi palsu yang meresahkan. Kemkominfo menuturkan pada laman resminya (https://kominfo.go.id) bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu.
Kemkominfo juga menyebut bahwa media sosial telah salah dimanfaatkan oknum tertentu untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya dengan cara menyebarkan konten-konten negatif yang menimbulkan keresahan dan saling mencurigai di masyarakat. Tidak terkecuali pada saat ini, ketika dunia tengah berupaya meredam virus yang sedang menjamur di seluruh bagian dunia. Setelah dunia dikejutkan dengan penemuan virus jenis baru yang dinamakan dengan virus corona yang penyebarannya dapat dikatakan cepat meluas, kini virus tersebut telah mewabah pula di Indonesia.
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkangangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia.
Virus ini bisa menyerang siapa saja, seperti lansia (golongan usia lanjut), orang dewasa, anak-anak, dan bayi, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).
Semakin meluasnya penyebaran virus corona di Indonesia, membuat seluruh lapisan masyarakat dilanda kekhawatiran dan ketakutan. Keadaan ini diperkeruh dengan berita-berita disinformasi atau hoaks yang semakin liar persebarannya di berbagai media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI melalui laman resminya yang diposting pada 17 Juni 2020 menuturkan bahwa pihaknya mencatat, terdapat 850 berita disinformasi atau hoaks yang muncul sejak 23 Januari 2020 hingga 15 Juni 2020 terkait isu covid-19 saja. Tentu hal ini menimbulkan ketakutan pada masyarakat.
Dari data tersebut menunjukkan bahwa berita disinformasi semakin liar penyebarannya, meskipun penyebar berita disinformasi terancam dikenakan segudang pidana. Pada laman resminya, Kominfo menyebutkan bahwa pasal yang bisa dikenakan untuk para penyebar berita disinformasi beberapa di antaranya adalah KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.
Ancaman pidana tersebut diharapkan mampu membuat pengguna media sosial segan dan enggan untuk menyebarkan berita secara serampangan, sehingga pengguna media sosial tidak hanya membaca berita sepintas lalu menyebarluaskan, tanpa menyaring informasi yang tercantum dalam suatu berita.
Lantas, sebagai pengguna media sosial kita wajib memanfaatkannya secara bijak dan tetap waspada dari berita disinformasi. Upaya untuk meminimalisir persebaran berita disinformasi adalah dengan mencari tahu tentang kebenaran berita tersebut sebelum kita menyebarluaskan pada media sosial, agar kita terhindar dari ancaman hukum yang berlaku bagi penyebar berita disinformasi atau hoaks.
Kita juga harus pandai menyaring dan memilih berita pada jejaring sosial, jangan sampai kita menjadi salah satu pihak yang memperkeruh persebaran berita disinformasi yang semakin kalut dalam media sosial. Mari, turut membangun dan menggalakkan gerakan anti berita disinformasi atau hoaks.
(Nanik Egi Meilinda adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sasta Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Peradaban Bumiayu, Kabupaten, Jawa Tengah)