INDONESIA sebagai negara memiliki sumber penerimaan berasal dari berbagai sektor, sektor tersebut mencakup sector internal dan sektor eksternal. Salah satu sumber penerimaan negara dari sektor internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya seperti pinjaman luar negeri.
Pemerintah Jokowi terus berupaya untuk mengurangi ketergantungan negara dari sumber penerimaan dari sektor eksternal, upaya tersebut dengan cara memaksimalkan penerimaan internal.
Pajak sendiri merupakan pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayarkan oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya.
Perlu kiranya kita menilik bagaimana dampak pandemi covid 19 kaitannya dengan perpajakan di Indonesia. Pemerintah sebetulnya terus mengeluarkan beberapa kebijakan dan paket stimulus melalui perpajakan.
Beberapa kebijakan di sektor perpajakan antara lain berupa pemberian insentif bagi pekerja di sektor yang terdampak langsung oleh pandemi melalui fasilitas pajak DTP PPh 21, penurunan tarif PPh Badan, pembebasan PPh 22 Impor, pembebasan pajak impor alat kesehatan dan vaksin.
Kebijakan stimulus ekonomi melalui perpajakan tersebut, diharapkan dunia usaha dapat kembali menggeliat, iklim investasi kembali kondusif, kesejahteraan masyarakat meningkat, dan UMKM dapat berkembang. Pada tahun 2020, insentif pajak yang dikeluarkan oleh Pemerintah terbukti telah dimanfaatkan dan membantu lebih dari 460 ribu Wajib Pajak.
Pandemi Covid 19 tentu mempengaruhi realisasi penerimaan pajak misal pada tahun 2020, karena kondisi perekonomian yang belum stabil yang mempengaruhi banyak aspek. Seperti omzet perusahaan yang mengalami penurunan, pendapatan masyarakat yang berkurang, kesempatan kerja yang menurun, tingkat pendidikan masyarakat susah dijangkau karena ketiadaan biaya pendidikan.
Aspek sosial dan psikologis masyarakat juga berpengaruh seperti masih ada rasa ketakutan akan bahaya Covid 19, kecemasan akan masa depan, kebingungan mencari alternatif penghasilan, keputusasaan dan ketidakberdayaan dalam hidup.
Walaupun kondisi ini mungkin terjadi dalam periode pendek, namun mempengaruhi sikap mental seseorang termasuk kemauan dan kesadaran membayar pajak. Perubahan kebijakan baik oleh pemerintah maupun pimpinan perusahaan ikut terpengaruh oleh pandemi ini.
Kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi, tentu akan menjadi kesulitan bagi masyarakat untuk berperilaku patuh, bahkan mungkin wajib pajak bersedia dikenakan sanksi pajak yang besar. Karena hanya wajib pajak sektor industri tertentu seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan sumberdaya alam lain, yang maupun wajib pajak berpenghasilan tetap yang bertahan mengamankan kondisi menjadi wajib pajak patuh, sementara banyak wajib pajak yang tidak memiliki kemampuan membayar pajak.
Yang menarik di kabupaten Brebes, UMKM merupakan kelompok usaha dengan jumlah yang cukup besar. Menurut data Dinas Koperasi jumlah pelaku UMKM di kabupaten Brebes dari tahun 2017-2020 terus mengalami peningkatan.
Akan tetapi, menurut laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD, 2020) menyebutkan bahwa UMKM saat ini berada dalam pusat krisis ekonomi akibat pandemi Covid 19, bahkan dengan kondisi lebih parah dari krisis keuangan 2008. Krisis akibat pandemi Covid-19 akan berpengaruh pada UMKM dengan risiko serius dimana lebih dari 50% UMKM tidak akan bertahan beberapa bulan ke depan.
Ambruknya UMKM secara luas dapat berdampak kuat pada nasional ekonomi dan prospek pertumbuhan global, pada persepsi dan harapan, dan bahkan pada sektor keuangan, mengingat 60-70% lapangan kerja di negara OECD diperankan oleh UMKM dan terlebih dari itu terdapat tekanan oleh portofolio yang tidak memiliki kinerja. Kemunduran situasi keuangan UMKM dapat memiliki efek sistemik pada sektor perbankan secara keseluruhan (OECD, 2020).
Kembali pada soal kepatuhan wajib pajak yang menjadi salah satu faktor penting untuk mewujudkan sasaran penerimaan pajak. Karen semakin pesat pertumbuhan UMKM di Indonesia, maka seharus akan semakin besar kepatuhan wajib pajak UMKM, sehingga semakin besar penerimaaan pajak di sektor UMKM.
