PanturaNews (Brebes) – Wartoyo, salah satu eks narapidana teroris (napiter) asal Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang sudah ikrar dan bersumpah serta mendukung idielogi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila ini, memiliki perjalanan kisah hidup yang penuh liku.
Pria yang lahir pada 21 Juli 1977 di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, menghabiskan masa kecil dan remajanya di jalanan yang keras.
Dalam kehidupannya, Wartoyo terlibat dalam dunia kriminal sejak dini dan bahkan menjadi pemakai serta pengedar narkoba di Jakarta.
Singkat cerita sekitar tahun 2000, ia mulai mencari jalan untuk bertobat dan mendalami agama dengan mengikuti pengajian yang kala itu dipimpin oleh Abu Bakar Basyir.
Namun, dalam pengajian tersebut, ia diinstruksikan untuk melakukan aksi terorisme dengan cara meracuni Polda Metro Jaya dan beberapa polres serta polsek.
Sebelum aksinya berhasil, ternyata salah satu rekannya tertangkap oleh Densus 88 bersama barang bukti racun. Wartoyo kemudian ditangkap di sebuah masjid dengan tuduhan terkait kasus "Racun Kemayoran."
Selama menjalani hukuman 4 tahun penjara, Wartoyo menunjukkan sikap kooperatif dan diangkat menjadi salah satu napiter yang di tuakan di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
Ia belajar dan memahami agama lebih mendalam serta dibina oleh Densus 88. Setelah bebas, ia tetap di bawah pengawasan Densus 88, untuk kembali ke jalan yang benar, mendukung ideologi NKRI dan Pancasila.
Wartoyo kemudian mendapat pembinaan secara intensif dari Badan Kesbangpol Kabupaten Brebes dibawah pimpinan Moch. Sodiq.
Selama dalam pembinaannya itu, ia kemudian membentuk perkumpulan yang beranggotakan para eks napiter dari Kabupaten Brebes dan beberapa daerah lainnya dengan nama Paguyuban Podo Moro yang bersekretariat di Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes.
Kini, Wartoyo aktif memberikan edukasi dan pemahaman tentang bahaya terorisme. Ia melakukan sosialisasi dari rumah ke rumah, serta berbicara di hadapan anak-anak, mahasiswa, dan pemuda serta komponen masyarakat lainnya untuk mencegah mereka agar tidak terjerumus dalam paham radikal (terorisme).
"Cukup saya saja yang mengalami, yang lain jangan sampai terpapar paham terorisme," ujarnya kepada PanturaNews.Com, Senin 29 Juli 2024.
Ia menekankan pentingnya pengawasan di dalam keluarga, lingkungan pengajian, dan media sosial.
Menurutnya, awal mula penyebaran paham terorisme biasanya melalui jalur tersebut.
"Jika ada indikasi pengajian mengarah pada paham terorisme, jangan takut untuk melapor kepada pihak berwajib,” kata Wartoyo.
Ia bersyukur bisa bertemu dan berbagi pengalaman kisah perjalanan hidupnya yang penuh liku itu dengan rekan-rekan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kabupaten Brebes dalam sebuah pertemuan yang digagas oleh Badan Kesbangpol Brebes baru-baru ini.
Wartoyo berharap masyarakat semakin waspada terhadap bahaya ekstremisme dan terorisme. Saat ini, selain aktif dalam sosialisasi antiterorisme, ia juga menjalankan usaha bengkel motor dan mengelola sebuah obyek wisata Podo Moro di Kecamatan Larangan yang dibangun oleh sekelompok eks napiter dari Kabupaten Brebes dan berbagai daerah sekitarnya.
Perjalanan hidup Wartoyo, yang juga dikenal dengan nama Abu Syamil atau Abu Tiyo, menjadi contoh nyata bagaimana seseorang bisa berubah dan berkontribusi positif bagi masyarakat setelah melewati masa-masa kelam.