Sisdiono Ahmad Jadi saksi di Sidang Gugatan Warga kepada PT KAI
PanturaNews (Tegal) – Sidang lanjutan kasus perdata, 12 warga Jalan Kolonel Sudiarto, Kelurahan Panggung, Kota Tegal, menggugat PT KAI, Wali Kota Tegal, Lurah Panggung dan BPN Kota Tegal, digelar kembali di Pengadilan Negeri (PN) Tegal, dengan agenda keterangan saksi warga yang juga anggota DPRD, Sisdiono Ahmad, Rabu 16 Juni 2021.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Sudira SHMH, dengan hakim angota Endra Hermawan SH MH dan Elsa Lina BR Purba SH MH. Sisdiono mengatakan DPRD pernah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di tahun 2014 sebanyak dua kali, dengan menghadirkan dua pihak.
RDP sempat digelar dua kali, yang pertama (09/09/2014) PT KAI tidak hadir. RDP kedua (22/09/2014), PT KAI hadir tidak menunjukan bukti kepmilikan tanah tersebut, hanya menunjukkan peta, itu pun tidak terlihat jelas dalam pandangan Sisdiono.
“Saat saya tanya, PT KAI tidak bisa menunjukkan surat hak milik tanah, hanya peta. Kemudian kami tanya ke BPN, Kepala BPN mengatakan itu tanah eigendom verponding,” tegas Sisdiono.
Sisdiono yang pernah tinggal tak jauh dari lokasi di tahun 1960-an hingga 1990, menyaksikan memang sudah ada warga yang tinggal di situ sejak ia masih kecil, posisinya sama seperti sebelum di bongkar.
Sisdiono juga mengaku sebelumnya tak pernah mengetahui adanya MoU antara PT KAI dan Pemkot. Ia baru melihat perjanjian keduanya setelah adanya pembongkaran. Bahkan menurutnya, Ketua DPRD minta jangan dibongkar dulu tapi paginya langsung dibongkar.
Sementara Kuasa Hukum PT KAI, Juno Jalugama dari Kantor Jesse Heber Ambuwaru mengatakan, dari PT KAI tidak akan menghadirkan saksi. “Kami tidak akan menghadirkan saksi, tapi bukti-bukti saja diantaranya soal MoU atau kesepakatan dengan Pemkot, hingga sosialisasi,” katanya singkat, usai sidang.
Kuasa hukum warga, Agus Slamet dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ferari Tegal mengatakan, hasil RDP, diketahui tanah yang diduduki warga lebih dari 20 tahun merupakan tanah negara atau bukan milik PT KAI.
“Kepala BPN ketika RDP menyampaikan mereka memiliki peta verponding 1732. Verponding adalah tanah milik Belanda,” kata pria yang akrab disapa Guslam.
Sesuai dalam Undang-undang Pokok Agraria, diberi waktu selama 20 tahun sejak 1960 hingga 24 September 1980, harus dikonversi ke hak milik. Dan itu tidak dilakukan PT KAI pada waktu itu.
“Verponding itu belum dikonversi. Di dalam UUPA diberi batas waktu sampai 20 tahun. Jadi selama waktu itu tidak ada pihak yang mengonversi maka tanah itu menjadi tanah negara,” kata Guslam.
Lebih lanjut kata Guslam, warga sudah menduduki lebih dari 20 tahun, dan tanah tersebut milik negara, maka warga mempunyai hak untuk mengajukan hak milik dengan mendaftarkan status tanah ke BPN. Namun saat mengajukan permohonan Surat Keterangan Tanah (SKT) ke kelurahan, tidak pernah diterbitkan. “Untuk itu Lurah Panggung juga sebagai tergugat,” kata Guslam.
Setelah kepala BPN di RDP menyampaikan bahwa tanah itu eigendom verponding 1732 maka setelah itu warga sudah tidak ada yang bayar sewa. “ Pihak PT KAI juga tidak ada yang menarik sewa,” sambung Guslam.
Karena terjadi penggusuran rumah dan tempat usaha di lahan itu di Maret 2020. Akhirnya warga menggugat perbuatan melawan hukum. “Karena PT KAI tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikannya sampai sekarang,” tandasnya.