Berbicra kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh dua jenis faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri wajib pajak sendiri dan berhubungan dengan karakteristik individu atau sikap dari wajib pajak yang menjadi pemicu dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Di masa pandemi yang terjadi saat ini tentu akan sulit bagi masyarakat untuk berperilaku patuh, bahkan mungkin wajib pajak bersedia dikenakan sanksi pajak yang besar. Hanya wajib pajak sektor industri tertentu (pertanian, perkebunan, perikanan dan sumberdaya alam lain) maupun wajib pajak berpenghasilan tetap yang bertahan mengamankan kondisi menjadi wajib pajak patuh, sementara banyak wajib pajak yang tidak memiliki kemampuan membayar pajak.
Tingkat kepatuhan pajak sendiri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Pengetahuan perpajakan menjadi salah satu faktor yang tidak bisa kita abaikan dalam pembahasan ini. Misal pandangan Mardiasmo (2016) menjabarkan pengetahuan perpajakan sebagai apapun yang diketahui dan dipahami dari hukum pajak materiil dan pajak formil. Pengetahuan yang mumpuni akan pajak akan meminimalisir timbulnya tax evasion.
Pernyataan pendukung atas hal ini juga terdapat dalam padangan Paramartha dan Rasmini (2016) yang menyatakan pengetahuan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal itu mengharuskan masyarakat untuk tetap mengikuti informasi tentang perpajakan dengan keterbatasan interaksi pada kondisi pandemi covid-19.
Selain pengetahuan pajak, kesadaran wajib pajak juga penting, sebab kesadaran menggambarkan keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan merujuk kepada keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak.
Penilaian positif wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara yang dilakukan oleh pemerintah tentu akan mendorong masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Oleh karena itu, kesadaran wajib pajak mengenai perpajakan sangatlah diperlukan.
Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak seperti yang dijelaskan Joto Purnomo dan Mogonting (2013). Menurut Muliari dalam Dewinta dan Syafruddin (2012) juga menekankan bahwa kesadaran perpajakan didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Tingkat kesadaran perpajakan juga menunjukkan tingkat pemahaman seseorang mengenai arti, fungsi dan peranan pajak berdampak pada semakin tinggi tingkat kesadaran Wajib Pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Pemerintah melaksanakan langkah sosialisasi untuk mengatasi hal ini. Terobosan sosialisasi yang dilakukan adalah seperti iklan digital di berbagai media sosial dalam berbagai format yang interaktif. Model sosialisasi ini diharapkan memudahkan masyarakat untuk paham akan faedah pajak terlebih sanksi bagi yang melanggar.
Sosialisasi perpajakan selama pandemi Covid-19 yang diupayakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menjelaskan tentang sistem peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia selama pandemi Covid-19, misalnya tertuang pada peraturan tentang insentif pajak bagi UMKM.
Tentu adanya sosialisasi perpajakan, diharapkan akan meningkatkan sifat partisipasi aktif dan efektif pada wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan perpajakannya.
Salah satu upaya yang penting juga dapat ditempuh untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak UMKM selama pandemi Covid-19, dengan meningkatkan kualitas pelayanan petugas pajak. Petugas pajak dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik untuk dapat menyelesaikan permasalahan perpajakan wajib pajak baik secara online maupun tatap muka. Kualitas pelayanan petugas pajak yang baik akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Pada penelitian yang bertujuan untuk menguji pengaruh dampak pandemi covid19 terhadap kepatuhan wajib pajak dengan variabel kepatuhan wajib pajak UMKM, sikap wajib pajak yang baik dapat membuat wajib pajak menjadi patuh, semakin tinggi pengetahuan wajib pajak dapat membuat wajib pajak patuh, kesadaran wajib pajak yang tinggi dapat membuat wajib pajak menjadi patuh, sosialisasi pajak yang minim tidak bisa memprediksi kepatuhan, dan pelayanan fiskus yang kurang maksimal tidak bisa memprediksi kepatuhan.
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan ada beberapa kesimpulan meliputi: Pertama; Sikap wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pandemic Covid-19. Kedua; Pengetahuan wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pandemi Covid-19. Ketiga; Kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pandemi Covid-19.
Keempat; Sosialisasi pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pandemi Covid-19. Kelima; Pelayanan fiskus dapat memoderasi pengaruh sikap wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pandemi Covid-19. Keenam; Pelayanan fiskus dapat memoderasi pengaruh pengetahuan wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pandemi Covid-19.
Ketujuh; Pelayanan fiskus tidak dapat memoderasi pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pandemi Covid-19. Kedelapan; Pelayanan fiskus tidak dapat memoderasi pengaruh sosialisasi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pandemi Covid-19.