HIPERTENSI merupakan masalah kesehatan dunia dengan prevalensi di Indonesi sebesar 25,8% dan menjadi faktor risiko utama dari penyebab penyakit kardiovaskuler dan stroke, di dunia hipertensi diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari total kematian. Hipertensi atau yang biasa di sebut dengan darah tinggi yaitu suatu penyakit ketika kondisi tekanan darah terhadap dinding arteri terlalu tinggi, yakni peningaktan sistolik lebih dari 140mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan istirahat.
Pada umumnya penyakit ini tidak mempunyai gejala yang sangat khusus namun apabila terlambat dalam penanganannya dan tidak memperhatikan faktor risiko dapat menyebabkan komplikasi dan kematian organ target. Seseorang di anggap mengidap penyakit hipertensi yaitu ketika tekanan darah di atas 140/90, dan di anggap parah jika tekanan di atas 180/120.
Lalu seseorang dikatakan memiliki tekanan darah normal ketika angka sistolik dan diastoliknya berada pada kisaran 120/80 mmHg, meski demikian memiliki tekanan darah normal bukan berarti anda bisa bersantai. Saat angka sistolik anda berada diantara 120-139, atau jika angka diatolik berkisar 80-89, ini artinya anda memiliki “prehipertensi”. Walaupun angka ini belum bisa dianggap hipertensi, tetap saja ini di atas angka normal yang patut diwaspadai.
Menurut Bustan Nadjib, hipertensi adalah suatu penyakit tidak menular yang terjadi apabila ada suatu peningkatan tekanan darah sistolih lebih dari 140mmHg atau tekanan diastolik lebih dari 90mmHg, hioertensi tidak memiliki keluhan da tanda yang khas, karena itulah hipertensi disebut sebagai silent killer atau pembunuh yang diam-diam.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut angka penyakit hipertensi saat ini terus meningkat secara global. Bahkan, peningkatan orang-orang dewasa di seluruh dunia yang akan mengidap hipertensi diprediksi melonjak hingga 29% pada tahun 2005. Peningkatan kasus hipertensi juga terjadi di Indonesi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) milik kementrian kesehatan RI tahun 2008 menunjukan bahwa 34,1% penduduk Indonesia memiliki tekanan darah tinggi. Sementara pada tahun 2013, jumlahnya masih mencapai 25,8%.
Seseorang yang memiliki tekanan darah tinggi biasanya tidak mennunjukan ciri apapun atau hanya mengalami gejala ringan. Namum secara umum, gejala yang ditimbulkan oleh seseorang yang mengidap penyakit ini yaitu sakit kepala parah, pusing, penglihatan buram, mual, telinga berdenging, detak jantung tak teratur, nyeri dada, dan jika sakit kepala parah muncul dibarengi dengan mimisan, ini merupakan gejala dan tanda krisis hipertensi, sebuah gawat darurat dan harus segera mencari pertolongan medis atau perawatan rumah sakit.
Penyebab penyakit hipertensi memiliki dua klasifikasi yaitu, hipertensi primer atau esensial umumnya terjadi karena faktor keturunan atau gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, terlalu banyak mengkonsumsi natrium (garam), stres, kurang bergerak atau jarang berolahraga, konsumsi alkohol berlebih, dan obesitas. Yang kedua yaitu hipertensi sekunder, pada jenis ini yaitu karena kondisi medis lain yang menyertainya. Beberapa kondisi medis yang bisa menyebabkan daah tinggi, yaitu sleep apnea, masalah pada ginjal, tumor pada kelenjar adrenal, masalah tiroid, atau diabetes. Bila kondisi ini dibiarkan atau tidak ditangani dengan tepat dapat beujung pada kondisi komplikasi penyakkit lainnya, contohnya bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal dan retinopati (kerusakan retina).
Pasalnya, seseorang yang lebih tua cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi, karena semakin bertambah usia tekanan darahpun akan semakin meningakat. Hal ini terjadi karena pembuluh darah yang kita miliki cenderung menebal dan menegang seiring dengan pertambahan waktu. Di sisi lain, seseorang yang memiliki faktor risiko, seperti genetik, usia, dan segainya juga bisa saja terbebas dari hipertensi selama menerapkan gaya hidup yang sehat.
Menurut hasil penelitian Arnilawaty, beberapa risiko hipertensi yang dapat dikendalikan atau dikontrol dan tidak dapat dikontrol diantaranya yaitu faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol yaitu obesitas, kurang olahraga, merokok, menderita DM, mengkonsumsi garam berlebih, minum alkohol diet, minum kopi, pil KB, dan stress emosional. Selanjutnya ada faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat dikontrol yaitu umur, jenis kelamin, dan genetik.
