Malam Kedua yang Dingin di Hotel Idou Anfa Maroko
--None--
Rabu, 30/10/2019, 08:18:55 WIB

Penulis dan rombongan saat berada di kota Casablanca, Maroko.

Perjalanan study banding toleransi kehidupan sosial dan wawasan kebangsaan di malam kedua di Maroco, Afrika, Selasa 29 Oktober 2019, suasana malam yang makin dingin dengan suhu udara sampai 15 derajat Celsius. Sementara banyak peserta yang sudah asyik tidur di Hotel Idou Anfa yang berada di pusat kota di jalan 85 Boulevard d' anfa Casablanca 20.000 Maroco.

Memang perjalan dari pagi hingga sore hari, membuat lelah peserta perjalanan diplomatik yang berjumlah 20 orang, yang masing-masing mewakili dari berbagai disiplin ilmu dan berbagai daerah.

Seharian penuh, peserta dihadapakan pada jadwal kunjungan yang padat. Lantaran setelah naik bus, peserta berjalan kaki menuju istana Raja Maroco. Penjagaan yang sangat ketat, membuat salah satu rekan peserta perempuan, Tanti tidak diperkenankan mengambil gambar. Petugas istana menganggap akan memfoto dirinya, padahal Tanti hanya memfoto rombongan untuk dokumentasi.

Setelah melihat istana Raja Hasan, rombongan melanjutkan perjalanan ke Masjid Hasan II yang letaknya masih di pusat kota Casablanca. Oleh pemandu, Jhony dari His Tours menjelaskan bahwa Masjid Hasan II yang dibangun atas biaya gotong royong seluruh rakyat Maroco, dari yang miskin sampai kaya, dan dikerjakan siang malam oleh arsitektur Perancis.

Saking cintanya kepada raja Maroco, rakyat pun ikut semangat membangun masjid Hasan II yang disebutkan sebagai masjid terbesar, setelah Masjid Nabawi dan Masjidil Haram di Mekah.

Perjalanan selanjutnya, rombongan menuju tempat destinasi wisata yang bernuansa laut. Jika dibandingkan mirip suasana di pantai Marina, ada jet sky dan perahu-perahu yang nyandar di dermaga sungai. 

Restoran tempat wisata manca negara yang ramai dikunjungi, menyuguhakan menu makanan khas Maroco. Sekali lagi, penulis belum bersahabat dengan menu makanan yang tanpa nasi, namun hampir semua peserta lahap menikmatinya.

Tak terasa malam makin larut, sampai pukul 23.21 waktu setempat, penulis belum bisa memejamkan mata. Berbeda saat kunjungan di kediaman Duta Besar Indonesia untuk Maroco, sore itu, terasa ngantuk mendengarkan penjelasan sejarah dan perkembangan Islam di Maroko.

Pada acara seremonial, diakhiri dengan tukar menukar cendera mata. Dari pihak rombongan yang di pimpin Komjen Pol. Agung Budi memberi plakat simbol Wayang Kresna. Sementara dari pihak kedutaan, Mahmuddin selaku Councellor Economic Affairs memberikan plakat bertulisan Embassy of The Republic of Indonesia. Kunjungan diakhiri dengan foto bersama dan jamuan kopi dan the, dengan menu anggur serta buah delima merah.

(Tambari Gustam adalah tokoh masyarakat nelayan, seniman dan budayawan. Tinggal di Muarareja, Kota Tegal, Jawa Tengah)