Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKS, DR. H. Abdul Fikri Faqih. (Foto: Dok/Humas FPKS DPR)
PanturaNews (Jakarta) - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, DR. H. Abdul Fikri Faqih mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim untuk segera menyelesaikan masalah guru dan tenaga kependidikan honorer.
“Secara sistematis harus diselesaikan, pendidikan kita tidak akan jalan bila masalah guru masih berlarut,” katanya di depan Mendikbud RI dalam rapat kerja bersama Komisi X yang digelar virtual, Rabu 20 Januari 2021.
Menurut Politisi PKS dari Dapil Jawa Tengah IX yang meliputi Kota-Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes ini, guru merupakan pilar pendidikan yang menopang sistem pendidikan nasional RI, sehingga negara harusnya berhutang jasa pada para guru.
“Faktanya, negara telah memanfaatkan tenaga honorer untuk pendidikan, namun tidak diperhatikan nasibnya, dan sekarang ketika mereka menuntut status, pemerintah mengulur terus,” tegas Fikri.
Dikatakan, sesungguhnya bila mau diringkas, problem pendidikan di Indonesia hanya dua macam. “Yakni guru dan sarana prasana pendidikan,” imbuhnya.
Isu terkait guru, lanjut Fikri, akan terus ramai karena jumlahnya yang sangat banyak belum terselesaikan hingga sekarang. “Dari beberapa RDP di Komisi X, permasalahan guru harus selesai, terutama di sekolah negeri karena merupakan tanggung jawab pemerintah,” tuturnya.
Fikri juga mengingatkan, penyelesaian guru juga harus mencakup satuan pendidikan swasta, dimana ada status guru tetap (yayasan) dan tidak tetap yang jumlahnya jauh lebih banyak.
“Jadi tidak boleh ada satupun guru di negeri ini yang tidak jelas statusnya, kesejahteraannya, dan jaminan sosialnya,” tandas Fikri.
Pada kesempatan yang sama, Mendikbud Nadiem menjawab bahwa tidak memungkinan secara undang-undang untuk mengangkat honorer menjadi PPPK tanpa seleksi.
“Mengangkat ASN tidak mungkin tanpa seleksi. Kita harus mematuhi UU ASN, karena tidak hanya melanggar UU, tapi juga melanggar etika kita kepada murid-murid, untuk mendapatkan kompetensi minimum dari kualitas gurunya,” kata Nadiem.
Namun disisi lain, Nadiem juga merespon perihal bagaimana memprioritaskan guru honorer yang sudah punya pengalaman lebih lama. Dia menyatakan, pada seleksi khusus untuk honorer diberikan dua keistimewaan.
“Pertama, kami beri kesempatan hingga 3 kali tes untuk mencoba, dan juga kami memberi modul-modul belajar untuk dipelajari agar bisa lulus tes,” jelasnya.
Dengan perlakuan khusus tersebut, Nadiem menyatakan, “Sehingga dengan standar minimum tersebut semua bisa diangkat menjadi PPPK. Namun, tidak berarti kita memberikan tes, kemudian dibiarkan saja hukum alam mengambil alih,” kata dia.
Menurut Nadiem, kunci untuk lulus pada tes seleksi PPPK adalah bukan pada kompetensi, tapi kemauan para guru honorer untuk mempelajari materi yang harus ia kuasai.
“Jadi benar-benar tergantung pada motivasinya. Bahwa motivasi untuk belajar menjadi satu-satunya yang terpenting untuk guru, dan itu adalah hak dari setiap murid kita. Bahwa guru mau bekerja keras untuk mempelajari apa kompetensi yang diharapkan dari sistem Pendidikan untuk menjaga kualitas anak,” pungkasnya.