KENTANG yang selama ini dikenal sebagai bahan pangan pokok, ternyata menyimpan potensi besar di dunia pengobatan herbal. Kandungan bioaktif dalam umbi kentang seperti flavonoid, fenol, vitamin C, dan alkaloid (solanin) menjadikannya calon bahan simplisia yang menjanjikan untuk industri farmasi berbasis tanaman.
Menurut Prasetya et al. (2022) dalam Jurnal Farmasi dan Sains Indonesia, ekstrak umbi kentang menunjukkan aktivitas antioksidan tinggi yang mampu menangkal radikal bebas pemicu kerusakan sel.
Sementara itu, Rizki & Andini (2020) membuktikan adanya aktivitas antimikroba dari ekstrak kentang terhadap Staphylococcus aureus, salah satu bakteri penyebab infeksi kulit.
Tak hanya itu, Nurhayati (2021) juga menyebutkan bahwa kentang memiliki prospek besar dalam formulasi kosmetik herbal, berkat efeknya yang menenangkan kulit dan mempercepat regenerasi sel.
Meskipun berbagai penelitian telah mengungkap potensi kentang dalam dunia kesehatan, namun pemanfaatannya sebagai bahan simplisia yakni bahan baku alami yang dikeringkan dan digunakan dalam pembuatan obat tradisional masih belum optimal.
Simplisia dari umbi kentang sebetulnya bisa memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Farmakope Herbal Indonesia, asalkan melalui proses pengolahan yang benar seperti pengeringan suhu rendah dan penyimpanan kering.
Salah satu perhatian utama adalah kandungan solanin, yakni alkaloid alami yang bersifat toksik dalam jumlah besar. Oleh karena itu, perlu tahapan pemrosesan dan uji toksisitas yang ketat sebelum kentang digunakan dalam skala farmasi.
Perluasan penelitian lanjutan mengenai berbagai varietas kentang lokal Indonesia yang berpotensi sebagai sumber simplisia, baik untuk sediaan oral maupun topikal. Industri fitofarmaka dan UMKM obat tradisional didorong untuk mulai melirik bahan pangan seperti kentang sebagai bahan baku alternatif yang murah dan mudah diperoleh.
Pemerintah dan akademisi, perlu bekerja sama dalam menyusun pedoman teknis pengolahan umbi kentang menjadi simplisia yang memenuhi standar.
Penelitian mengenai umbi kentang (Solanum tuberosum L.) umumnya lebih banyak difokuskan pada aspek pangan dan pertanian, seperti nilai gizi, ketahanan varietas, dan pengolahan makanan.
Sementara itu, pemanfaatannya dalam bidang farmasi, khususnya sebagai bahan simplisia dalam sediaan obat herbal, masih sangat terbatas dan jarang dieksplorasi.
Penelitian ini mengusung pendekatan baru dengan menilai kelayakan umbi kentang sebagai sumber simplisia yang memenuhi standar mutu farmasi, serta memiliki kandungan senyawa aktif dengan potensi farmakologis.