Hipertensi didiagnosis melalui tes tekanan darah. Pengukuran biasanya dilakukan beberapa kali untuk memastikan hasil yang akurat. Seorang yang mengidap penyakit hipertensi perlu mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat untuk membanu menurunkan tekanan darah sekalligus menekan risiko anta terhadap penyakit laib akibat hipertensi. Beberapa gaya hidup positif yang bisa dilakukan antaranya yaitu, diet (diet rendah garam), olahraga teratur, jangan merokok dan tidak minum alkohol, berusaha menurunkan berat badan jika anda mengalami obesitas. Adapun untuk penderita hipertensi bisa mengkonsumsi obat-obatan yang bisa di beli di apotek yaitu ada Diuretik, captropil, propanolol, amlodipin, terazosin, clonidin dan lain sebagainya. Namun dalam mengkonsusmsi obat-obatan tersebut harus tepat dosis yang di sarankan oleh seorang dokter. Selain itu, seorang pengidap hipertensi perlu rutin memeriksakan tekanan darah secara berkala dan mengikuti rencana perawatan dokter untuk dapat mengawasi dan mengnedalikan kondisi kesehatan anda.
Gardner mengatakan, bahwa sekitar tiga orang penderita hopertensi adalah perokok. Mengidap hipertensi saja sudah menambah risiko terken apeyakit serangan jantung dan stroke. Tetapi jika penderita hipertensi mempunyai kebiasaan merokok, kemungkinan meninggal karena serangan jantung atau gagal jantung adalah tiga hingga lima kali lebih besar daripada orang yang tidak merokok dan dua kali lebih mungkin meninggal karena stroke. Faktor risiko untuk penyakit hipertensi pada laki-laki lebih banyak terkena serangan jantung dibanding wanita.
Laki-laki tidak mengalami menstruasi bulanan dan tidak memiliki hormon kewanitaan. Sebelum memaski sia menopause wanita memiliki perlindungan alami mengenai penyakit jantung, yait hormon estrogen. Memiliki usia 45 tahun laki-laki dan wanita pada usia 55 tahun memiliki risiko serangan jantung khususnya hipertensi.
Menurut Anggara (2013) Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi. Orang yang tidak aktif cenderung mempunyai frekuensi denyut jangtung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, makin besar dan sering otot jantung memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri sehingga tekanan darah akan meningkat. Aktivitas fisik yang teratur membantu meningkatkan efisiensi jantung secara fisik aktif umumnya mempunyai tekanan darah yang lebih rendah dan jarang terkena tekanan darah tinggi.
Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dapat menyebabkan perubahan-perubahan misalnya jantung akan bertambah kuat pada oto polosnya sehingga daya tampung besar dan kontraksi atau denyutnya kuat dan teratur, selain itu elastisnya pembuluh darah akan bertambah karena adanya relaksasi dan vasodilatasi sehingga timbuan lemak akan berkurang dan meningkatkan kontraksi otot dinding pembuluh darah tersebut. Pentingnaya berolahraga dan bergerak badan sejak kecil demi terbentuknya otot-otot jantung yang lebih tangguh. Jantung yang tangguh tetap kuat memompa darah kendati menghadapi rintangan pipa pembuluh darah yang sudah tidak utuh lagi. Jantung yang terlatih sejak usia muda ototnya lebih tebal dan kuat dibanding yang tidak terlatih.
Gumus (2013) mengatakan, hubungan antara perokok dan hipertensi yaitu dua faktor risiko yang terpenting dalam penyakit jantung koroner, infark miokard akut, dan kematian mendadak. Merokok telah menyebabkan 5,4 juta orang meninggal setiap tahunnya.
Efek yang disebabkan oleh perokok antara lain meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dengan adanya peningkatan kadar hormon epinefrin dan nonepinefrin karena aktivitas sistem saraf simpatis. Efek jangka panjang dari merokok adalah peningkatan tekanan darah karena adanya peningkatan zat inflamasi, disfungsi endotel, pembentukan plak, dan kerusakan vaskular. Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang terkandung dalam tembakau terutama nikotin yang dapat merangsang saraf simpatis sehingga memicu kerja jantung lebih cepat sehingga peredaran darah mengalir lebih cepat dan terjadi penyempitan pembuluh darah, serta peran karbon monoksida yang dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan terapi farmakologis. Terapi non farmakologi berupa modifikasi gaya hidup meliputi diet atau penurunan berat badan, mengurangi asupan garam, aktivitas fisik, larangan merokok dan pembatasan konsumsi alkkohol. Dan pada terapi farmakologis yaitu dapat memberikan obat antihipertensi tunggal maupun kombinasi.
(Listia Ningsih adalah Mahasiswa Universitas Peradaban Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Program Studi Farmasi, Tinggal di Taraban, Paguyangan, Brebes)