![]() |
![]() |
|
Melihat hancurnya kebudayaan Islam di Spanyol, padahal di era Bani Umayah, Islam sempat berjaya di sepanjang Eropa. Terutama di daerah perbatasan antara Afrika Selatan dengan Eropa, yaitu Spanyol.
Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami), Gus Najeh menuturkan kejayaan Islam selama delapan ratus tahun di Spanyol, karena tidak diimbangi dengan pendekatan kearifan lokal sehingga saat ini justru berbalik. Tinggal sepuluh persen penduduk Spanyol yang beragama Islam. Bahkan umat Islam ingin mendirikan masjid pun dilarang pemerintah setempat. Baru sekitar tahun 1986, orang Islam di Spanyol boleh mendirikan masjid.
Senada dengan Gus Janeh, Tomy, salah satu peserta Study Banding Wawasan Kebangsaan dan Toleransi Kehidupan Sosial ke Maroko dan Spanyol, menuturkan setidaknya di Indonesia yang dari dulu sudah melaksankan kumpul-kumpul di kampung seperti tahlilan, yasinan dan manaqiban atawa peringatan Isro Mi"roj atau Maulud Nabi. Kebiasaan atau tradisi inilah yang menjadikan perkembangan agama Islam masih bertahan.
Meskipun di mazab lain tidak menganut tradisi tersebut, masih menurut Tomy, Islam di Indonesia harus tetap melestarilan budaya kumpul sehingga gotong royong sesama tetangga masih kental. Seperti takziyah saat ada kematian, lalu Yasinan adalah bentuk tradisional yang sudah mengakar. Beruntunglah penganut Islam di Indonesia yang masih menerapkan Yasinan dan Tahlilan, sehingga sangat gampang dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam lewat budaya kumpul-kumpul.
Jika di Spanyol sekarang sudah terkikis oleh peradaban Eropa, tapi setidaknya kita bisa belajar dan mengambil hikmah dari Study Banding di Maroko dan Spanyol.
(Tambari Gustam adalah tokoh masyarakat nelayan, seniman dan budayawan. Tinggal di Muarareja, Kota Tegal, Jawa Tengah. Tambari Gustam menjadi peserta study banding toleransi kehidupan sosial dan wawasan kebangsaan ke Maroko dan Spanyol)